Nabī ﷺ‎ Tidak Mendo'akan & Tidak Mensholātkan Jenazah Munāfiqīn




Dahulu ketika ‘Abdullōh ibn Ubai ibn Salūl (gembong kaum Munāfiqīn) mati, Baginda Nabī ﷺ‎ memang masih mensholātkannya, tetapi Allōh ﷻ‎ turunkan QS at-Taubah ayat 84 sebagai larangan.

📌 Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ

(arti) _“Dan janganlah sekali-kali kamu mensholātkan seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo'akan) di kuburnya. Sungguh-sungguh mereka telah kāfir kepada Allōh dan Rosūl-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fāsiq.”_

Semenjak turunnya ayat suci itu, Baginda Nabī ﷺ‎ tidak pernah lagi mensholātkan orang-orang Munāfiqīn di Madīnah yang mati.

Adapun siapa-siapa oknum Munāfiqīn di Madīnah ketika itu memang tidak pernah diumumkan oleh Baginda Nabī ﷺ‎, akan tetapi Baginda Nabī ﷺ‎ memberitahukan list-nya kepada Shohābat Hudzaifah ibn al-Yamān رضي الله تعالى. Sehingga sepeninggal Baginda Nabī ﷺ‎, Kholīfah ‘Umar ibn al-Khoththōb رضي الله تعالى عنه ikut tidak mensholātkan jenazah orang apabila Hudzaifah tidak mensholātkan jenazah tersebut.

ℹ️ Orang Munāfiqīn di Madīnah ketika itu sikap nifaqnya tak ditunjukkan terang-terangan, karena mereka menyembunyikannya, dan mereka pun masih duduk di majelis kajian Baginda Nabī, masih jadi ma’mum sholāt Nabī.

☠️ Akan tetapi itu sudah cukup menjadi larangan mensholātkan dan mendo'akan jenazah mereka. Itulah bentuk hukuman di Dunia bagi orang-orang Munāfiqīn.

❓ Maka apalagi kepada zindiq di Zaman Now yang terang-terangan tanpa tedeng aling-aling menunjukkan shifat nifaq dan kebenciannya kepada Islām?

❌ Jadi jelas larangan mendo'akan dan mensholātkan jenazah orang Munāfiqīn itu di dalam Islām. Biarkan saja keluarga inti atau pendukungnya yang melakukan, karena shifatnya adalah Fardhu Kifayah.

Saya sebenarnya tidak ingin menuliskan hal ini karena ini perkara sensitive, akan tetapi saya melihat puji-pujian bagi tokoh itu sudah berlebihan sampai bahkan ada yang menganggapnya sebagai "Waliyullōh" segala, na‘ūdzubillāhi min dzālik…

Padahal "dosa publik"nya juga sangat tidak main-main.

☠ Masih ingat kan tokoh itu membela mati-matian si Penista al-Qur-ān a Hog?

☠ Masih ingat kan tokoh itu membela agama Ahmadiyah dan menganggapnya sebagai bagian dari Islām?

Sebenarnya hanyalah tip of an iceberg dari pemikirannya saja, di mana jelas di dalam komentarnya pada pengantar buku "Ilusi Negara Islam" tokoh itu menuliskan bahwa kelompok yang ingin menegak Syari‘at Islām itu adalah "miskin peta sosiologis" dan ia dengan sinis mengatakan "dibayangkan dengan pelaksanaan syariah ini, Tuhan akan meridhai Indonesia". Pun dalam pidatonya pada memorial lecture dari seorang tokoh SePiLisme lain, ia mengatakan: "Kalau beragama secara hitam putih, mungkin lebih baik jadi atheis…"

🔥 Maka apa itu kalau bukan namanya sebagai membenci Syari‘at Islām…?!?

☠ Jelas kita kita saksikan secara zhōhir bahwa oknum itu bukanlah orang yang shiddīq di dalam mencari kebenaran, dan sampai di akhir hayatnya pun kita tidak mengetahui ia melakukan muhasabah dan taroju’ atas semua kesesatan dan kekufurannya. Oknum itu mati dengan lembaga yang didirikannya masih menjadi lembaga penyebar, penganjur, dan pembela paham dan pemikiran SePiLisme…!

❓ Lalu bagaimana kaum Muslimīn seharusnya menyikapi kematian orang fāsiq demikian?

Ternyata ada petunjuknya di dalam al-Hadīts sebagaimana diriwayatkan dari Shohābat Abū Qotadah al-Hārits ibn Rob‘ī al-Anshōrī رضي الله تعالى عنه.

📌 Kata Abū Qotadah رضي الله تعالى عنه:

أَنَّهُ كَانَ يُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ مُرَّ عَلَيْهِ بِجَنَازَةٍ فَقَالَ ‏:‏ مُسْتَرِيحٌ وَمُسْتَرَاحٌ مِنْهُ ‏؛ فَقَالُوا : مَا الْمُسْتَرِيحُ وَمَا الْمُسْتَرَاحُ مِنْهُ ؛ قَالَ :‏ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلاَدُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ

(arti) _“Suatu ketika Rosūlullōh ﷺ pernah dilewati jenazah, maka Beliau kemudian bersabda: "Ia sedang beristirahat atau (sesuatu -pent) telah diistirahatkan darinya". Maka para Shohābat pun bertanya: "Apa yang dimaksud dengan ia sedang beristirahat dan siapa pula yang dimaksud dengan telah diistirahatkan darinya?". Beliau ﷺ‎ bersabda: "Seorang hamba yang berīmān beristirahat dari penderitaan Dunia dan penganiayaan terhadapnya, sedangkan seorang hamba yang fājir (banyak berbuat dosa dan kemaksiyatan -pent) maka para hamba, negeri, pohon, dan binatang diistirahatkan darinya."”_ [HR al-Bukhōrī no 6512-3; Muslim no 950; an-Nasā-ī no 1930; Ahmad no 21497, 21531].

⚠️ Maka ucapan bagi orang fājir / fāsiq yang mati adalah "مُسْتَرَاحُ مِنْهُ" (Dunia diistirahatkan darinya).

Demikian Sunnah dari junjungan kita Baginda Nabī ﷺ‎.

Semoga dapat dipahami.

نسأل الله السلامة والعافية

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh