Belajar Kepada Khidhir?



Sebenarnya saya malas menanggapi topik ini, karena sudah agak liar, maka kita bahas secara logika saja ya?

Begini, menurut saya oknum yang mengaku-ngaku belajar kepada Khidir itu adalah orang yang sombong…!

Loh kok sombong…?

Iya, sombong! Bagaimana tidak? Nabī Mūsā عليه الصلاة والسلام saja harus berjalan jauh bersusah payah agar bisa bertemu dengan Khidhir, dan ketika sudah bertemu lalu Nabī Mūsā ingin belajar kepada Khidhir, maka Khidhir mengatakan Nabī Mūsā takkan sanggup belajar kepadanya karena tidak sabar.

Subhānallōh… iya, sekelas Nabī Mūsā dianggap oleh Khidhir tidak bisa bersabar untuk belajar kepadanya. Ya memang ternyata terbukti bahwa Nabī Mūsā hanya bisa membersamai Khidhir dalam waktu yang relative singkat dan hanya mendapat 3 pelajaran saja…!***

Lihatlah betapa Nabī Mūsā عليه الصلاة و السلام ternyata tidak bisa bersabar belajar dengan Khidhir, padahal Nabī Mūsā itu termasuk salah satu dari 5 orang Ūlūl-‘Azmi…!

Padahal, Ūlūl-‘Azmi itu adalah 5 nabī pilihan yang paling utama dari -wallōhu a‘lam- berapa banyak Nabiyullōh yang pernah diutus oleh Allōh ﷻ. Ūlūl-‘Azmi itu sangat spesial karena tantangan da‘wah mereka yang amat sangat berat (dibanding nabī-nabī yang lain), namun mereka dimampukan oleh Allōh ﷻ untuk meniti tugas da‘wah tersebut dengan penuh kesabaran.

☠️ Jadi di sinilah letak sombongnya oknum-oknum yang mengaku-ngaku belajar kepada Khidhir, karena mereka mengaku merekalah yang didatangi oleh Khidhir (bukan mendatangi), lalu diajari macam-macam oleh Khidhir (bukan mengamati). Kemudian setelah "lulus" diberikan kitāb, lalu mengaku bisa punya "kesaktian" macam-macam yang aneh-aneh…

⁉️ Intinya –kalau pakai bahasa anak Zaman Now– adalah: Jikalau Nabī Mūsā saja "tak lulus", masa iya manusia biasa bisa berhasil? Siape elooo…??? 🤦‍♂️

Heylooo… berarti lebih hebat dong dari Nabī Mūsā عليه الصلاة و السلام?

Na‘ūdzubillāhi min dzālik…

… … …

***Silakan lihat QS al-Kahf (18) ayat 60-82 beserta tafsirnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh