Super Blue Blood Moon

Sebuah kisah lucu sekaligus miris dari Gerhana Super Blue Blood Moon kemarin.

Ada teman cerita ketika pas Gerhana Bulan kemarin, dia punya teman yang anggota GPK-YKW, sangat kekeuh harus lihat dengan matanya sendiri secara langsung terjadinya Gerhana Bulan itu, baru dia mau mendirikan Sholât Khusûf…

Gara-gara begitu, oknum tersebut sampai-sampai hampir ditabrak sama motor, saking semangatnya "mencari-cari" Bulan…

Teman saya lalu tanya: "Memangnya harus lihat langsung dulu ya, Mbak? Apa tidak bisa diwakilkan sama imâm atau lihat liputan TV misalnya?"

Rupanya oknum itu berpegangan pada zhohîr hadîts tentang lihat gerhana, dan benar-benar melaksanakannya seperti itu.

Teman saya cuman bisa berkata lirih: "Ya sudah kalau gitu, hati-hati lain kali ya, Mbak...?"
.
.
.
ℹ️ Komentar saya ke teman tersebut…

Saya juga berpegang kepada pendapat bahwa Sholât Gerhana harus dilaksanakan dengan melihat terjadinya gerhana tersebut, bukan hanya perkiraan.

Tetapi kan penglihatan itu bisa diwakilkan kepada orang lain?

Sudah ada BMKG yang sangat berkompeten yang melakukan pemantauan, di mana hal itu diliput oleh media massa, bukan?

Lalu kenapa harus lihat sendiri?

Apakah kalau gerhana disaksikan terjadi di Ancol, lantas di wilayah Tangerang Selatan gerhana bisa tidak terjadi?

Ya kira-kira sama lah apakah kita harus melihat sendiri hilâl Romadhôn atau Syawwal itu muncul?

Atau apa setiap hari kita harus lihat sendiri itu Fajar Shodiq? Harus lihat sendiri bayangan sudah lewat ke Timur? Atau panjang bayangan sudah sepanjang bendanya? Atau apa harus lihat sendiri Matahari terbenam?

⚠ Agama itu mudah, sedangkan orang yang berkeras-keras di dalam beragama, maka dia akan tak bisa melaksanakannya karena kesusahan sendiri.

نسأ الله السلامة والعافية

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh