Memberi Shodaqoh Kepada Pengamen

Dulu, waktu saya awal-awal mengaji rutin kepada ngustad-ngustad gerombolan "you know who", maka timbul rasa benci kepada pengamen jalanan. Tentu karena diajarkan oleh ngustad-ngustad di sana bahwa yang namanya musik itu terlarang dan meminta-minta itu adalah pekerjaan yang tidak baik.

Akibatnya, saya kalau lagi makan di street food stall / warung pinggir jalan / rumah makan yang suka ada pengamennya, maka jika pengamen itu datang, maka ada rasa tidak senang karena terganggu, kemudian langsung mengibas-ngibaskan tangan untuk mengusir mereka.

Namun… beberapa waktu lalu, guru saya mengatakan bahwa seharusnya tidak begitu, dan tetap berikan shodaqoh kepada para pengamen itu (tidak semuanya tentunya).

Iya, tetap berikan shodaqoh…!

⚠ Bukan karena tidak mengingkari musik, karena saya tetap mengingkari musik dan menganggapnya terlarang, dan tetap menganggap pekerjaan meminta-minta itu tidak baik.

Tetapi ada 3 hal yang menjadi pertimbangan, yaitu:

🔵 Pertama | Para pengamen jalanan itu bukanlah orang yang "dekat dengan kajian ‘ilmu", bukan?

Sebab kalau mereka adalah orang-orang yag dekat dengan kajian ‘ilmu, maka pasti mereka tidak akan memilih profesi jadi pengamen.

Jadi coba bayangkan, apabila mereka mengamen dekat kita, orang-orang yang katanya sudah mengaji, berpenampilan jenggotan, celana cingkrang / jilbab lebar, lalu muka kita masam dan menolak mereka dengan kasar… maka apa perasaan mereka…? Apa pandangan mereka terhadap kita…?

Paling tidak, mungkin mereka akan berpikir: "Kok begitu amat ya orang-orang yang kelihatannya alim itu?"

Maka apa tidak malah membuat mereka antipati kepada orang-orang yang katanya sudah belajar agama?

🔵 Kedua | Mudah-mudahan shodaqoh kita menjadi pintu hidayah baginya.

Iya, siapa tahu shodaqoh yang kita berikan, mungkin saja menjadi pintu hidayah kepada mereka?

Bukankah sangat terkenal hadîts tentang seorang perempuan pelacur yang mengambilkan air minum sampai masuk ke dalam sumur bagi seekor anjing yang kehausan, lalu itu menjadi pintu hidayah ampunan الله Subhânahu wa Ta‘âlâ baginya?

Mudah-mudahan الله Subhânahu wa Ta‘âlâ memberikan hidayah kepada pengamen itu dengan sebab shodaqoh kita.

🔵 Ketiga | Bisa jadi mengamen itu adalah pekerjaan yang paling terkecil mudhorotnya bagi mereka?

Kita tidak tahu keadaan mereka bagaimana, bukan? Bisa jadi mereka memang saat ini tidak punya pilihan pekerjaan lain yang lebih baik selain dari mengamen, karena pilihan lainnya bagi mereka sangat adalah pekerjaan yang sangat buruk, bahkan kriminal!, seperti: jadi kurir narkoba, jadi pelacur maho, jadi copet, dlsb.

📝 Adapun kapan kita memberikan shodaqoh kepada pengamen, maka itu tidak bisa pukul rata juga, karena berbeda-beda tergantung kondisi dari masing-masing oknum pengamennya. Jika kita lihat pengamen itu laki-laki / perempuan yang tampak masih kuat dan segar, ya jangan diberi, karena ia mampu bekerja seperti orang lainnya. Sedangkan jika itu anak-anak, maka kita sebenarnya bisa tahu mana yang bukan pengamen dari kerapian penampilannya, hal ini menunjukkan bahwa ia menjadikan aktivitas mengamen itu sebagai kebiasaan buruk saja. Adapun pengamen yang sering muncul, jelas diketahui bahwa orang yang melakukan itu memang sengaja beroperasi demikian tanpa kebutuhan alias jadi sudah profesi tetap, sebaiknya jangan diberi – والله أعلمُ بالـصـواب .

⚠ Sedangkan khusus untuk yang tinggal di wilayah DKI, maka memberikan shodaqoh kepada pengamen yang beroperasi di jalan raya itu melanggar Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2008 tentang Ketertiban Umum, serta juga fatwa dari MUI DKI Jakarta tentang segala aktivitas yang mengganggu ketertiban umum seperti: mengemis, berdagang asongan, mengelap mobil, atau memberi uang di jalan raya.

❗Kalaupun masih tidak suka memberi kepada orang yang dianggap pelaku maksiyat musik, maka apabila pengamen itu menghampiri, segera beri tanda agar ia pergi, lakukan dengan muka senyum.

☠️ Jangan membiarkan ia menyelesaikan satu atau beberapa lagu lalu dicuekin saja dan bermuka masam. Itu kejam namanya.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh