Memaksakan Hajatan Tahlilan Kematian

Berlalu foto ini di timeline saya Shubuh ini, yang qodarullōh bertepatan dengan setahun (Masehi) kepergian my betterhalf dan matinya Queen Elizabeth II. Foto ini membawa kembali memory kepada kejadian sekitar 14-15 tahun lalu saat saya menemani mendiang Ibunda roḥimahāllōh melayat anak dari sepupunya yang wafat yang rumahnya di suburb di Selatan Jakarta.


Saat itu warga di kampungnya itu memaksa untuk mengadakan tahlilan kematian 3 hari berturut-turut, 7 dan 10 hari (total 5x), yang mana setiap kali akan dihadiri 10 santri dan seorang ustādz, yang katanya mau mengkhotamkan al-Qur-ān tiap kali datang (masing-masing baca 3 juz secara simultan) untuk mengirim pahala bacaannya untuk si mayit.
Apa yang jadi masalah…?
Yang jadi masalah adalah kewajiban bagi tuan rumah menyediakan besek (berisi nasi dengan 2 lauk daging / telur & sayur) serta amplop Rp 20k untuk santri dan Rp 100k untuk ustādznya. Belum lagi harus sedia makanan untuk yang mungkin mau datang tahlilan.
Keluarga sepupu Ibunda roḥimahāllōh berkeberatan, karena anaknya yang meninggal itu qodarullōh hanya bekerja sebagai driver di Taxi Burung Biru, jadi untuk keluar uang setidaknya Rp 5juta (5 x Rp1 juta) untuk memenuhi permintaan warga akan tahlilan itu ya sangat berat bagi mereka.
Negosiasi dengan alasan "kami Urang Minang, tidak ada tahlilan kematian" buntu, karena warga bersikeras "jangan rusak tradisi kami di sini".
Subḥānallōh…!
Sayang langsung emosi mendengar hal itu, bagaimana tidak? Mereka mau mengirim pahala, tapi mengharap uang dalam amplop!?!
❌ Bagaimana mau ada pahala yang mau dikirimkan jikalau niyatnya saja untuk mendapatkan makanan & uang dalam besek…???
Hanya sama mendiang Ibunda roḥimahāllōh saya dilarang bicara. Akhirnya disepakati tetap ada acara tahlilan kematian, tetapi cuma 3 hari saja.
☠ Jelas itu adalah tradisi yang BURUK, ia sama sekali BUKAN bagian dari agama.
‼️ Karena di dalam agama kita jelas yang diperintahkan menyediakan makanan itu adalah para tetangganya, BUKAN keluarga yang sedang kematian…!
📌 Kata Baginda Nabī ﷺ ketika disampaikan kabar tentang wafatnya Ja‘far ibn Abī Thōlib رضي الله تعالى عنه:
اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ شَغَلَهُمْ
(arti) _“Siapkanlah makanan untuk keluarganya Ja‘far, karena telah terjadi kepada mereka suatu kejadian yang merepotkan mereka.”_ [HR Abū Dāwūd no 3132; at-Tirmidzī no 998; Ibnu Mājah no 1610; Ahmad no 1660].
Kalau di Padang, kami mayoritas adalah Muhammadiyah, maka sama sekali tak ada tahlilan kematian seperti di Jawa sini. Yang ada adalah para tetangganya yang datang membawakan makanan untuk penghuni rumah yang sedang bermushībah itu selama 3 hari berturut-turut. Intinya, jangan sampai kompor di rumah keluarga yang sedang bermushībah itu menyala untuk memasak. Bahkan, kalaupun tetangga datang untuk ta’ziyah & menghibur, maka mereka datang dengan membawa makanan & minuman sampai peralatan makan agar tak merepotkan tuan rumah…!
Begitulah ajaran Islām yang lurus…
🚫 BUKAN yang malah menambah masalah & kerepotan terhadap keluarga yang tengah dilanda mushībah sampai harus berutang bahkan mengemis untuk mengadakan tahlilan kematian seperti pada foto ini…

Sudah jatuh, tertimpa tangga, dilindas pula sama motor.
Semoga kejadian seperti ini semakin membuat kaum Muslimīn sadar untuk meninggalkan tradisi yang menyimpang dan kembali kepada ajaran Baginda Nabī ﷺ sebagaimana yang di‘amalkan oleh para Salafush-Shōlih.

نسأل الله السلامة والعافية في الدنيا والأخرة

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh