Semua Bisa Mengadu Kepada-Nya

Kalau di dalam Islām, benda itu dibagi dua, bernyawa atau tidak bernyawa.

Tidak bernyawa itu bukan berarti "mati". Tidak ada benda mati, karena semua makhluq itu berdzikir mengagungkan Allōh ﷻ‎, contohnya bukankah suara guruh itu adalah dzikirnya halilintar? Padahal halilintar itu adalah listrik.

Benda yang kita lihat "mati" itu tidak mati, contohnya saat kaumnya Nabī Mūsā عليه الصلاة والسلام menggosipkan bahwa Beliau kena sakit turun berok sebab tak pernah mau mandi sama-sama, lalu batu tempat Nabī Mūsā menaruh pakaiannya pun tiba-tiba melarikan baju Beliau sehingga tampaklah bagi kaumnya bahwa Nabī Mūsā itu baik-baik saja.

Atau potongan pohon qurma yang jadi tempat Baginda Nabī ﷺ‎ bersandar di minbar menangis ketika Baginda Nabī ﷺ‎ dibuatkan minbar yang baru.

Semua makhluq itu bisa bicara sesuai dengan bahasa yang Allōh ﷻ‎ tentukan atas mereka. Hanya kita saja yang tak mengerti bahasa mereka, sehingga kita tak tahu perasaan mereka. Bukankah Nabī Sulaimān bicara bahasa seluruh hewan?

Namun terkadang, Allōh ﷻ‎ jadikan hewan bicara kepada manusia, seperti ada kisah unta yang menangis kepada Baginda Nabī ﷺ‎, atau sapi yang protes ditunggangi, atau serigala yang bicara, semut yang ketakutan diinjak.

Intinya, semua bisa mengadu kepada Allōh ﷻ‎ kalau mereka dizhōlimi.

Karenanya jangan pernah sengaja zhōlim kepada makhluq bernyawa. Takutlah qishosh di Hari Penghabisan.

Astaghfirullōha wa atubu ilaihi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh