Zakat Penghasilan Terhadap Gaji PNS?

Sebuah wacana dilontarkan untuk menarik langsung zakat dari gaji PNS. Bahkan wacana itu kemudian langsung disambut dengan segera menyiapkan aturan penarikannya.

Terlepas apa alasan yang sebenarnya di balik hal itu, ada beberapa hal yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan tentang menarik zakat penghasilan langsung dari gaji PNS tersebut.
.
.
🔵 Pertama: Kewajiban zakat hanyalah ditarik dari PNS yang muslim saja.

Sementara kita tahu PNS tidak hanya terdiri dari muslim saja, bukan?

⚠ Maka perlu dirinci:
✓ Apakah Zakat Penghasilan akan mengurangi PPh?
✓ Kalau Zakat Penghasilan itu mengurangi PPh, maka apakah jumlah Zakat Penghasilan plus PPh (yang telah dikurangi Zakat Penghasilan tadi) bisa melebihi dari PPh dari yang ditarik sebelumnya (sebelum ada Zakat Penghasilan)?

Sebab…

🔥 Jikalau Zakat Penghasilan plus PPh itu melebihi PPh saja, maka itu jelas adalah bentuk ketidakadilan bagi PNS yang muslim…!
.
.
🔵 Kedua: Zakat itu ada Nishob dan Haul-nya.

Nishob itu berkenaan dengan berapa jumlah yang ditarik dari harta-benda tertentu, misalnya:

① Emas dan perak, yaitu sebesar 85 gram untuk emas 24K atau 595 gram untuk perak .999, di mana zakatnya adalah 2,5%-nya

② Hewan ternak (hanya: unta, sapi / kerbau, kambing / domba), di mana:
⒜ Unta, mulai dari jumlah 5 ekor, maka dikeluarkan 1 ekor kambing.
⒝ Sapi / kerbau, mulai dari jumlah 30 ekor, maka dikeluarkan 1 ekor sapi yang umurnya belum setahun.
⒞ Kambing / domba, mulai dari 40 ekor, maka dikeluarkan 1 ekor.

③ Pertanian, yaitu tanaman bahan makanan pokok (gandum, beras, kurma, kismis, jagung), untuk setiap 5 wasaq (647kg), maka:
⒜ Jika tanamannya diairi dengan irigasi buatan, maka dikeluarkan 5% panenannya.
⒝ Jika irigasinya cukup air hujan, maka dikeluarkan 10% panenannya.

④ Barang temuan / harta karun, yaitu sebesar 20%.

❓ Nah pertanyaannya jika Zakat Penghasilan PNS mau dikenakan, mau pakai nishob yang mana?

Apakah nishob zakat emas - perak kah? Atau nishob binatang ternak kah? Atau nishob zakat pertanian kah? Atau nishob barang temuan kah? Yang mana?

Sebab, penentuan dia apa, maka itu akan berlanjut kepada penentuan yang berikut ini…
.
.
🔵 Haul, yaitu kapan zakat tersebut wajib dikeluarkan.

Haul zakat emas - perak dan binatang ternak itu 1 tahun. Alias harta yang telah disimpan setidaknya selama 1 tahun Hijriyyah.

Adapun untuk zakat barang pertanian, maka ia dilakukan setiap kali panen.

Contoh sederhana, kalau misalnya tanggal 1 Muharrom seseorang punya harta emas 85 gram, maka dilihat dulu apakah pada tanggal 1 Muharrom di tahun depannya masih sejumlah 85 gram itu? Kalau masih atau malah bertambah simpanannya itu, misalnya jadi 100 gram emas, maka itulah basis yang dikeluarkan berapa zakatnya, yaitu 2,5% dari 100 gram. Tetapi kalau ternyata di 1 Muharrom tahun depannya ternyata simpanan tersebut jumlahnya kurang dari 85 gram, maka ya tidak ada zakat yang harus dikeluarkan kewajibannya.

Masalah lain lagi yaitu penentuan nishobnya kalau pakai standar zakat emas - perak, yaitu apakah uang Rupiah itu mau dipakaikan nishob emas atau nishob perak? Sebab kalau pakai nishob emas, maka harga emas 1 gram saat ini sekitar Rp 637.000,- sehingga nishobnya adalah senilai Rp 54.145.000,-. Adapun kalau pakai nishob perak, maka harga perak 1 gram saat ini sekitar Rp 12.000,- sehingga nishobnya adalah Rp 7.140.000,-. Beda jauh kan?

Jadi mau pakai yang mana, emas atau perak? Kalau misalnya memilih nishob perak, maka apa alasannya? Jadi pertanyaan: kenapa Rupiah yang dulu distandardkan dengan emas, sementara zakatnya dengan perak?

Atau mau penarikan zakatnya setiap bulan, dengan alasan qiyâs panenan? Maka pertanyaannya adalah kenapa ditariknya seperti menarik zakat pertanian yaitu setiap kali panen dan dari jumlah panenan? Sementara nishobnya pakai nishob zakat emas - perak?

Atau mau pakai qiyâs haul zakat untuk barang temuan / harta karun, maka ia adalah dikeluarkan pada saat penemuannya? Ini jadi lebih aneh lagi.

⁉ Maka akan jadi pertanyaan, Zakat Penghasilan terhadap PNS itu mau ditarik sebagai apa? Karena itu berkaitan dengan nishob dan haulnya.

⛔ Tidak bisa nishob dari zakat emas - perak lalu haulnya adalah haul zakat pertanian. Atau nishobnya adalah nishob zakat barang temuan, lalu haulnya adalah haul zakatnya hasil pertanian.

⚠ Zakat itu syari‘at, "Rukun Islâm", tidak boleh seenak-enaknya diatur pakai aturan manusia.
.
.
🔵 Keempat: Peruntukan zakat itu tertentu, tidak boleh sembarangan.

Yang berhak menerima zakat itu adalah tertentu, yaitu:
① Faqir (orang yang tidak mempunyai penghasilan tetap dan tidak memiliki harta).
② Miskin (orang yang punya pekerjaan tetap namun penghasilannya tidak mencukupi).
③ Riqob (hamba sahaya atau budak muslim yang ingin merdeka, atau tawanan yang muslim).
④ Ghorim (orang muslim yang memiliki banyak utang).
⑤ Mu-alaf (orang yang baru masuk Islâm, atau yang sedang ditundukkan hatinya ke dalam Islâm).
⑥ Fisabilillah (pejuang tempur di jalan الله).
⑦ Ibnu Sabil (musafir, para pelajar perantauan).
⑧ Amil Zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat).

Ini jelas…!

⚠ Zakat itu peruntukannya tidak boleh sembarangan.

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

ŘĽِنَّمَا الصَّŘŻَقَاتُ لِلْفُقَŘąَاإِ وَالْمَŘłَاكِينِ وَالْŘšَامِلِينَ Řšَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَŘŠِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْŘşَاعِمِينَ وَفِي Řłَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَŘąِيضَŘŠً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ Řšَلِيمٌ Ř­َكِيمٌ

(arti) _“Sungguh zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu-allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk pejuang di jalan AllĂ´h, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan AllĂ´h, dan AllĂ´h Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”_ [QS at-Taubah (9) ayat 60].

Jadi tidak ada ceritanya zakat itu untuk bangun jalan toll, MRT, kereta cepat, apalagi reklamasi.

والله أعلمُ بالـصـواب

نَŘłْŘŁَلُ اللهَ الْŘłَلَامَŘŠَ وَالْŘšَافِيَŘŠَ

🌐 acadsyarial.blogspot.co.id
🌐 www.facebook.com/sahabatacad

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh