Bantahan Terhadap "Borobudur = Masjidil-Aqṣō"

Pada saat kaum Muslimīn Nusantara sedang sedih dan sangat marah melihat saudara-saudarinya di Filisṭīn sedang diẓōlimi oleh pemukim illegal Yahūdi Zionist Isra-Hell, eh ada pula oknum-oknum bengak bin konyol yang menyebar kedustaan mengatakan candi Borobudur-nya ummat Buddha itu adalah Masjidil-Aqṣō.


Pendapat ini sebenarnya sudah cukup lama. Pertama diusung oleh seorang dosen yang mengaku-ngaku ahli "Matematika Islām" (what the heck?! lantas ada "Matematika Kāfir" gitu?), lalu kemudian ada pula seorang dotey spesialis yang ikut mengusungnya sampai menantang-nantang orang yang tak percaya untuk mubāhalah di sosmed.

Sebenarnya saya malas membantah pendapat konyol ini, karena yang mempercayainya hanyalah oknum dungu yang buta literasi saja. Namun karena ini jadi hangat lagi sekarang, dan ada beberapa teman yang menanyakannya, maka saya mengajak teman-teman untuk "menantang" oknum yang mempercayainya membantah dengan logika & data beberapa hal berikut, yaitu:

⓵. Apabila mengatakan bahwa bangunan Masjid-Masjid di kompleks al-Aqṣō itu adalah "baru" semua, maka memang iya semua dibangun setelah Ḳolīfah Ùmar رضي الله تعالى عنه menaklukkan Ṡām.

Misalnya Masjid Qibli itu dibangun di masa Ḳolīfah Ùmar, lalu diperluas oleh Ḳolīfah Àbdul-Mālik ibn Marwan sekaligus juga membangun Masjid Qubah aṣ-Ṣoḳroh.

Kenapa dibangun pada masa Ḳolīfah Ùmar?

Karena pada saat Baginda Nabī ﷺ‎ Isrō’ ke al-Quds, sudah tak ada lagi bangunan apa-apa di komplek Masjidil-Aqṣō itu melainkan hanya sisa-sisa tembok pagarnya saja.

Kenapa?

Sebab bangunan Masjidil-Aqṣō itu dihancurkan oleh Raja Nebuchadnezzar pada Abad VI BCE (tahun 586 BCE) dan kemudian dihancurkan lagi oleh Kaisar Titus pada Abad I (tahun 70).

Mengatakan bahwa Borobudur itu adalah Masjidil-Aqṣō, maka itu jelas sangat konyol, sebab para ahli Arkeologi Dunia termasuk dari UNESCO saja menyatakan bahwa Borobudur itu dibangun di Abad VIII-IX, yang mana itu 200 tahun setelah Baginda Nabī ﷺ‎ wafat.

Oya, ḥadīṫ yang menceritakan Baginda Nabī ﷺ‎ menceritakan ciri-ciri kompleks Masjidil-Aqṣō kepada orang-orang Quroiṡ, maka orang Quroiṡ yang pernah ke Yerusalem membenarkannya. Sekarang kalau Masjidil-Aqṣō itu adalah Borobudur, maka apakah ada catatan orang Àrab pergi ke Jawa pada zaman itu? Atau sebaliknya catatan orang Jawa bahwa ada orang Àrab yang datang ke Jawa?

⓶. Dari semenjak ribuan tahun orang Yahūdi dan orang Àrab, bahkan orang-orang Mesir, Mesopotamia, Babylonia, Assyria, Persia, Phoenicia, Hittite, semua tahunya "Yerusalem" itu ya di Ṡām, bukan di Magelang, Yogya, atau Sleman di Jawa.

Ketika Romawi yang dipimpin Pompey menaklukkan Mithridates VI dan menjadikan Ṡām sebagai negara vassal-nya Romawi, mereka juga mendapati Yahūdi ada di Yerusalem dan di sana ada "Kanīsah Sulaimān". Kalau ingat kisah Gubernur Romawi, Pontius Pilates, yang diperalat oleh kaum Yahūdi untuk mempersekusi Nabī Ìsā ibn Maryam رضي الله تعالى عنه, maka catatan sejarah Romawi mencatat kejadiannya adalah di Yerusalem, bukan di Magelang, Yogya, atau di Sleman.

Kemudian penaklukkan Yerusalem oleh Abū Ùbaidah Ȁmr ibn Àbdullōh ibn al-Jarrōḥ رضي الله تعالى عنه pada Abad VI (tahun 637) yang kemudian ditandai dengan penyerahan kunci Yerusalem kepada Ḳolīfah Ùmar رضي الله تعالى عنه oleh Uskup Sophronius, maka catatan sejarah dari para ùlamā’ pun mengatakan kejadiannya terjadi di Yerusalem.

Setelah itu ketika orang Naṣrōnī Eropa melakukan "Perang Salib" untuk merebut kembali Yerusalem dipimpin Godefroy Bouillon tahun 1099, ya mereka perginya itu ke Ṡām, bukan ke Jogja.

Mengatakan bahwa Borobudur adalah Masjidil-Aqṣō maka itu sama saja memvonis bahwa al-Ḳilāfah ar-Rōṡidah dan para Ṣoḥābat sesat semua, yang mana itu konsekuensinya adalah murtad keluar dari Islām dan kāfir!

⓷. Kalau nekad memakai al-Qur-ān & al-Ḥadiṫ sebagai landasan dongengan bahwa Borobudur adalah Masjidil-Aqṣō, maka bisakah menjelaskan kenapa:

ⓐ. Di Jawa tak ada pohon qurma & pohon zaitun, padahal keduanya adalah sangat penting menandai landscape tanah Ṡām di dalam Kitābullōh (baik itu al-Qur-ān maupun Taurōt, Zabūr, dan Injīl) dan juga di dalam al-Ḥadiṫ?

ⓑ. Ketika Bani Isrōīl menolak berjihād bersama Nabī Mūsā عليه الصلاة والسلام merebut al-Quds, maka Allōh ﷻ‎ menghukum mereka berputar-putar kebingungan selama 40 tahun di Padang Tīh (Sinai).

Kalaulah iya Borobudur itu adalah Masjidil-Aqṣō, maka di mana letak "padang pasir" yang luasnya cukup untuk membuat Banī Isrōīl berputar-putar selama 40 tahun? Gumuk Pasir Parangkusumo gitu?

ⓒ. Kenapa di Masjid Qiblatain, tempat Allōh memfirmankan bahwa Qiblat berubah dari Masjidil-Aqṣō ke Masjidil-Ḥarōm, arah Qiblatnya itu 180° bedanya?

Sebab kalau memang al-Aqṣō adalah Borobudur, maka seharusnya Qiblat lama ke arah Timur dong, bukan arah Utara, jadi bedanya cuma 90°, bukan 180°.

ⓓ. Bagaimana menjelaskan perjalanan Nabī Ibrōhīm ﷺ‎ itu dari Borobudur ke Makkah, atau exodus Banī Isrōīl yang dipimpin Nabī Mūsā dari Mesir ke Borobudur?

Mau pakai peta Globe Earth, atau Flat Earth, tetap saja jaraknya ± 9.000kilo Meter garis lurus, dan melintasi banyak lautan. Tidak ada cerita Nabī Ibrōhīm melintasi lautan dari al-Quds ke Makkah, sedangkan Nabī Mūsā hanya sekali menyeberangi laut ketika membawa Banī Isrōīl ke al-Quds dari Mesir.

Itu saja kalau bisa jelaskan dengan baik, menggunakan data yang valid, dan dengan tanpa memelintir al-Qur-ān dan al-Ḥadiṫ, sudah bagus.

Demikian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh