Perbandingan Yang Bâthil

Lihatlah screenshot dari sesengustad Pesbuk GPK Kokohiyyun ini… laqobnya "al-‘Allamah Logical Fallacy".

Oknum ngustad Pesbuk tersebut membawakan atsar tentang nasihat kepada Shohâbat yang mulia, ‘Utsmân ibn ‘Affân رضي الله عنه, dari Shohâbat yang mulia ‘Abdullôh ibn ‘Umar رضي الله عنهما, yang intinya mengatakan bahwa rakyat yang meminta ganti pemimpin hanya karena mereka tidak menyukainya, maka hal itu akan menyebabkan destabilisasi negara.

Baiklah, kita jawab pernyataan tersebut…

⚫ Pertama, apa yang dikutip tersebut adalah nasihat dari Shohâbat ‘Abdullôh ibn ‘Umar رضي الله عنهما kepada Kholîfah ‘Utsmân ibn ‘Affân رضي الله عنه, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imâm Ahmad ibn Hanbal رحمه الله…

Kata Ibnu ‘Umar رضي الله عنهما:

استشارني عثمان وهو محصور فقال ما ترى فيما يقول المغيرة بن الأخنس قلت ما يقول قال يقول ان هؤلاء القوم إنما يريدون ان تخلع هذا الأمر وتخلي بينهم وبينه فقلت أرأيت ان فعلت أمخلف أنت في الدنيا قال لا قلت أفرأيت ان لم تفعل هل يريدون على ان يقتلوك قال لا قلت أفيملكون الجنة والنار قال لا قلت فإني لا أرى أن تسن هذه السنة في الإسلام كلما استخطوا أميرا خلعوه ولا ان تخلع قميصا ألبسكه الله عز و جل

(arti) ‘Utsmân datang berkonsultasi kepadaku, pada waktu itu ia sedang dikepung oleh para pemberontak, katanya: "Apa pendapatmu mengenai apa yang dikatakan oleh al-Mughîroh ibn al-Akhnas?"
Kata Ibnu ‘Umar: "Apa yang ia katakan?"
Kata ‘Utsmân: "Katanya, para pemberontak itu hanya menginginkan supaya saya mundur dari kekuasaan dan menyerahkan kekuasaan kepada mereka."
Kata Ibnu ‘Umar: "Jika anda mengundurkan diri, apakah anda menjadi kekal di Dunia?"
Kata ‘Utsmân: "Tidak."
Kata Ibnu ‘Umar: "Kalau anda tidak menuruti permintaan mereka, apakah mereka punya alternative lain selain membunuh anda?"
Kata ‘Utsmân: "Tidak."
Kata Ibnu ‘Umar: "Apakah mereka yang memiliki Syurga dan Neraka?"
Kata ‘Utsmân: "Tidak."
Kata Ibnu ‘Umar: "Jikalau begitu, aku tidak ingin hal ini nantinya akan menjadi kebiasaan di dalam Islâm, bahwa setiap kali orang tidak suka dengan pemimpin mereka, lalu mereka akan melengserkannya. Dan aku tidak setuju anda melepaskan baju (kekholîfahan) yang telah Allôh pakaikan kepada anda." [lihat: Fadhâ-ilush Shohâbah I/473 no 767].

Jadi konteksnya adalah di mana pada saat itu Kholîfah ‘Utsmân sedang menghadapi pemberontakan, dan tentunya pernyataan Ibnu ‘Umar itu sudah benar sesuai konteksnya. Sebab tidaklah layak setiap kali rakyat tidak suka kepada pemimpinnya, lalu mereka minta ia diganti.

Makanya di dalam Islâm itu ada suatu dewan yang disebut "Ahlul Halli wal Aqdi" (semacam Dewan Negara, yang terdiri dari para pemimpin daerah / suku / golongan dan para ‘ulamâ’) yang berwenang untuk mengganti kholîfah. Jadi aspirasi ummat kalau ingin mengganti kholîfah, harus melalui Ahlul Halli wal Aqdi, dan itu bukan semata karena ketidaksukaan terhadap person, tetapi karena kesalahan yang fatal dari sisi si pemimpin tersebut.

⚫ Kedua, jelas-jelas NKRI ini adalah negara yang berazaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945, di mana pada UUD 1945 Pasal 7 dinyatakan bahwa: "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."

Jadi, pejabat presiden itu dipilih oleh rakyat setiap 5 tahun sekali, dan hanya untuk 2 periode saja. Jabatan presiden itu sama sekali bukan seperti jabatan kholîfah yang berdasarkan Syari‘at Islâm, di mana Kholîfah itu adalah jabatan seumur hidup.

Jadi, jika di tahun 2019 rakyat ingin person yang baru untuk menjadi pejabat presiden, maka hal itu sah-sah saja, dan tidak ada unsur ketidakta'atan dalam hal itu pada negara yang berdasarkan sistem demokrasi.

Adalah konyol lagi dungu kalau GPK Kokohiyyun berani mendakwa keinginan rakyat mengganti pejabat presiden di tahun 2019 itu sebagai bentuk dari bughôt (pemberontakan)…!!!

Tak hanya sampai itu saja…

Menurut UUD 1945 Pasal 7A: "Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden."

Jadi jelas kekuasaan itu pejabat presiden itu tidaklah mutlak, di mana ia bersyarat dan berjangka.

Sebab, pemilik kekuasaan yang sebenarnya menurut UUD 1945 adalah "Rakyat", sebagaimana yang dinyatakan oleh UUD 1945 Pasal 1 Ayat 2 bahwa: "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar."

Kemudian pada Ayat 3-nya dinyatakan pula bahwa: "Negara Indonesia adalah negara hukum."

Jadi, apabila sang Presiden dianggap oleh rakyatnya tidak perform dan tidak capable, maka maka sah-sah saja untuk rakyat memilih penggantinya di periode 5 tahun berikutnya, karena pejabat presiden itu hanyalah pejabat yang dipilih untuk memegang jabatan kepresidenan yang berdasarkan hukum dan perundang-undangan, dan ia harus ta'at kepada hukum dan perundang-undangan.

Menyamakan, apalagi menggunakan dalîl-dalîl tentang kholîfah yang syar‘i terhadap sesuatu jabatan yang sama sekali tidak berdasarkan syari‘at, maka itu adalah suatu bentuk kekonyolan yang sangat parah dan logical fallacy yang rusak - so sekarang paham kan kenapa oknum tersebut digelari "al-‘Allamah Logical Fallacy"?

⚫ Ketiga, kalau rakyat banyak punya aspirasi ingin mengganti pejabat presiden di periode 5 tahunan berikut, karena si pejabat yang sekarang dianggap tidak capable dan tidak perform, lalu kenapa perlu ditakut-takuti segala dengan perkataan: "Tidak selalu pemimpin yang buruk, penggantinya pasti lebih baik. Bisa jadi lebih buruk"…???

Memangnya sudah berprofesi jadi dukun ya sekarang…???

Atau mau pakai prinsip orang kâfir: "better the devil you know" ya…???

The odds are 50:50, or even much better if we look on who's surrounding him.

Makanya kita berdo'a kepada الله Subhânahu wa Ta‘âlâ agar diberikan ganti person yang memiliki managerial skill yang memadai, punya leadership quality yang mumpuni, memiliki integritas yang baik, dan sayang kepada rakyat muslim negeri ini.

Jadi, berpikir jernih saja dan gunakanlah akal sehat serta nurani yang lurus, lalu jauhi ajaran ‘aqidah rusak mutant hybrid abominasi "murji-ah ma‘al hukkâm, khowârij ma‘ad du‘ât" serta syubhât-syubhât yang didengung-dengungkan oleh GPK Kokohiyyun itu.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh