Greatest Calamity in Life

Mushībah terbesar yang mungkin terjadi di dalam hidup ini adalah Allōh ﷻ‎ cabut keīmānan dari dalam hati sanubari seseorang.


Takkan pernah ada mushībah yang besarnya dan buruknya melebihi dicabutnya īmān oleh Allōh ﷻ‎ dari dalam hati sanubari seseorang.

Kita tahu bahwa īmān itu bercabang dan bertingkat, ada 60-70 cabang (yang artinya sangat banyak) disebutkan oleh Baginda Nabī ﷺ‎, di mana yang paling tinggi adalah keTauhīdan dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalanan.

Maka Allōh ketika mencabut keīmānan dari hati sanubari seseorang belum tentu serta merta dicabut semuanya, tetapi hilang saja satu cabang, meskipun tak sampai hilang keseluruhannya, sudah mengakibatkan hal yang buruk pada seorang hamba.

Bayangkan, jika yang terendah menyingkirkan duri dari jalanan itu Allōh ﷻ‎ cabut, maka ia jadi tak peduli lagi terhadap keselamatan orang banyak, bahkan keselamatan dirinya sendiri!

Kadang jika semakin jauh dibiarkan, semakin futur, maka akan semakin banyak cabang-cabang īmān yang dicabut, sehingga semakin rusak pula perilaku seseorang.

Seperti dicabutnya kasih sayang…

Dicabutnya kesabaran…

Dicabutnya rasa malu…

Maka rusaklah seluruh perilaku, dan semakin terjerumus pada dosa dan kemaksiyatan…!

Apalagi dicabutnya keTauhīdan…

Na‘ūdzubillāhi min dzālik…

Hanya orang-orang terpilih yang menyadari bahwa īmān dan keseluruhan dari cabang-cabangnya itu adalah anugerah yang terindah dan teristimewa dari Allōh ﷻ‎ yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.

Mayoritas manusia tidak bersyukur kepada Allōh ﷻ‎ atas anugrah-Nya berupa keīmānan itu, karena berpikir bahwa anugerah itu bentuknya adalah harta yang banyak, karir yang moncer, jabatan yang tinggi, istri yang yang cantik, anak-anak yang cerdas dan berfisik indah, rumah yang luas, mobil yang keren…

Sehingga jarang yang meminta karunia keīmānan itu kepada Allōh ﷻ‎, padahal ia harus diminta!

Ingatlah bahwa Allōh ﷻ‎ itu sangat gembira melihat hamba-Nya meminta dan merengek kepada-Nya. Bahkan Baginda Nabī ﷺ‎ menyebutkan bahwa Allōh ﷻ‎ malu jika ada hamba-Nya yang meminta lalu tak diberi…

Maka, sudahkah kita benar-benar meminta kepada Allōh ﷻ‎ diberikan keīmānan yang utuh…?

Kita berdo'a:

ٱللّٰهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
{allōhumma mushorrifal qulūbi shorrif qulūbanā ‘alā thō‘atik}

(arti) _“Wahai Allōh, Dzat yang Memalingkan Hati Sanubari, palingkanlah hati kami kepada keta'atan pada-Mu.”_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh