Iḳlāṣ Itu Pamrih!

Iya benar, tak salah baca / lihat kok…

Memang iya iḳlāṣ itu adalah pamrih, akan tetapi memurnikan "kepamrihan" hanya kepada Allōh ﷻ‎, robbul-ȁlamīn, robbus-samāwāti wal-arḍi wa baina humā, Sang Maha Pemilik Segala Sesuatu.


Jadi kalau iḳlāṣ, maka hilangkan keinginan mendapatkan balasan dari maḳlūq, lupakan harapan terhadap perbuatan atau sikap maḳlūq, fokus kepada keriḍōan Allōh ﷻ‎ semata.

Bahkan itu dicontohkan oleh para Nabiyullōh. Nabī Ibrōhīm ﷺ‎ dan Nabī Ismāīl عليه السلام ketika mereka berdua meninggikan pondasi Ka’bah, mereka berdo'a:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

(arti) _“Wahai Robb kami, terimalah dari kami àmalan kami. Sungguh Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”_

Ketika Allōh ﷻ‎ riḍō, maka Allōh yang membalas segala àmalan kita sesuai dengan ke-Maha Bijaksanaan-Nya, ke-Maha Pemurahan-Nya, dan ke-Maha Àdilan-Nya. Tak usah hitung kapan, seberapa besar, dan dalam bentuk apa… berserah diri kepada Allōh.

Iḳlāṣ itu memang ìlmu tingkat tinggi, sedangkan pembelajaran dan ujiannya pun sepanjang hayat dikandung badan.

Iḳlāṣ itu sebenarnya untuk kebaikan dan kesehatan mental kita juga.

Kenapa…?

Karena orang yang iḳlāṣ itu takkan pernah kecewa.

Iya, sebab iya mengembalikan semuanya kepada Allōh ﷻ‎, ia bersabar terhadap apa yang dialaminya, tawakkal terhadap taqdir yang Allōh berikan kepadanya.

Seorang suami yang iḳlāṣ, maka ia memberikan kasih sayang dan bhakti yang tulus kepada istri dan anaknya. Ia jalankan kewajiban & amanah sesuai perintah Allōh & Rosul-Nya, karena fokusnya adalah riḍō Allōh.

Seorang istri yang iḳlāṣ, maka ia berikan kasih sayang dan bhakti yang tulus kepada suami dan anak-anaknya. Ia jalankan kewajiban & amanah sesuai perintah Allōh & Rosul-Nya, karena fokusnya adalah riḍō Allōh.

Begitu juga seorang pelajar, guru, pegawai, majikan, pedagang, pejabat, prajurit, apapun… kalau ia iḳlāṣ, maka ia fokus terhadap kewajiban & amanah sesuai perintah Allōh & Rosūl-Nya, tak peduli bagaimana balasan manusia. Tujuan yang ia pedulikan adalah keriḍōan Allōh.

Susah…?

Pasti…!

Jalan ke Syurga itu memang Sunnatullōh tak pernah dijadikan mudah. Namun riḍō Allōh itu adalah sebaik-baik tujuan hidup dan sebaik-baik pengharapan. Karena ia sesuatu yang abadi, jelas (tetap), dan tak berhingga.

Sebaliknya, riḍō maḳlūq itu adalah sesuatu yang: fana, tak jelas (berubah-ubah), dan sangat-sangat terbatas.

Iḳlāṣ membuat hidup ini jadi tenang, dan hati yang terlatih iḳlāṣ akan membuat saat kita dipanggil pulang kelak, maka kita pulang sebagai "jiwa yang tenang".

Kita berdo'a:

ٱللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ نَفْسًا بِكَ مُطْمَئِنَّةً ، تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ ، وَتَرْضَى بِقَضَائِكَ ، وَتَقْنَعُ بِعَطَائِكَ
{allōhumma innī as-aluka nafsān bika muṭmainnatan tu’minu biliqō-ika watarḍō biqoḍō-ika, wataqnaù biàṭō-ika}

(arti) _“Wahai Allōh, saya memohon kepada-Mu jiwa yang merasa tenang kepada-Mu, yang yakin akan pertemuan dengan-Mu, yang riḍō dengan ketetapan-Mu, dan yang merasa cukup dengan pemberian-Mu.”_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh