Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2023

Dalīl Hanya Untuk Ìbādah?

Gambar
Membaca postingan ini saya terus terang kaget, karena ini blunder. Kenapa? Kembalikan saja ke Bahasa Àrab tentang kata "dalīl" (دليل) yang artinya adalah "petunjuk". Dari sini saja sebenarnya sudah bisa secara akal sehat kita ketahui dan rasakan bahwa kehidupan ini sangat butuh yang namanya "petunjuk". Hal itu tak bisa dinafikan, bukan? Kemudian kalau kita bahas lebih lanjut lagi, ternyata di dalam agama para ùlamā’ membagi lagi dalīl menjadi 2 berdasarkan ṣifatnya, yaitu: ⑴ Naqliyy (نقلي) Naql itu artinya "dibawa" / "dipindahkan", maksudnya segala sesuatu yang ṣifatnya dibawa dari Robbul-Ȁlamīn yaitu "wahyu". ⑵ Àqliyy (عقلي) Àql itu ya artinya "akal pikiran", maksudnya ìlmu yang diolah oleh akal-budi lalu diajarkan dan dipelajari. Kita tahu bahwa yang namanya ìbādah tentu wajib berdasarkan dalīl. Sebab kita tak boleh bikin-bikin ìbādah sendiri, semisal: ṣolāt 20 rokaàt, atau puasa setahun penuh tak putus-putus, atau

Malu

Gambar
Dahulu Ibunda Maryam aṣ-Ṣiddīqoh رضي الله تعالى عنها ketika akan melahirkan, hatinya galau dan kacau karena Beliau merasa sangat malu… Allōh ﷻ‎ kisahkan di dalam firman-Nya, Ibunda Maryam saat hendak melahirkan, sampai-sampai Beliau mengatakan: فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَىٰ جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَٰذَا وَكُنتُ نَسْيًا مَّنسِيًّا (arti) _“Maka rasa sakit saat akan melahirkan anak memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon qurma, ia pun berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tak berarti lagi dilupakan."”_ Semua itu berangkat dari rasa malu Ibunda Maryam. Malu karena hamil tanpa suami, dan tak mau disangka telah berma’ṣiyah. Padahal Ibunda Maryam adalah perawan suci, sedangkan janin yang dikandungnya adalah Nabi Suci Ȉsā ibn Maryam عليه الصلاة والسلام. Salah satu dari 5 Ūlul-Àzmi. Sementara miris kita membaca judul artikel yang terlampir ini… Yang dipersoalkan adalah anaknya lahir tak ada "bapak&q

Fenomena Artist Buka Ḥijāb

Gambar
Sebenarnya kasus artis perempuan yang buka (melepas kebiasaan) berḥijāb itu sudah banyak kejadian sebelumnya, dan orang yang bukan artis pun juga banyak yang melakukannya. Satu hal yang perlu diingat, yaitu: membuka (melepas kebiasaan) berḥijāb itu adalah dosa besar, dan tak dapat dibenarkan apapun juga alasannya. Ḥijāb itu perintah Allōh ﷻ‎ bagi perempuan Muslimah. Namun, menyikapi perempuan Muslimah yang melepaskan kebiasaan berḥijāb itu, kita bisa membaginya ke dalam 2 golongan, yaitu: Kelompok Pertama adalah mereka yang memang aslinya ingin menentang perintah Allōh. Menyikapi golongan ini, maka harus tegas, sebab niyat mereka itu buruk yaitu ingin menyerang Islām, dan biasanya mereka mengajak-ajak orang lain untuk mengikuti perbuatannya. Adapun Kelompok Kedua, yaitu mereka yang mengalami "futur". Maka kepada golongan ini janganlah dicela, tetapi justru harus dirangkul. Sebab siapapun juga bisa terkena futur. Kata Imām Muḥammad ibn Abī Bakr ibn al-Qoyyim al-Jauziyyah tenta

Kalīmullōh

Gambar
Kalīmullōh adalah gelar Nabī Mūsā عليه السلام karena Beliau bercakap-cakap langsung dengan Allōh ﷻ‎ di Bumi. Kejadian ini terjadi pada awal masa kenabīan Nabī Mūsā, yaitu di Jabal-Ṭūr, sebagaimana Allōh ﷻ‎ nyatakan di dalam firman-Nya: وَكَلَّمَ اللهَ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا (arti) _“Dan Allōh benar-benar telah berbicara kepada Mūsā.”_ [QS an-Nisā’ (4) ayat 164]. Kejadian Allōh berbicara langsung kepada Nabī Mūsā itu adalah suatu bentuk keutamaan Nabi Mūsā dibandingkan para Nabiyullōh lainnya, sebagaimana firman-Nya: تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللهَ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ (arti) _“Rosūl-rosūl itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allōh berbicara dengannya, dan sebagiannya Allōh meninggikannya beberapa derajat.”_ [QS al-Baqoroh (2) ayat 153]. ⚠️ Berbicara di sini adalah benar-benar pengalaman secara fisik, bukan hanya spiritual. Allōh ﷻ‎ kisahkan di dalam firman-Nya: وَهَلْ أَتَاكَ حَ

Perkenalkan Dirimu…!

Gambar
Salah satu adab ketika berinteraksi khususnya dalam berda’wah itu adalah memperkenalkan diri. Ingatkan kisah Nabī Mūsā عليه السلام yang bercakap-cakap dengan Allōh ﷻ‎? Maka lihatlah betapa Allōh, robbul-ȁlamīn robbus-samāwāti wal-arḍi wa bainahumā, memperkenalkan diri-Nya: إِنَّنِي أَنَا اللهَ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (arti) _“Sungguh-sungguh Aku ini adalah Allōh, tiada sesembahan yang berhak diìbādahi dengan benar selain dari Aku, maka ìbādahilah Aku dan dirikanlah ṣolāt untuk mengingat-Ku.”_ [QS Ṭō-Hā (20) ayat 14]. يَا مُوسَىٰ إِنَّهُ أَنَا اللهَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (arti) _“(Allōh berfirman) Wahai Mūsā, sungguh-sungguh Aku adalah Allōh, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”_ [QS an-Naml (27) ayat 9]. فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِن شَاطِئِ الْوَادِ الْأَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَن يَا مُوسَىٰ إِنِّي أَنَا اللهَ رَبُّ الْعَالَمِينَ (arti) _“Maka tatkala Mūsā sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (ar

Piring Najis & Damage Control

Gambar
Kemarin malam beredar di group-group WA video sebuah resto di bawah sebuah jaringan yang kekhususannya adalah kuliner bakso, di mana mereka memusnahkan alat-alat makan yang terkena najis 🐷. Asal kejadiannya adalah seorang selebgram makan di resto itu membawa kerupuk 🐷, padahal resto itu punya logo "حلال". Ada beberapa hal yang mau saya soroti di sini, yaitu: ① Damage Control Itu jaringan resto-nya jempol lah "Damage Control"nya. Bagaimana tidak? Begitu viral, langsung mengambil tindakan memusnahkan alat makan yang terkena najis dan meminta ma'af atas kehebohan yang terjadi. Artinya, pemiliknya sadar betul bahwa kehebohan itu not good for business lantaran: ⒜ Restonya memiliki sertifikasi "حلال". ⒝ Pelanggannya mayoritas Muslim, walau TKP adalah di daerah yang mayoritas adalah non-Muslim. Si Selebgram sumber perkara juga yang membiayai penggantian alat makan yang "tercemar" itu. Jadi mereka sadar betul bahwa bad publication is bad for their

Menyiram Minyak ke Api

Gambar
Menyiram minyak ke api, itulah fenomena yang kerap terjadi di media sosial, yang bahkan juga dilakukan oleh para Ahli Ìlmu (baca: ustāż) sekalipun. ❓ Bagaimana tidak? Cobalah lihat, baru saja akan reda kasus AM & Fh dengan pengumuman tahzīr & hajr (yang diberi judul "Pernyataan Sikap"), tetiba ada oknum yang menulis-nulis dengan tidak memperhatikan timing. Mungkin maksudnya baik, yaitu mau menasihati agar jangan ġībah, atau agar jangan berlebihan dalam melakukan nahyi munkar. Akan tetapi, mungkin mereka lupa pepatah orang Àrab ini: لِكُلِّ مَقَامٍ مَقَالٌ وَلِكُلِّ مَقَالٍ مَقَامٌ (arti) _“Untuk setiap ucapan ada tempat terbaiknya, dan untuk setiap tempat ada ucapannya terbaiknya.”_ Iya mungkin sebagian emak-emak Netijah itu ada yang terjerumus ke dalam ġībah. Iya mungkin sebagian emak-emak Netijah itu ada yang berlebihan dalam melakukan "nahyi munkar". Akan tetapi tepatkah menasihati dengan memakai analogi "Mercedes second tapi full service vs Mobil Se

Iḳlāṣ Itu Pamrih!

Gambar
Iya benar, tak salah baca / lihat kok… Memang iya iḳlāṣ itu adalah pamrih, akan tetapi memurnikan "kepamrihan" hanya kepada Allōh ﷻ‎, robbul-ȁlamīn, robbus-samāwāti wal-arḍi wa baina humā, Sang Maha Pemilik Segala Sesuatu. Jadi kalau iḳlāṣ, maka hilangkan keinginan mendapatkan balasan dari maḳlūq, lupakan harapan terhadap perbuatan atau sikap maḳlūq, fokus kepada keriḍōan Allōh ﷻ‎ semata. Bahkan itu dicontohkan oleh para Nabiyullōh. Nabī Ibrōhīm ﷺ‎ dan Nabī Ismāīl عليه السلام ketika mereka berdua meninggikan pondasi Ka’bah, mereka berdo'a: رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (arti) _“Wahai Robb kami, terimalah dari kami àmalan kami. Sungguh Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”_ Ketika Allōh ﷻ‎ riḍō, maka Allōh yang membalas segala àmalan kita sesuai dengan ke-Maha Bijaksanaan-Nya, ke-Maha Pemurahan-Nya, dan ke-Maha Àdilan-Nya. Tak usah hitung kapan, seberapa besar, dan dalam bentuk apa… berserah diri kepada Allōh. Iḳlāṣ itu memang ìlmu t

Mengolok-olok Agama

Gambar
Lagi-lagi ada yang mengaku comedian yang mengolok-olok Islām. Walau perbuatan mengolok-olok agama (istihza’ biddīn) itu memang sudah kelakuan orang-orang kāfir sepanjang zaman. Sebagaimana kata Allōh ﷻ‎ mengisahkan di dalam firman-Nya: وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِّن قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُم مَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (arti) _“Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rosūl sebelum kamu (Muḥammad), maka diturunkanlah kepada orang-orang yang mencemooh di antara mereka balasan (ażāb) atas olok-olokan mereka.”_ [QS al-Anȁm (6) ayat 10]. Kenapa mereka melakukan itu? Karena mereka memang Ṡaiṭōn dalam wujud manusia. Allōh ﷻ‎ menjelaskan di dalam firman-Nya: وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ (arti) _“Dan di antara manusia (ada) orang yang mengggunakan perkataan yang tak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allōh tanpa pengetahuan, dan