Kenapa Harus BAPER?

Timeline FB saya hari ini dipenuhi dengan status dari Gerombolan Pengacau Keummatan - "You Know Who" (GPK-YKW) yang menuduh screenshot pembeli madu yang menanyakan manhaj itu adalah "cherry picking" yang sengaja di-blowup untuk menjelek-jelekkan gerombolan mereka.

Maka saya katakan:

1⃣ Kalau memang tidak merasa salah, ngapain BAPER?

Bukankah kalau BAPER, itu berarti memang betul adalah kenyataannya mereka itu memang seperti itu? Bahwa memang sebagaimana yang diceritakan di status dan testimoni di komentar status tersebut?

Hanya copet yang baper diteriakin copet, sedangkan orang biasa reaksinya malah bakalan ngejar si copet untuk dipukulin rame-rame.

2️⃣ Bukannya "Buku Wajib" dari GPK-YKW yang karangan Ngibaroin mereka sendiri itu jelas-jelas mengajak pengikutnya mananyakan manhaj orang dengan melisting firqoh-firqoh yang mereka anggap sesat?

Bukannya adalah tradisi dari Ngibaroin dan ngustad-ngustad GPK-YKW itu sendiri yang suka mempertanyakan dan memperkarakan manhaj orang?

Apa lupa ya bahwa Ummat Islâm sudah sangat paham bahwa ngustad-ngustad GPK-YKW itu suka mengeluarkan rekaman dan tulisan tahdzîran kepada semisal UOM, UAH, UAS, dan UASH, sampai-sampai ngustad mereka dipersekusi dan harus tanda tangan di atas meterai Rp 6.000 sebuah surat permintaan ma'af dan ruju’ dari kesesatannya itu?

Jadi apa perlu heran kalau ada jamâ‘ah GPK-YKW yang menanyakan manhaj penjual madu?

Bukankah guru kencing berdiri maka murid kencing berlari?

3⃣ Jikalau sekarang Ummat Islâm Ahlus-Sunnah wal-Jamâ‘ah, mentertawakan dan membully habis-habisan firqoh ngawur GPK-YKW itu, ya itu resiko sendiri.

Bukankah al-jazâ’u min jinsil ‘amal?

Jadi GPK-YKW itu tidak usah mengaku-ngaku sebagai al-ghuroba’ wal kâlqô bidhi ‘alâl jamri?

Tetapi kenyataan sesungguhnya adalah pendorong gerobak reyot yang menggenggam tahi ayam anget.

GPK-YKW itu sudah memang aslinya jelek, jadi tidak ada yang perlu dijelek-jelekkan tentang mereka.

نسأ الله السلامة والعافية

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh