Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Sebab Persatuan Yang Sesungguhnya

Seringkali GPK Kokohiyyun menggadang-gadang bahwa takkan ada persatuan jika tidak di atas manhaj yang benar, yaitu "Manhaj Salaf". Memang persatuan terbaik itu harus dibangun di atas manhaj yang benar, akan tetapi jika yang dimaksud dengan "Manhaj Salaf" versi GPK Kokohiyyun, maka it's only a dry joke, karena di internal GPK Kokohiyyun saja mereka berpecah-belah, let alone bersatu dengan sesama "Pengaku Salafiy" (Salafiy Maz‘ûm) dari gerombolan Sejatiyyun. Jikalau kita telaah perjalanan sejarah manusia, maka sebab persatuan itu terjadi karena: ✓ ‘aqidah / ideologi yang sama, ✓ tujuan bersama (common goal) yang harus dicapai atau musuh bersama (common enemy) yang harus dihadapi, dan ✓ pemimpin yang kuat lagi berwibawa. Ketiga faktor itulah yang memang menjadi ingredients (bahan baku) untuk mencapai suatu persatuan, di mana 1 faktor aja tidak cukup, sebab setidaknya harus ada 2 di antaranya. Adapun faktor "pemimpin yang kuat lagi berwibawa&quo

Jihâd Politik

GPK Kokohiyyun itu memang bebal… Saat seorang teman mengajukan tulisan tentang anjuran mencoblos (bahkan masuk ke dunia perpolitikan) sebagai usaha untuk memperbaiki keadaan, yang mana tulisan itu merujuk kepada fatwa dari Syaikh Shôlih al-Fauzân حفظه الله, fatwa Syaikh al-Albânî, fatwa Syaikh Ibnu al-‘Utsaimîn رحمهم الله, bahkan juga fatwa dari al-Lajnah ad-Dâ-imah lil-Buhûts wal-Iftâ’, ternyata malah dibantah dengan tulisan KAwan syaiThÔN yang intinya cuma mengatakan bahwa berjuang di politik itu bukanlah perjuangan, sebab menurutnya itu cara yang bâthil sehingga tiada keberkahan. Benarkah berjuang di perpolitikan itu cara yang bâthil? Sebenarnya melihat hal ini sederhana saja, karena yang namanya demokrasi itu hanyalah sistem pemerintahan, sama seperti juga monarki, oligarki, otoritarianisme, dan totalitarianisme. Makanya dikenal adanya sistem "Demokrasi Parlementer", "Demokrasi Presidensial", "Demokrasi Terpimpin", "Monarki Parlementer", &

Al-Plinplan Minaddîn

Gambar
Lagi-lagi konsisten untuk tidak konsisten… Si al-Ngalamah al-Ngustad al-Fisbukiy Logical Fallacy ini di dalam tulisannya (lihat: screenshot) mau membantah qoidah "ambil baiknya dan buang buruknya", konyolnya dia malah mengatakan bahwa semua asatidzah yang ada di luar kelompoknya adalah semodel dengan ‘Imrôn ibn Hiththôn…! Luar biasa lah kejinya tulisannya itu…! Maka coba ya kita tanyakan: ⑴. Apakah doi sebelum kenal ngaji nyunnah itu ‘ilmu tentang sholâtnya, puasanya, bahkan membaca al-Qur-ânnya sudah mengambil langsung dari masyayikh Sa‘ûdi? Jangan-jangan doi mengambil dari kiyai-kiyai di kampungnya? Kalau iya, maka berarti batal semua itu ‘ibadahnya dong? Wong mengambil ‘ilmunya bukan dari kelompoknya sekarang! ⑵. Bagaimana dengan ngustad-ngustad gerombolannya yang kuliah di UIN / IAIN dan al-Azhar mengambil jurusan Hadîts dan Hukum Islâm? Apakah untuk ngustad-ngustadnya itu berlaku qoidah: "untuk orang awam tidak boleh, sedangkan untuk yang ‘alim boleh"…

Team Janâ-iz GPK Kokohiyyun

Beberapa waktu lalu saya mendapat broadcast tentang adanya "Team Janâ-iz" (penyelenggaraan jenazah) dari GPK Kokohiyyun. Wah hebat juga ini saya pikir, karena menyelenggarakan jenazah (memandikan, mengkafani, dan menguburkan) itu suatu keutamaan, besar pahalanya… apalagi ada fasilitas ambulance jenazah gratis segala. Hanya saja langsung terpikir, apa mereka bisa ya "berdamai" kalau ada keluarga mayyit yang "tidak semanhaj" dengan mereka? Ternyata benar saja… Seorang teman cerita beberapa waktu lalu, ada sebuah keluarga yang mengalami musibah kematian. Keluarga itu tanpa sengaja memanggil 2 team janâ-iz… Team Janâ-iz pertama (TJ 1) datang dari Muhammadiyah, yang datang sudah senior-senior. Mereka pun lalu bekerja menyiapkan kafan, alat memandikan jenazah, dlsb. Pas hendak memandikan mayyit, tetiba datang Team Janâ-iz kedua (TJ 2), dan ini dari GPK Kokohiyyun itu. Begitu datang, langsung tak enak suasananya. Itu anggota TJ 2 langsung bilang kira-kira:

Da‘wah

Da‘wah itu bukanlah tentang: ✗ siapa yang lebih hebat ‘ilmunya, atau ✗ siapa yang lebih terkenal, atau ✗ siapa yang lebih duluan, atau ✗ siapa yang lebih banyak pengikutnya. Karena da‘wah bukanlah tentang saling mengalahkan atau saling mengungguli di antara penda‘wah. Akan tetapi, da‘wah adalah tentang mengajak manusia kepada الله dan Rosûl-Nya sehingga kelak bisa bersama kembali kepada الله dengan hati yang selamat. Begitulah da‘wah yang dipahami para ‘ulamâ’ Robbani. Maka coba lihat siapa yang dikatakan sebagai "al-Firqotun-Najiyah" (gologan yang selamat) menurut asy-Syaikh ‘Abdul-‘Azîz ibn Bâz رحمه الله? Menurut Syaikh Ibnu Bâz رحمه الله, seluruh Muslimîn selama dia masih dalam lingkup keislâman –belum kâfir–, maka ia termasuk ke dalam al-Firqoh an-Najiyah (golongan yang selamat). Hal ini adalah sebagaimana dalam Fatwa al-Lajnah ad-Dâ-imah lil-Buhûts wal-Iftâ’ no fatwa 7122 1/2/239, al-Lajnah ad-Dâ-imah lil-Buhûts wal-Iftâ’ ditanya: س : في هذا الزمان عديد من الج

Biro Jodoh à la GPK Kokohiyyun

Seorang teman cerita bahwa waktu baru-baru hijroh dia pernah bergabung di sebuah grup ta‘aruf GPK Kokohiyyun. Teman ini seorang perempuan, berpendidikan S2, punya pekerjaan tetap dan sekaligus juga dosen. Wajahnya juga cantik, maklum dia mantan model. Harapannya si teman ini dia dipertemukan dengan lelaki yang layak dan nyunnah lah… Iya sih, memang dia dita‘arufkan dengan lelaki yang sudah nyunnah katanya, tetapi yang disodorkan itu adalah "buruh pabrik", "tukang reparasi kulkas", bahkan suami orang…! Tentunya teman ini menolak dong calon-calon yang disodorkan tersebut? Eh ternyata pada marah-marah tuh para lelaki yang sudah nyunnah itu karena ditolak, malahan teman itu sampai disumpah-sumpahi karena menurut mereka harôm menolak laki-laki atas alasan duniawi…! Terus terang saat mendengar cerita teman tersebut jadi geli sekaligus miris lah. Bagaimana tidak? Katanya GPK Kokohiyyun itu mempelajari sunnah, tetapi sunnah dalam mencari jodoh saja mereka tak tahu! I

Kematian Mendadak

Dalam suasana Lebaran ini mendengar berita kematian itu sungguh rasanya gimana gitu… Mungkin banyak yang mendengar betapa banyak terjadi kematian yang mendadak terjadi pada orang-orang yang kita kenal… saudara, tetangga, teman, kolega… Mendadak dalam arti, wafat tiba-tiba, bisa tanpa sakit kronis atau akut, bisa jadi juga karena kecelakaan. Kematian mendadak itu adalah salah satu tanda-tanda kecil dari datangnya “the Final Hours”. 📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم: مِنِ اقْتِرَابِ السَّاعَةِ أَنْ يُرَى الْهِلالُ قِبَلا ، فَيُقَالُ : لِلَيْلَتَيْنِ ، وَأَنْ تُتَّخَذَ الْمَسَاجِدَ طُرُقًا ، وَأَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفُجَاءَةِ (arti) _“Di antara tanda telah dekatnya hari Qiyâmat, hilâl akan terlihat nyata sehingga dikatakan: "ini tanggal dua", masjid-masjid akan dijadikan jalan-jalan, dan munculnya (banyaknya) kematian yang mendadak.”_ [HR ath-Thobarônî, al-Mu‘jam ash-Shoghîr II/261 no 1132 ~ dinilai hasan oleh Muhammad Nâshiruddin al-Albânî, Shohîh al-Jâmi’ II/1026

Beginilah Ruwaibidhoh Berfatwa

Gambar
⏺ Pertama, mengatakan bahwa Qunût Shuhuh itu bid‘ah adalah suatu kedunguan yang luar biasa, karena ia jelas-jelas adalah perbedaan pendapat (ikhtilaf) di kalangan para Imâm Madzhab. Sedangkan para Imâm Madzhab itu afalah orang-orang yang ke‘ilmuannya jelas sangat-sangat jauh di atas siapapun juga syaikh, ustâdz, apalagi Ngustad Pesbuk di Zaman Now. ⏺ Kedua, mengatakan bahwa ma’mum itu tak perlu mengikuti imâm yang berqunût kemudian cukup berdo'a sendiri saja dengan mengulang-ulang do'a i‘tidal itu fatwa dari siapa ya? Sementara telah jelas bahwa Imâm Ahmad ibn Hanbal, Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah, Syaikh Bin Bâz, Syaikh al-Albânî, Syaikh Ibnu al-‘Utsaimîn رحمهم الله, dlsb, berfatwa bahwa ma’mum itu mengikut kepada imâm jika imâm berqunût…! 📍 Rujukan: 🔗 Link: http://bit.ly/2thXtpH 🔗 Link: http://bit.ly/2JUOBNC Bahkan al-Lajnah ad-Dâ-imah lil-Buhûts wal-Iftâ’ mengeluarkan fatwa yang mengatakan bahwa ma’mum itu harus mengikut kepada imâm jika imâm berqunût. – link: http:/

Lebih Baik Dari Lailatul-Qodr

Ternyata ada suatu malam yang lebih baik dari Lailatul-Qodr… Hah…?!? Bagaimana bisa ada malam yang lebih Lailatul-Qodr…??? Bukankah kegagahan dari Lailatul-Qodr itu begitu jelas di dalam al-Qur-ân sebagaimana surah al-Qodr? Iya benar… memang Lailatul-Qodr itu malam yang luar biasa mulia, namun ternyata sungguh ada suatu malam yang lebih baik dari Lailatul-Qodr, sebagaimana yang diriwayatkan dari Shohâbat ‘Abdullôh ibn ‘Umar رضي الله عنهما 📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه وسلم: أَلاَ أُنَبِّأُكُمْ بِلَيْلَةٍ أَفْضَلَ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ ؟ حَارِسٌ حَرَسَ فِي أَرْضِ خَوْفٍ ، لَعَلَّهُ أَلاَّ يَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ (arti) _“Maukah kalian aku beritahu tentang suatu malam yang lebih baik dari Lailatul-Qodr? Itulah seorang yang hirosah (berjaga) di daerah yang ditakuti (musuh akan menyerang), karena barangkali ia takkan kembali selama-lamanya kepada keluarganya.”_ [HR al-Hakim, al-Mustadrok II/80-81; al-Baihaqî IX/149; al-Mundziri, at-Targhîb wa at-Tarhîb II/154 ~ lihat: Shohîh a

Qoidah Burung

Gambar
GPK Kokohiyyun itu suka sekali memakaikan qoidah burung – yang mereka ambil dari idiom bird with same feather flocks together – untuk menyerang da‘i-da‘i yang mengajak manusia kepada الله dan Rosûl-Nya. Korbannya kali ini adalah Ustâdz Aan Chandra Thalib, Lc حفظه الله تعالى yang mereka anggap tercyduk berfoto dengan Ustâdz Abdul Somad, Lc MA حفظه الله تعالى dan Ustâdz Felix Siaw حفظه الله تعالى. Padahal semua asatidz itu adalah Muslimîn dan insyâ’Allôh adalah Ahlus-Sunnah. Maka, sekarang coba perhatikan foto di bawah ini yang diambil dari berita di link ini: http://bit.ly/2xLkC9u Siapakah oknum-oknum di foto tersebut? Ki-Ka: » ‘Alî Hasan al-Halabî, Marja’ Taqlid dari GPK Kokohiyyun. » Angel M Rabasa, peneliti senior di RAND Corporation (thinktank Yahûdi Zionist). » Pembawa acara. » Rohan Gunaratnam, dosen dan peneliti di Nanyang University. Bagaimana reputasi ‘Alî Hasan al-Halabî itu? Silakan baca di sini: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=170150103657162&id=14

Ucapan Minal-‘Â-idîn wal-Fâ-izîn Salah?

Beredar tulisan dari ngustad-ngustad Pesbuk GPK Kokohiyyun yang menyalahkan perkataan yang biasa diucapkan oleh Ummat Islâm di Nusantara, yaitu "minal-‘â-idîn wal-fâ-izîn" atau: "من العائدين و الفائزين" Katanya itu adalah ucapan yang tidak jelas karena artinya… karena dikatakan artinya yang "kita kembali dan meraih kemenangan" itu tak jelas maksudnya apa… bahkan menurut mereka kata-kata itu juga tidak jelas asal-usulnya dan tak dikenal oleh orang ‘Arab sana. Maka mereka mengatakan sebaiknya hanya mengucapkan: "taqobbalallôhu minnâ wa minkum" – "تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُم" yang artinya: "semoga Allôh menerima ‘amalku dan ‘amal kalian". Memang sebaik-baiknya ucapan adalah "taqobbalallôhu minnâ wa minkum", karena itu memang jelas ada sunnah-nya. Namun… Benarkah ucapan "minal-‘â-idîn wal-fâ-izîn" itu salah sama sekali? Begini… Di dalam ‘ilmu balaghoh di dalam Bahasa ‘Arab, ada teknik yang naman

Mengurai Salah Paham Tentang Meluruskan & Merapatkan Shoff

Gambar
Awalnya, kami ingin menyusun artikel tentang permasalahan "meluruskan dan merapatkan shoff" secara luas dan detail. Akan tetapi, karena telah ada beberapa penulis yang menyusunnya, maka niat tersebut kami urungkan. Kali ini kami hanya akan fokus untuk membahas kekeliruan dalam hal memahami dan mengamalkan hadîts-hadîts tentang merapatkan dan meluruskan shoff saja, dikarenakan masih sangat sedikit yang membahasnya. Telah dimaklumi bersama, bahwa sebagian saudara-saudara kita, mempraktekkan hadîts-hadîts tentang merapatkan shoff dengan cara menempelkan mata kaki dengan mata kaki dan bahu dengan bahu ketika mulia sholât. Bahkan ada kejadian-kejadian yang lebih dari itu, seperti: kondisi "mengangkang", "mengejar" kaki orang lain, dan "tarik baju orang" yang tidak menempelkan mata kakinya. Insyâ’Allôh, kita akan bahas masalah ini secara obyektif dan adil. Tanpa ada niatan untuk menyudutkan atau ingin merendahkan pihak tertentu. Akan tetapi, hanya se