Bantahan Terhadap "Filasṭīn Tak Ditolong Allōh"

Beredar video sesengustad yang mengatakan bahwa Palestina (Filisṭīn) bernasib seperti sekarang karena tidak mengàmalkan ayat suci:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

(arti) _“Wahai orang-orang mu’min, apabila kalian menolong (agama) Allōh, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.”_ [QS Muḥammad (47) ayat 7].


Benarkah demikian…?

Apa yang disampaikan Sesengustad itu ada benarnya, akan tetapi LEBIH BANYAK ngawurnya.

Di mana letak ngawurnya…?

Ada 2 hal besar, yaitu:
⒜. Membuat pemahaman bias tentang arti "kemenangan", dan
⒝. Informasi yang keliru tentang keadaan para pemuda Filistin saat ini.

Sekarang coba Sesengustad itu ditanya tentang madrosah-madrosah di Dammaj dulu kenapa bisa dikalahkan, lalu habis dan lenyap disikat sama gerilyawan Ḥūṫiyūn? Padahal sudah mengadakan pengajian majlis ìlmu, apakah berarti mereka tidak mengàmalkan ayat "in tanṣurullōha yanṣurkum"? Oya, Àrab Suȕdiyyah juga bertahun-tahun memerangi gerilyawan Ḥūṫiyūn juga nggak menang-menang tuh, apakah karena kurang banyak kajian di Àrab Suȕdiyyah kali ya? 😅

Nah bingung sendiri kan…?

Makanya, adalah terlalu PICIK mendefinisikan kemenangan itu hanya dengan kejayaan di Dunia. Sebab:
- Kalaulah kejayaan di medan laga adalah standar kemenangan, maka Nabī Mūsā عليه الصلاة والسلام malah belum berhasil memimpin jihād merebut al-Quds, tetapi Beliau Allōh wafatkan dalam keadaan itu. Lalu apakah Nabī Mūsā artinya kalah?
- Kalaulah kemenangan itu adalah hidup lebih lama dibanding musuhnya karena musuhnya tewas, maka berapa banyak para Nabiyullōh yang ṡahīd dibunuh oleh musuhnya. Lalu apakah itu artinya kalah?
- Kalaulah kemenangan itu adalah banyaknya pengikut, maka Nabī Ibrōhīm ﷺ‎ itu pengikutnya hanya 4 saja (2 orang istri dan 2 orang anak), tetapi Allōh sebut Beliau sebagai "ummat", dan ingat kita ini kaum Muslimīn Allōh sebut pengikut "Millah-nya Ibrōhīm".
- Kalaulah kemenangan itu standarnya adalah ramainya kajian, maka di dalam ḥadīṫ disebutkan ada Nabī yang pengikutnya hanya beberapa belas saja, ada Nabī yang pengikutnya hanya beberapa orang saja, ada Nabī yang pengikutnya hanya dua orang, ada Nabī yang pengikutnya hanya seorang saja, dan bahkan ada Nabī yang tak ada pengikutnya sama sekali.

Jadi standar kemenangan di Dunia itu bukan standar kemenangan yang hakiki. Sesengustad itu seharusnya tahu bahwa:

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

(arti) _“Dan tiadalah kehidupan Dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sungguh-sungguh Āḳirot itulah yang sebenar-benarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”_ [QS al-Ankabūt (29) ayat 64].

Orang yang tampak "kalah" di Dunia belum tentu kalah, karena standar Allōh tidak begitu. Contohnya:
- Aṣḥabul-Uḳdud, mereka tewas diẓōlimi, tetapi masuk ke Syurga.
- Hamzah ibn Àbdul-Muṭollib رضي الله تعالى عنه, gugur sebagai ṡuhadā’ di medan pertempuran, dan Beliau adalah pemuka para ṡuhadā di Syurga.
- Al-Ḥasan dan al-Ḥusain رضي الله تعالى عنهما keduanya wafat dibunuh, sedangkan keduanya adalah pemimpin para pemuda di Syurga.

Kemenangan HAKIKI itu bagi kaum Mu’minīn adalah Allōh teguhkan di atas agama-Nya yang lurus selama hayat dikandung badan, dan dimasukkan ke Syurga. Adapun kemenangan di Dunia itu hanyalah "bonus" saja. Diberikan "alḥamdulillāh", tidak diberikan tidak masalah, karena bukankah Dunia ini adalah penjara bagi orang-orang Mu’min?

Oya, pertolongan Allōh itu tak pernah datang dengan mudah, sebagaimana firman-Nya:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللهِ قَرِيبٌ

(arti) _“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Syurga padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan –pent) sehingga berkatalah Rosūl dan orang-orang yang berīmān yang membersamainya: "Kapankah datangnya pertolongan Allōh?". Ingatlah, sungguh-sungguh pertolongan Allōh itu amatlah dekat.”_ [QS al-Baqoroh (2) ayat 214].

Artinya, sudah habis-habisan dulu berjuang, baru pertolongan Allōh ﷻ‎ datang. Sehingga bisa saja banyak di antara kaum Mu’minīn yang gugur dalam perjuangan sebelum mereka menyaksikan kemenangan di Dunia. Ingat, Nabī Nūh عليه الصلاة والسلام saja berda‘wah 950 tahun.

Kemudian, Sesengustad itu mengatakan bahwa para pemuda Filistin banyak yang telah menyimpang bahkan mau jadi tentara atau polisi Zionist Isra-Hell, maka itu memang ada, akan tetapi itu di wilayah jajahan yang memang sudah dikuasai penuh Isra-Hell.

Adapun di al-Quds, Jenin, Haifa, apalagi al-Ġaza, maka kajian malah semakin marak. Bahkan rata-rata anak-anak di al-Ġaza itu adalah para penghafal al-Qur-ān. Bahkan syarat jadi anggota Brigade Ìzzud-dīn al-Qossām itu adalah ḥafiẓ dan hafal Arbaìn an-Nawawiyy serta sudah lulus kitāb Tafsīr. Di al-Ġaza itu ada Universitas Islām, lembaga taḥfiẓ di mana-mana, dan majlis-majlis ta‘lim menjamur. Oya, jamāàh ṣolāt Ṣubuh jangan ditanyakan ramainya seperti apa. Tak percaya? Ya check saja sendiri beritanya di Internet atau tanyakan ke yang pernah ke al-Ġaza. Satu lagi, di al-Quds itu ada lembaga Robiṭoh Ùlamā’ Filistin yang rutin mengadakan dauroh untuk para pemuda di Tepi Barat.

Justru menolong agama Allōh itu adalah dengan cara melaksanakan kewajiban jihād difāìyy, sementara hal itu benar yang TIDAK dilakukan oleh negara-negara Àrab untuk membela Filistin saat ini selepas tahun 1973.

Last, pesan kita -kaum Muslimīn- kepada para PENDAKU Salafiy itu adalah: kalau Masjid kalian disegel, atau kajian kalian dibubarkan, ya sudah hijroh saja ke tempat lain dan bikin pengajian di situ. Karena nikmat aman bagi kalian hanyalah sekedar aman bikin kajian, aman kongkow-kongkow sambil kulineran, dan aman tambah bini. Yeee kaan…? 😉

#ÀmaliyahṬoufānilAqṣō

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh