Manhaj Super Letterlijk

Ada beberapa kekeliruan GPK Kokohiyyun di dalam memahami hadîts yang begitu kentara.

Yang pertama adalah praktek merapatkan shoff yang sangat berlebihan (ghuluw) dengan memaksakan menempelkan antara mata kaki dengan mata kaki dengan orang yang di sebelahnya mulai dari Takbiratul Ihrom hingga Salam. Akibatnya, dari mulai sebelum sholât, hingga bangkit dari sujud di setiap roka‘ât, orang akan saling mengejar-ngejar kaki orang yang sebelahnya. Iya kalau cara merapatkannya itu dengan "melunakkan tulang", sering sekali yang ada malah menyakiti karena menginjak tepi kaki orang, atau ujung kukunya tajam menusuk, atau kakinya yang kapalan dan keras menjepit tepi kaki orang…

Begitulah yang diajarkan oleh ngustad-ngustad di pengajian GPK Kokohiyyun, padahal sang ngustadnya sendiri yang katanya alumni dari Timur Tengah (Sa‘ûdi, Mesir, Yaman, dlsb) sangat tahu bahwa praktek merapatkan shoff sholât dengan cara yang seperti itu tidaklah terlihat di sana. Iya, coba saja perhatikan rekaman sholât berjamâ‘ah di Masjidil-Harôm Makkah dan Madînah, atau atau tanyakan bagaimana praktek sholât di Masjid-Masjid di universitas di sana. Apa iya cara melurus-rapatkan shoff sholât adalah dengam mengejar-ngejar kaki orang sebagaimana yang dilakukan oleh GPK Kokohiyun itu di sini?

Tentu saja tidak…!

Justru yang sering kita lihat adalah gerakan sholât yang relax saja sebagaimana pada umumnya Ummat Islâm di Nusantara. Tidak ada yang mengejar-ngejar kaki orang di sebelahnya demi untuk menempelkan kakinya.

Bahkan telah masyhur kisah betapa Syaikh Shôlih ibn Fauzân al-Fauzân حفظه الله yang menginjak kaki orang di sebelahnya karena terus-terus saja mengejar kaki beliau. Perbuatan Syaikh itu bisa sangat dipahami karena Syaikh itu sudah sangat sepuh. 85 tahun usia beliau, sehingga butuh ruang yang ekstra untuk keleluasaan di dalam sholât. Lalu ada pula bocah-bocah yang lancang mengejar-ngejar kaki beliau… sehingga sangat mungkin telah menyakiti beliau.

Yang kedua adalah membuat papan kayu sutroh menyerupai papan nisan kuburan seperti yang marak di Masjid-Masjid di Nusantara 2 tahun belakangan ini…

Coba deh perhatikan, apakah ada papan sutroh yang seperti itu di Masjidil-Harôm di Makkah dan Madînah…?

Pasti tidak ada…!

Kenapa?

Karena itu ghuluw…!

Sebab Baginda Nabî dan para Shohâbat dulu juga tidak pernah melakukannya, dan tak ada penghalang bagi mereka untuk melakukannya (membuat sutroh dari papan).

Jadi kalau tidak ada, ya artinya tidak perlu! Kalaulah hal itu (membuat papan sutroh mirip nisan kuburan) itu baik, maka pasti para Salafush-Shôlih itu telah mendahului GPK Kokohiyyun dalam melakukannya – bukankah prinsipnya GPK Kokohiyyun itu: "lau kâna khoyron lasabaqûna ilaihi"?

Maka pasti bertanya-tanya di dalam benak, itu ngustad-ngustad GPK Kokohiyyun mengikut siapa sebenarnya sehingga memaknai merapatkan shoff dengan mengejar-ngejar kaki orang?

Mengikut siapa mereka membuat papan sutroh seperti nisan kuburan begitu?

Sementara ‘ulamâ’ kibâr Sa‘ûdi ternyata tidak begitu, dan praktek merapatkan sholât berjamâ‘ah di Sa‘ûdi juga tidak begitu.

Tidak ada yang ghuluw dan berlebih-lebihan macam GPK Kokohiyyun itu.

Maka pertanyaannya bagi kita semua adalah: apakah masih mau merujuk perkara agama kepada ngustad-ngustad GPK Kokohiyyun itu?

▪ IQ itu given, stupid itu pilihan.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh