Kufur Karena Kepentingan Pertemanan

Katanya PSM SMC IAIN Salatiga tampil menyanyikan lagu di GKJ Sidomukti Salatiga, di mana acara tersebut terselenggara atas undangan dari pihak GKJ Sidomukti melalui salah seorang pembina lagu rohaninya yang juga kebetulan menjadi pelatih PSM SMC IAIN Salatiga.

Katanya kegiatan itu terselenggara karena "kepentingan pertemanan" antara SMC dan UKM Musik kampus lainnya termasuk UKSW.

"Kepentingan pertemanan" katanya…

Bagaimana syari‘at melihat hal ini?

Mari kita lihat sebuah kisah dalam Siroh Nabawiyah…

Dahulu para pemuka kaum Kâfir Quraisy pernah memberikan penawaran bahwa mereka akan masuk Islâm, disertai dengan janji bahwa mereka akan membiarkan da‘wah Nabî serta juga jaminan keamanan kepada Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم dengan sebuah syarat yang harus ditunaikan oleh Baginda Nabî…

❔ Syaratnya apa?

Yaitu Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم harus mau mengusap berhala-berhala mereka…

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ menceritakan:

وَإِن كَادُوا لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ ۖ وَإِذًا لَّاتَّخَذُوكَ خَلِيلًا

(arti) _“Dan sungguh-sungguh mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu mengada-adakan yang lain secara dusta terhadap Kami, dan jikalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi teman yang setia.”_ [QS al-Isrô' (17) ayat 73].

⚠ Perhatikan…!

Lihatlah betapa الله Subhânahu wa Ta‘âlâ menyatakan bahwa hampir-hampir saja orang-orang yang kâfir itu memalingkan Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم dari ajaran الله walau hanya dengan sekadar mengusap berhala secara zhohir – sedangkan secara bathin Beliau tetap mengingkari kekufuran.

❔ Kenapa hampir-hampir?

Dikarenakan sangat inginnya Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم terhadap keislâman para pemuka kaum Kâfir Quraisy itu, yang mana akan dampaknya adalah pada keislâman kaum Quraisy karena yang menjanjikan tersebut adalah para pemuka kaum Quraisy.

Tujuannya jelas adalah meraih mashlahat da‘wah berupa keislâman mereka.

Jadi hampir-hampir saja Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم memenuhi tawaran tersebut dengan anggapan bahwa hanya sekedar mengusap berhala saja bukanlah hal yang besar, sedangkan Beliau صلى الله عليه و سلم yakin hati Beliau tetap bersih dan mengingkari kekufuran, dan Beliau صلى الله عليه و سلم yakin bahwa الله Subhânahu wa Ta‘âlâ pasti tahu pengingkaran di dalam hati Beliau itu.

Sungguh perbuatan pengusapan berhala itu bukanlah perkara "syirik akbar", akan tetapi ia adalah perkara "perbuatan yang harôm".

Namun lihatlah betapa الله Subhânahu wa Ta‘âlâ mengatakan: "agar kamu mengada-adakan yang lain secara dusta terhadap Kami"…

❔ Kenapa?

Karena jikalau Baginda Nabî melakukan perbuatan mengusap berhala itu, maka tentunya itu akan mengundang pertanyaan dari para Shohâbat, kenapa Baginda Nabî sampai melakukan hal tersebut, padahal perbuatan itu dilarang oleh الله Subhânahu wa Ta‘âlâ. Kemungkinan selanjutkan hal itu akan mendorong Baginda Nabî  untuk mencari alasan untuk melegalkannya, sementara hal itu adalah berdusta atas nama الله atau mengada-adakan hal yang lain terhadap الله Subhânahu wa Ta‘âlâ.

Makanya kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ jikalau Baginda Nabî melakukan yang demikian itu, tentu para pemuka kaum Kâfir Quraisy akan menjadikan Beliau teman yang setia. Maksudnya andaikata Baginda Nabî melakukan apa yang mereka inginkan berupa pengusapan berhala, tentulah orang-orang yang kâfir itu memberikan kepercayaan, kedudukan, dan jabatan, kepada Baginda Nabî karena Beliau telah mengikuti ajaran dan tawaran mereka itu.

Maka sungguh-sungguh الله Subhânahu wa Ta‘âlâ telah melindungi Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم dari tipu daya Iblîs itu, sehingga Nabî صلى الله عليه و سلم menolak tawaran tersebut.

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ menceritakan:

وَلَوْلَا أَن ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا

(arti) _“Dan jikalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka.”_ [QS al-Isrô' (17) ayat 74].

⚠ Perhatikan…!

Sungguh الله Subhânahu wa Ta‘âlâ menurunkan ayat suci tersebut yang mengecam bisikan hati itu… dan lihatlah betapa الله menjelaskan bahwa Dia-lah yang telah meneguhkan hati Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم sehingga tidak cenderung kepada orang-orang yang kâfir itu dan tak mengikuti tawaran mereka.

Selanjutnya, الله Subhânahu wa Ta‘âlâ bahkan menjelaskan apa ancaman seandainya Baginda Nabî mengikuti tawaran orang-orang yang kâfir itu dan merealisasikannya dengan mengusap berhala.

🔥 Maka الله akan memberikan adzab di Dunia dan adzab di Âkhirot secara berlipat-lipat…!!!

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

إِذًا لَّأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا

(arti) _“Jikalau terjadi demikian, sungguh-sungguh Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di Dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat-ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami!”_ [QS al-Isrô’ (17) ayat 75].

Padahal itu hanya sekedar mengusap berhala… tidak lebih…

⁉ Maka apalagi halnya dengan menyanyi-nyanyi dalam ritual per‘ibadahan hari besar agama Nashrônî di Gereja?

Don't tell me it's okay, karena saya tahu betul per‘ibadahan orang Nashrônî itu seperti apa, dimana menyanyi itu adalah ritual per‘ibadahan bagi mereka di dalam misa-nya. Menyanyi itu adalah sembah-Hyang bagi orang Nashrônî di Gereja sebagaimana orang Muslim melakukan sholât di Masjid.

Maka dari itu…

☠ Siapa saja yang mengaku muslim, namun dengan sadar dan sukarela ikut berpartisipasi aktif dalam ritual per‘ibadahan orang kâfir – apalagi dalam acara resmi per‘ibadahan mereka di rumah ‘ibadahnya – maka secara zhohir ia telah batal Syahadatainnya, ia telah murtad, keluar dari agama Islâm…!

🔥 Tidak ada toleransi dalam ‘aqidah dan ‘ibadah.

Jika untuk kepentingan da‘wah saja tidak, maka apalagi hanya sekadar "kepentingan pertemanan"…?!?!

Bukankah telah sangat jelas guidelines-nya bagi Ummat Islâm…

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ۞ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ۞ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ۞ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ  ۞ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ۞ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

(arti) _“Katakanlah (wahai Muhammad): "Wahai orang-orang yang kâfir! Aku bukanlah penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak akan pernah (pula akan) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."”_ [QS al-Kâfirûn (109) ayat 1-6].

Berhati-hatilah dengan tipu daya kekufuran yang sangat halus di Akhir Zaman ini… yang saking halusnya, seseorang bisa dalam keadaan berîmân di pagi harinya, tapi di sore harinya telah kâfir, atau di malam harinya masih berîmân tapi tiba-tiba di pagi harinya sudah jadi kâfir.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِـي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا

(arti) _“Sungguh menjelang datangnya hari Qiyâmat akan muncul banyak fitnah yang besar bagaikan malam yang gelap gulita, pada pagi hari seseorang dalam keadaan berîmân namun menjadi kâfir di sore hari, di sore hari seseorang dalam keadaan berîmân namun menjadi kaafir pada pagi hari.”_ [HR Abû Dâwud no 4259, 4262, Ibnu Mâjah no 3961].

Pada hadîts riwayat at-Tirmidzî ada tambahan kalimat:

يَبِيعُ أَقْوَامٌ دِينَهُمْ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

(arti) _“Orang-orang akan menjual agamanya untuk keduniawian.”_ [HR at-Tirmidzî ni 2197].

❤ Kita berdo'a:

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئاً نَعْلَمُهُ وَ نَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُهُ
{allôhumma innâ na‘ûdzubika an nusyrika bika syay-an na‘lamuhu wa nastaghfiruka limâ lâ na‘lamuhu}

(arti) _“Wahai Allôh, sungguh kami berlindung kepada-Mu dari mempersekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami memohon ampunan kepada-Mu dari (mempersekutukanmu dengan) apa yang kami tidak ketahui.”_

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh