Lebih Baik Dari Lailatul-Qodr

Ternyata ada suatu malam yang lebih baik dari Lailatul-Qodr…

Hah…?!? Bagaimana bisa ada malam yang lebih Lailatul-Qodr…???

Bukankah kegagahan dari Lailatul-Qodr itu begitu jelas di dalam al-Qur-ân sebagaimana surah al-Qodr?

Iya benar… memang Lailatul-Qodr itu malam yang luar biasa mulia, namun ternyata sungguh ada suatu malam yang lebih baik dari Lailatul-Qodr, sebagaimana yang diriwayatkan dari Shohâbat ‘Abdullôh ibn ‘Umar رضي الله عنهما

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه وسلم:

أَلاَ أُنَبِّأُكُمْ بِلَيْلَةٍ أَفْضَلَ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ ؟ حَارِسٌ حَرَسَ فِي أَرْضِ خَوْفٍ ، لَعَلَّهُ أَلاَّ يَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ

(arti) _“Maukah kalian aku beritahu tentang suatu malam yang lebih baik dari Lailatul-Qodr? Itulah seorang yang hirosah (berjaga) di daerah yang ditakuti (musuh akan menyerang), karena barangkali ia takkan kembali selama-lamanya kepada keluarganya.”_ [HR al-Hakim, al-Mustadrok II/80-81; al-Baihaqî IX/149; al-Mundziri, at-Targhîb wa at-Tarhîb II/154 ~ lihat: Shohîh at-Targhîb wat-Tarhîb no 1232].

Ternyata ribath, atau berjaga-jaga di perbataasan medan tempur, itu lebih baik dari Lailatul-Qodr…!

Bahkan di dalam sebuah riwayat yang lain…

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

مَوْقِفُ سَاعِةٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ لِيْلَةِ الْقَدْرِ عِنْدَ الِحَجَرِ الأَسْوَدِ

(arti) _“Berjaga sesaat di jalan الله itu lebih baik daripada menghidupkan Lailatul-Qodr (dengan ‘ibadah) di sisi al-Hajar al-Aswad.”_ [HR Ibnu Hibbân; al-Baihaqî ~ lihat: Shohîh at-Targhîb wa at-Tarhîb no 1223].

Subhânallôh…!!!

Bayangkan, besarnya pahala menghidupkan Lailatul-Qodr di Masjidil-Harôm, dan itu ternyata masih kalah utama dibandingkan dengan ribâth…!!!

Allôhuakbar…!!!

Maka jelaslah bahwa keutamaan jihâd itu yang begitu tinggi, yang bahkan berjaga-jaga malam (ribâth) di perbatasan medan tempur itu lebih utama daripada menghidupkan Lailatul-Qodr di Masjidil-Harôm.

Sungguh hina orang-orang yang mengingkari keutamaan saudara-saudari kita yang berjihâd di Suriyah, di Ghaza, di Filistin, yaitu Tanah Syâm yang mulia…!

Bahkan celakanya, orang-orang hina itu malah memelintir fatwa Syaikh al-Albânî رحمه الله agar meninggalkan Syâm, dan menyerahkan Baitul-Maqdis ke tangan Zionist Isra-Hell…

Padahal…

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه وسلم:

عَلَيْكُمْ بِالشَّامِ فَإنَّهَا صَفْوَةُ بِلَادِ اللهِ يَسْكُنُهَا خِيرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ

(arti) _“Beradalah kalian di wilayah Syâm, sungguh ia merupakan negeri pilihan Allôh, dihuni oleh makhluq pilihan-Nya.”_ [HR al-Bazzar; ath-Thobrônî ~ lihat:  Shohîh at-Targhîb wat-Tarhîb no 3089].

Sebab tanah Syâm itu adalah tanah mulia, tanahnya para pejuang pembela Islâm sampai akhir zaman.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

أَوَّلُ هَذَا الْاَمْرِ نُبُوَّةٌ وَ رَحْمَةٌ ثُمَّ يَكُوْنُ خِلَافَةٌ ثُمَّ يَكُوْنُ مُلْكاً وَرَحْمَةٌ ثُمَّ يَتَكَادَمُونَ عَلَيْهِ َتكَادُمُ الْحُمُرِ ، فَعَلَيْكُمْ بِالْجِهَادِ ، وَإِنَّ أَفْضَلَ جِهَادِكُمْ الرِّبَاطُ ، وَإِنَّ أَفْضَلَ رِِبَاطكُمْ عَسْقَلَانُ

(arti) _“Permulaan dari perkara ini (Islâm) adalah kenabîan dan rahmat, berikutnya adalah tegaknya khilâfah dan rahmat, selanjutnya muncul kerajaan dan rahmat, kemudian orang-orang memperebutkannya seperti kuda-kuda yang berebut. Maka kewajiban kalian untuk berjihâd. Sungguh sebaik-baik jihâd adalah ribâth, dan sebaik-baik tempat ribâth adalah di ‘Asqolân.”_ [lihat: as-Silsilah Ahâdîts ash-Shohîhah no 3270].

‘Asqolân (Ashkelon) adalah daerah di Timur Laut dari Ghaza.

Ada begitu banyak hadîts keutamaan tanah Syâm dan berjihâd di tanah Syâm, takkan mungkin bisa diingkari, dan bahkan mereka terus akan berjihâd sepanjang masa.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

لاَ يَزَالُ أَهْلُ الْغَرْبِ ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

(arti) _“Penduduk Ghorb (yang berada di arah Barat) akan senantiasa menegakkan kebenaran sampai Qiyâmat datang.”_ [HR Muslim no 1925].

Kata Imâm Ahmad ibn Hanbal رحمه الله: "Ahli Ghorb adalah penduduk Syâm", dan jawaban ini disepakati oleh Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah رحمه الله [lihat: Manaqibisy-Syâm wa Ahlihi].

Sungguh sangat celaka gerombolan orang yang menghinakan saudara-saudari Muslimîn kita di Syâm dengan menyuruh mereka hijroh, bahkan mengatakan bahwa tiada kewajiban jihâd yang syar‘i di Syâm. Padahal, orang yang tak pernah berjihâd atau tak pernah terbersit di dalam hatinya niyat untuk berjihâd, maka sungguh ia akan mati dalam salah satu cabang dari kemunafiqan! Maka bagaimana lagi dengan orang yang meniadakan kewajiban berjihâd???

📌 Kata Baginda Nabî  صلى الله عليه و سلم:

مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ نَفْسَهُ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ

(arti) _“Siapa saja yang mati dan belum pernah berjihâd, bahkan belum pernah meniyatkan di dalam hatinya, maka ia mati di dalam salah satu cabang kemunâfiqan.”_ [HR Muslim no 1910; Abû Dâwud no 2502; an-Nasâ-î no 3097].

Apabila kita perhatikan siroh Shohâbat, sangat banyak dari mereka yang kemudian meninggalkan Madînah lalu berjuang dan bermukim di Syâm sampai akhirnya wafat di Syâm… hal yang kemudian diikuti oleh para Tâbi‘în dan Tâbi‘ Tâbi‘în.

Bahkan para ‘ulamâ’ terdahulu, hampir semua pernah turun di medan tempur jihâd fî-sabilillâh.

☠ Tidak ada satupun dari Salafush-Shôlih itu yang merasa cukup saja dengan: bisa aman mengaji-ngaji, aman beranak-pinak dan menambah bini, aman cari nafkah, aman kongkow-kongkow ngomong perkara rendahan.

❗ Karena yang namanya keamanan itu harus diperjuangkan…!

Civis pacem parabelum kalau kata orang Romawi… if you want peace, you have prepare for war.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

(arti) _“Apabila kalian telah berjual-beli dengan sistem ‘înah, mengikuti ekor-ekor sapi, rela dengan kehidupan pertanian, serta meninggalkan jihâd (fîs-sabilillâh), niscaya Allôh akan menjadikan kehinaan menguasai kalian, Dia takkan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian!”_ [HR Abû Dâwud no 3462].

Apabila kaum Muslimîn meninggalkan jihâd fîs-sabilillâh dan persiapan menghadapi jihâd, kemudian lebih sibuk dalam kehidupan pertanian yang santai, merasa mapan dengan kondisi mereka yang mewah (banyak binatang ternak), hidup dengan pelayanan dan kenyamanan (jual beli ‘înah), akibatnya musuh akan memegang kekuasaan atas Ummat Islâm. Sungguh الله akan membuat Ummat Islâm dipermalukan dan terhina oleh musuh-musuhnya sejauh mereka tak dapat melepaskan diri dari ketergantungan terhadap kenikmatan keduniawian itu sampai mereka kembali kepada apa-apa yang telah diwajibkan الله  atas diri mereka, yaitu: mendirikan agama الله, meninggikan kalimat الله dan merendahkan kekâfiran, membela Islâm dan Ummat Islâm, serta bersikap tegas dan keras terhadap orang-orang kâfir yang jahat.

Demikian, semoga dapat dipahami.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh