Central Bank Digital Currency

Jadi beberapa teman bertanya tentang bagaimana pendapat saya tentang "Rupiah Digital", maka sebelum saya membahas binatang yang namanya Rupiah Digital itu, hemat saya perlu dijelaskan dulu secara singkat dasar-dasar dari "uang", dan ini memang agak sedikit panjang…


So bear with me, please? Pardon me if my economics knowledge is a bit rusty…


🔴 PART I – Origin of Money & Commodity Money


▪ Asal Muasal Uang


Sejarah ummat manusia tak bisa terlepas dari yang namanya "uang" semenjak manusia berangkat dari level subsistence. Ketika manusia melakukan konsentrasi pekerjaan menjadi petani, peternak, nelayan, pengrajin, dan penyedia jasa, maka manusia awalnya melakukan barter untuk mendapatkan kebutuhannya. Akan tetapi yang namanya barter itu harus ada keadaan yang namanya "double coincidence of needs" (alias: keadaan kesalingbutuhan) agar bisa terjadi. Misal: Jika A yang petani dan B yang peternak, mereka harus sama-sama dalam keadaan saling membutuhkan produk satu sama lainnya apabila ingin melakukan barter. Kalau tidak, maka barter takkan bisa terjadi. Akibat dari keharusan adanya double coincidence of needs tersebut maka seringkali orang tak bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya secara langsung, sebab barang / jasa yang dibutuhkannya dihasilkan oleh orang yang sedang tak membutuhkan barang / jasa yang dihasilkan olehnya.


Apa daya?


Awalnya mungkin bisa disiasati dengan mencari pihak ketiga yang membutuhkan barang / jasa yang dihasilkannya yang menghasilkan barang / jasa yang dibutuhkan oleh pihak yang ia butuhkan barang / jasanya. Sederhananya: A butuh barang / jasa B, tapi B sedang tak butuh barang / jasa A. Namun ada C yang butuh barang / jasanya A, sedangkan si C ini menghasilkan barang / jasa yang dibutuhkan oleh si B.


Rumit? Padahal itu pihaknya baru hanya 3 loh? Coba kalau 4, 5, dst? Intinya, barter ini TIDAK PRAKTIS kalau peserta transaksi banyak, tempatnya berjauhan, dan belum lagi kalau barangnya bervolume dan massa jenisnya tinggi.


So the MONEY was invented by human… well, not really, karena Allōh ﷻ lah yang mengilhām demikian kepada manusia. Harus ada sesuatu yang menengahi semua ini agar orang bisa mendapatkan barang & jasa yang dibutuhkannya tanpa harus kesulitan mencari-cari siapa yang harus ia lakukan barter dengannya.


Untuk itu, uang itu haruslah sesuatu yang dengannya orang bisa:

⑴ melakukan pertukaran dengannya,

⑵ melakukan standar penghitungan dengannya,

⑶ menyimpan nilai dengannya (sesuatu yang memiliki nilai intrinsik alias ia sendiri berharga), dan

⑷ melakukan standardisasi utang-piutang.



Maka orang pun mencari apa yang langka dan berharga yang bisa dijadikan sebagai uang, contohnya:

- garam (dipakai sama Romawi Kuno untuk membayar tentaranya),

- cangkang kerang,

- batu besar dengan bentuk tertentu,

- biji-bijian (gandum),

- gigi ikan paus,

- teh, dan

- logam mulia (semisal: emas, perak, tembaga, platina, dan paladium).


Maka lahirlah jenis uang yang pertama, yaitu:


▪ Commodity Money



Adalah emas & perak yang dianggap sebagai commodity money universal, karena hampir tak ada kebudayaan dalam sejarah ummat manusia yang tak menganggap emas & perak itu tak berharga. Ya memang sudah SUNNATULLŌH kinclongnya żat emas yang terbentuk saat kejadian teramat dahsyat bernama: "Supernova" itu ditanamkan oleh Robbul-Ȁlamīn ke dalam instinct manusia sebagai sesuatu yang "sangat berharga". Selain itu karena jumlahnya juga sangat terbatas – bayangkan saja, sepanjang 6.000 tahun sejarah manusia, emas yang berhasil ditambang itu lebih kurang 200ribu Metric Ton, atau rata-rata 30 MT saja per tahun!


Seiring perjalanan waktu, dan manusia terus memakai emas sebagai uang sampai paruh akhir Abad XX, orang merasa bahwa membawa-bawa commodity money (apapun bentuknya) itu adalah tak praktis dan tentunya juga tak aman. Maka orang pun memikirkan bagaimana caranya menyederhanakan situasi tersebut.


Maka lahirlah bentuk uang kedua, yaitu:


▪ Fiat Money


Fiat Money (Uang Fiat) ini mudahnya adalah "uang pernyataan". Dinamakan demikian karena ia dianggap bernilai disebabkan adanya dekrit (pernyataan resmi oleh penguasa). Asal kata fiat adalah "fieri" dalam Bahasa Latin yang artinya adalah "dekrit". Jadi nilai Fiat Money ini adalah sesuai apa yang dinyatakan oleh UU atau dekrit dari Pemerintah.



Intinya, Fiat Money bernilai karena penguasa menyatakan bahwa ia bernilai. Kalau penguasanya tumbang, maka nilainya pun tumbang. Contohnya adalah "Nederlands-Indische Gulden" ketika Jepang masuk di tahun 1942 langsung hancur nilainya.



Begitu juga ketika Jepang kalah, lalu Sekutu masuk ke Indonesia, maka "Dai Tō-A Sensō Gunpyō" pun nilainya langsung hancur.



Fiat Money dalam bentuk kertas pertama diciptakan di China sekira Abad VII yang dinamakan "Jiaozi". Jiaozi ini adalah jenis dari Fiat Money "FULLY BACKED FIAT MONEY" karena ia sebenarnya "surat utang" dari Pemerintah untuk membayarkan sejumlah emas / perak kepada orang yang menunjukkan Jiaozi itu kepada Pemerintah.



Uang kertas ini berkembang pesat di Eropa terutama ketika orang-orang Naṣrōnī Eropa melakukan ziyaroh ke Filiṣtīn. Para peziyaroh butuh uang untuk bekal, akan tetapi berat kalau harus membawa-bawa koin emas / perak, dan tentu saja tak aman karena rentan jadi korban kejahatan begal di jalanan. Maka muncullah orang-orang yang menyediakan jasa penitipan di mana peziyaroh menyetor sejumlah uang di tempat asalnya, lalu diberikan surat oleh si tempat penitipan. Lalu surat itu dibawa oleh si peziyaroh ke Filiṣtīn dan ditukar lagi ke perwakilan tempat penukaran, dan si peziyaroh pun diberikan uang sebesar yang dititipkannya. Nah inilah muncul yang namanya: BANK. Pada masa Perang Salib, fungsi bank ini dilakukan satunya yang paling besar oleh organisasi: Knights of Templar.



Karena praktisnya uang kertas itu, lama-lama orang tak lagi menukarkan koin yang dititipkannya. Mereka langsung saja mempertukarkan "uang kertas" atau "surat utang" tadi itu. Para pemilik tempat penitipan pun menyadari ini karena orang sangat jarangnya orang yang menarik titipannya. Maka di sini lahirlah ide kenapa uang titipan ini tak diputarkan saja dalam bentuk pinjaman atau memodali usaha (investasi)? Maka lahirlah: "MONEY CREATION BY BANKING SYSTEM".


Karena sistem tersebut maka menjadi kaya-raya lah Knights of Templar ini, sampai-sampai mereka menjadi tempat para raja di Eropa meminjam uang – tentunya dengan interest (baca: ribā) lah ya? Sampai pada akhirnya Raja Philip IV dari Prancis tak terima keadaan itu, lalu ia memanfaatkan Paus Clement V untuk memfitnah Knights of Templar sehingga Philip bisa membuat utangnya yang telah bertumpuk hilang, lalu menjadi tambah kaya lagi dengan menyita kekayaan Knights of Templar setelah ia membantai para tokoh Knights Templar di tiang pembakaran.


Oya, ada satu lagi yang sangat jago soal ini sejak masa ratusan tahun lalu, yaitu: kaum YAHŪDI. Well… pasti pernah dengar nama-nama semisal: Rothschild, Sassoon, Sebag-Montefiori, Warburg, Lehman, Goldman, Sachs, Kadoorie, Salomon, Schroeder, Hambro, Seligman, Péreire, Montagu, Lazard, Seif, Stern, Goldschmidt, Wasserman, Hirsch, Speyer-Elissen, Erlanger, Gutmann, Wagg, Lippman, Meyer, Erlanger, Japhet, Cassel, Wertheimer, Gompertz, dlsb. Nama-nama yang di zaman sekarang menjadi Global Financial Powerhouse (baca: Rentenir kelas Dunia).


🔴 PART II – Currency Debasement, Inflation, & Fully Backed Fiat Money


Uang itu umumnya dikeluarkan oleh penguasa. Contohnya koin-koin emas / perak kuno di zaman Romawi & Persia yang ditempa dengan wajah dari raja yang berkuasa pada saat itu. Pada zaman Ḳolīfah kaum Muslimīn, Dīnār & Dirham ditempa dengan nama Ḳolīfahnya – pada zaman Nabī ﷺ & al-Ḳilāfatur-Rōṡidah, Dīnār (emas) itu adalah uang keluaran Persia sedangkan Dirham (perak) itu adalah uang keluaran Byzantium, dan baru tahun 77 H pada masa Ḳolīfah Banī Ùmayyah, Àbdul-Mālik ibn Marwan, maka koin Dīnār Muslimīn pertama ditempa.


Unik ya, ternyata orang Àrab Muslimīn pada masa Nabī dan al-Ḳilāfatur-Rōṡidah serta Ḳilāfah Banī Ummayyah masih pakai koin emas Kerajaan Persia dan koin perak Kekaisaran Romawi? Ia memang karena tak ada masalah sama sekali, sebab: "GOLD IS GOLD"…!


▪ Currency Debasement & Inflation


Pada negara-negara orang Kāfir, penguasa seringkali tak jujur terhadap rakyatnya di dalam masalah moneter. Mereka mengurangi takaran & berat dari logam mulia ketika mereka menempa / mencetak uang. Misalnya harusnya untuk 1 koin emas dibutuhkan 1 Gram, maka dikurangi sedikit beratnya (misal 0,05 Gram) dengan mengurangi ketebalan koin. Inilah yang dikenal dengan istilah "CURRENCY DEBASEMENT" – atau dalam terminologi Ṡarīàt Islām digolongkan dengan nama "Ribā Faḍl".


Untuk apa?


Ya apalagi kalau bukan agar bisa mencetak uang lebih banyak lagi untuk membiayai proyek, semisal: istana atau bangunan publik lainnya, membiayai tentara / perang, atau bahkan untuk foya-foya. Jaman dulu belum ada istilah "infrastruktur". Tentunya rakyat lama-lama menyadari hal ini, dan mereka pun merasa bahwa harga sudah tak lagi tepat untuk barang / jasa yang mereka hasilkan. Akibatnya rakyat pun meminta pembayaran koin yang lebih banyak daripada sebelumnya, sehingga terjadilah apa yang kita kenal dengan fenomena "INFLASI".


Seiring dengan kemajuan teknik metalurgi, maka penguasa pun melakukan currency debasement bukan lagi dengan cara mengurangi timbangan, akan tetapi dengan mencampur logam mulia dengan logam yang lebih murah. Awalnya emas dicampur dengan sedikit perak, dan lama-lama rasio / konsentrasi emasnya semakin dikurangi terus hingga emas jadi yang malah minoritas rasionya. Bahkan bukan hanya itu, emas lalu dicampur dengan logam yang lebih murah lagi semisal tembaga atau timah.


Korban dari currency debasement atau inflasi ini bukan hanya dari kalangan rakyat biasa saja, akan tetapi para penguasa itu sendiri juga jadi korbannya. Bahkan bangsa atau peradaban pun pada akhirnya yang jadi korban!


Tak percaya?


Mari kita simak kasus "Denarius Romawi", yaitu koin perak yang diperkenalkan sekira tahun 211 BCE dan menjadi tulang punggung perekonomian Romawi selama berabad-abad. Denarius digunakan di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi untuk perdagangan, upah, dan transaksi keseharian. Selama beberapa abad, dimulai dari Republik Romawi yang dilanjutkan Kekaisaran Romawi, perekonomian Romawi berkembang pesat dan menikmati periode panjang tanpa inflasi disebabkan karena mereka menjalankan sistem moneter & finansial yang "sehat" (baca: berat serta kadar emas & perak tak diubah-ubah).



Namun, stabilitas ini tak dilanjutkan oleh para penguasa Romawi di periode paruh akhir Abad III. Pada tahun 284, Kaisar Diokletianus membuat keputusan untuk membagi Kekaisaran Romawi menjadi 4 wilayah, dan karena kekaisaran terus berkembang maka Dioklenatius menghadapi peningkatan utang & biaya untuk menjalankan pemerintahan & operasi militer. Apa akal? Dioklenatianus pun menurunkan nilai Denarius dengan carra mengurangi kandungan peraknya. Tujuannya adalah untuk menambah cadangan perak Kekaisaran sehingga bisa menambah jumlah uang beredar. Harapannya adalah rakyat tak tahu, dan pada awalnya memang tak kentara sehingga penurunan nilai ini tampak efektif. Namun currency debasement ini terus meningkat seiring dengan memburuknya tekanan finansial pada Kekaisaran sehingga Denarius yang tadinya kandungan peraknya sekira 90-95% (pada masa Augustus) anjlok kadarnya hingga jadi sekitar 30% (pada akhir Abad III).


Penurunan nilai yang drastis ini menyebabkan inflasi merajalela, mengikis daya beli Denarius dan menyebabkan tingkat harga melonjak di mana-mana. Rakyat Kekaisaran Romawi kehilangan kepercayaan terhadap penguasanya, bahkan mereka melumerkan Denarius untuk membuat koin palsu! Akhirnya penguasa pun melakukan keburukan yang sama dengan terus melakukan currency debasement. Inilah fenomena "BAD MONEY DRIVES OUT GOOD" atau Gresham's Law.



Perekonomian Kekaisaran Romawi yang tadinya hebat pun jadi goyah & hancur akibat dari currency debasement. Terkikisnya nilai Denarius, yang dulunya merupakan koin dengan kemurnian perak tinggi jadi tinggal sekedar token saja. Itu berakibat pada kerusakan stabilitas perekonomian Kekaisaran Romawi yang kemudian menyebabkan kerusuhan sosial, penurunan perdagangan, dan melemahnya kekuatan militer, dan final blow runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada Abad IV. Kisah currency debasement Denarius seharusnya menjadi pengingat akan konsekuensi kesalahan pengelolaan fiskal & pentingnya menjaga integritas mata uang.


▪ Full Gold Standard Money


Masih ingat kisah "uang kertas" yang telah dibahas sebelumnya? Ketika penguasa di berbagai negara menerbitkan "Fiat Money" (entah itu bentuknya kertas atau koin logam yang nilai intrinsiknya sangat kecil semisal dari tembaga, besi, atau timah), maka awalnya mereka menetapkan bahwa mata uangnya dasari sejumlah emas atau perak (underlying asset). Maka lahirlah fenomena "FULLY BACKED FIAT MONEY". 



Adapun Full Gold Standard adalah sistem moneter di mana Uang Fiat dapat secara bebas diubah menjadi emas dalam jumlah tertentu → emas mendukung nilai uang.


Gold Fever besar pertama yang terjadi di Benua Amerika pada Abad XV dan penjarahan harta karun dari "Virreinato de Nueva España" oleh Spanyol, meningkatkan pasokan emas di Eropa sebanyak 5x lipat pada Abad XVI. Demikian pula efek dari Gold Fever berikutnya di Amerika, Australia, dan Afrika Selatan yang terjadi pada Abad XVIII-XIX.


Seiring dengan mulai penggunaan uang kertas di Eropa pada Abad XVI dan penggunaan instrumen utang yang diterbitkan oleh pihak swasta. Maka terjadilah "pertarungan" antara uang kertas dengan koin emas, walau demikian koin emas & emas batangan terus mendominasi sistem moneter Eropa. Adapun uang kertas baru mulai mendominasi pada Abad XVIII. Pertarungan antara uang kertas dengan koin dan emas batantan pada akhirnya dikompromi dengan penerapan "GOLD STANDARD".


Contoh kasus fully backed fiat money ini dapat diamati pada uang koin emas Amrik. Konstitusi Amrik pada tahun 1789 memberi Kongres hak untuk mencetak uang dan kekuasaan untuk mengatur nilainya. Selain menerbitkan uang kertas dan uang koin dari logam yang murah, penguasa Amrik juga mencetak koin emas (American Gold Dollar) mulai tahun 1795, yang terdiri dari: US$ 1 (1836 - kandungan emas murni 1,504 Gram), US$ 2,5 (1796 - kandungan emas murni 3,764 Gram), US$ 3 (1854 - kandungan emas murni 4,513 Gram), US$ 5 (1795 - kandungan emas murni 7,527 Gram), US$ 10 (1795 - kandungan emas murni 16,037 Gram), dan US$ 20 (1861 - kandungan emas murni 33,436 Gram).



Uang kertas Amrik itu dulu begitu tinggi nilainya dari tahun 1879 s/d 1933 karena pemerintahnya menggunakan sistem moneter "FULL GOLD STANDARD" di mana US$1 itu ditetapkan nilainya setara dengan 1,504 Gram emas.


Sistem "Gold Standard" ini dianut hampir oleh semua negara di Dunia ketika itu.


Mungkin ada pertanyaan kenapa perak tersingkir sebagai standar nilai uang? Maka itu tak lain karena perak jumlahnya secara alamiah memang jauh lebih besar daripada emas, sehingga rasio pertukarannya terus berubah. Buktinya pada awal Abad VII (di zaman Nabī) rasio emas dengan perak adalah 1 : 10, lalu bergerak jadi 1 : 15-16, sampai di masa sekarang rasionya jadi sekira 1 : 80.


Kembali ke Full Gold Standard Money, maka Amerika adalah negara terakhir yang menggunakan sistem tersebut. Berakhirnya adalah ketika Franklin D Roosevelt (FDR) berkuasa di era "Great Depression" (1929-1939), yang dipicu oleh Wall Street Crash pada 24 Oktober 1929 (Black Tuesday), maka FDR pun mengubah sistem moneter Amrik menjadi "PARTIAL GOLD STANDARD" di tahun 1933.


🔴 PART III – Partially Backed Fiat Money


▪ Partial Gold Standard


Pasca terjadinya Perang Dunia I, aliansi politik di Dunia pun berubah. Utang internasional meningkat dan memburuknya kondisi keuangan pemerintah terjadi di mana-mana. Meskipun standar emas tak diganti atau dibekukan sama sekali, namun standar tersebut berada dalam ketidakpastian selama Perang Dunia I akibat pemerintah butuh biaya besar dalam membiayai mesin perangnya. Akibat dari kakunya sistem Full Gold Standard itu, penguasa ingin menciptakan suatu sistem moneter yang lebih fleksibel yang bisa mereka atur dan manipulasi sesuai keinginan mereka dalam menjalankan kebijakan fiskal dan moneter.



Pada saat yang sama, keinginan untuk kembali ke masa Full Gold Standard yang "indah" masih tetap kuat di antara negara-negara. Namun sayangnya pasokan emas Dunia terus tertinggal dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi global. Seiring dengan itu Pound Inggris (GB£‎) dan US Dollar (US$) dijadikan sebagai global currency reserve karena status keduanya yang adalah pemenang Perang Dunia I, dan perekonomian keduanya pun juga paling kuat di Dunia. Negara-negara kecil pun jadi lebih banyak memegang kedua mata uang tersebut dibandingkan dengan memegang cadangan emas. Hal ini mengakibatkan peningkatan konsolidasi cadangan emas ke tangan beberapa negara besar (Amrik, Inggris, Prancis).


Wall Street Crash pada tahun 1929 hanyalah gong dan satu penyebab dari periode "The Great Depression" (1929-1939), sedangkan penyebab pokok utamanya adalah:

- nilai Pound Inggris (GB£‎) dan Franc Prancis (FF) yang tak selaras dengan mata uang lainnya (walau sama-sama masih Full Gold Standard),

- utang perang & repatriasi masih menghambat Jerman,

- harga-harga komoditas yang ambruk, dan

- kesulitannya Dunia Perbankan.


Banyak negara mencoba untuk melindungi cadangan emas mereka dengan cara menaikkan tingkat suku bunga agar investor dan masyarakat tetap menyimpan simpanan mereka dalam bentuk deposito (uang) daripada mengubahnya menjadi emas. Namun, tingkat suku bunga yang lebih tinggi ini justru semakin memperburuk keadaan perekonomian global. Pada tahun 1931, sistem Gold Standard di Inggris terpaksa di. Waktu itu hanya AS & Prancis saja yang memiliki cadangan emas dalam jumlah besar.


Kemudian, pada tahun 1934 Pemerintah Amrik mendevaluasi mata uang US$ mereka dari dari $20,67 / troy ounce menjadi $35 / troy ounce, yang mana itu meningkatkan jumlah uang kertas yang diperlukan untuk membeli satu troy ounce emas dan tujuannya membantu memacu perekonomiannya. Sebelumnya FDR juga mengeluarkan dekrit melarang warganya memiliki koin / batangan emas lebih dari 5 troy ounce (155,517 Gram).


Saat negara-negara lain mengubah kepemilikan emas mereka menjadi lebih banyak mata uang US$, devaluasi secara dramatis US$ langsung terjadi. Harga emas yang lebih tinggi ini meningkatkan konversi emas menjadi US$, sehingga secara efektif memungkinkan AS untuk menguasai pasar emas Dunia. Produksi juga emas melonjak sehingga pada tahun 1939 jumlahnya cukup untuk menggantikan seluruh mata uang global yang beredar.


▪ IMF & IBRD / WB


Menjelang berakhirnya Perang Dunia II, tangal 1-22 Juli 1944 negara-negara Sekutu bertemu di Bretton Woods yang melahirkan "Bretton Woods Agreements" yang kemudian menjadi kerangka kerja pasar mata uang global hingga tahun 1971.


Ada 4 hal yang disepakati 44 negara yang hadir pada pertemuan (namanya: "United Nations Monetary and Financial Conference") di Bretton Woods itu, yaitu:

⑴. Tentang sistem nilai tukar mata uang asing yang dipatok namun dapat disesuaikan (adjustable peg): nilai tukar dipatok pada emas, sedangkan Pemerintah secara normatif hanya mengubah nilai tukar untuk memperbaiki "fundamental disequilibrium" yang terjadi.

⑵. Negara-negara anggota berjanji untuk membuat mata uang mereka dapat dikonversi untuk transaksi terkait perdagangan dan Neraca Transaksi Berjalan. Namun terdapat ketentuan-ketentuan transisi yang memperbolehkan penundaan yang tak terbatas dalam implementsi kewajiban tersebut. Perjanjian IMF (International Monetary Fund) secara eksplisit mengizinkan negara-negara anggota untuk mengatur aliran modal. Tujuan dari konvertibilitas Neraca Transaksi Berjalan secara luas baru dapat dilaksanakan pada bulan Desember 1958, yaitu pada saat mata uang negara-negara anggota IMF di Eropa Barat dan koloninya menjadi dapat dikonversi.

⑶. Karena ada kemungkinan nilai tukar yang ditetapkan tak menguntungkan posisi Neraca Pembayaran suatu negara, maka Pemerintah mempunyai kewenangan untuk merevisinya hingga 10% dari tingkat yang disepakati ("nilai nominal") tanpa boleh ada keberatan dari IMF. IMF dapat menyetujui atau menolak perubahan hanya apabila melebihi batas tersebut. IMF tak dapat memaksa anggotanya untuk membatalkan perubahan, akan tetapi dapat menolak akses anggota tersebut terhadap sumber daya keuangan IMF.

⑷. Semua negara anggota diwajibkan untuk menjadi pemodal IMF. Keanggotaan IBRD (International Bank for Reconstruction & Development) – yang kemudian menjadi WB (World Bank) – dikondisikan untuk harus menjadi anggota IMF juga. Pemungutan suara di kedua lembaga tersebut dibagi berdasarkan formula yang memberikan bobot lebih besar kepada negara-negara yang menyumbang lebih banyak modal (istilahnya: "kuota") kepada IMF.


Di dalam sistem Bretton Woods, semua mata uang nasional dinilai dalam kaitannya dengan US$ yang mengakibatkan US$ menjadi mata uang cadangan internasional. US$ pada gilirannya dapat dikonversi menjadi emas dengan kurs tetap US$35 / troy ounce. Sistem keuangan global terus beroperasi berdasarkan standar emas meskipun secara tak langsung. Inilah yang kemudian dikenal sebagai: "PARTIAL GOLD STANDARD".


Bretton Woods Agreement tersebut menghasilkan hubungan yang menarik antara emas dengan US$ dari waktu ke waktu. Dalam jangka panjang, penurunan US$ berarti kenaikan harga emas – walaupun dalam jangka pendek hal ini tak selalu demikian.


Pada akhir Perang Dunia II, Amrik memiliki 75% cadangan emas moneter Dunia, dan US$ adalah satu-satunya mata uang yang masih di-back up secara langsung dengan emas. Namun ketika Dunia kembali mengalami proses pemulihan, maka cadangan emas Amrik terus-menurus turun karena uang mengalir ke negara-negara yang mengalami proses pemulihan, dan ditambah lagi tingginya permintaan impor dalam negeri Amrik sendiri. Tingkat inflasi yang tinggi pada akhir Dekade 1960an (akibat perang Amrik di Vietnam) mengakibatkan semakin hilangnya keinginan mempertahan Gold Standar.


Sebenarnya inti dari pembentukan IMF & IBDR / WB itu adalah Amrik dan Sekutunya ingin mengatur Dunia secara perekonomian (baca: Imperialisme Ekonomi).


▪ Gold Pool


Pada tahun 1968, Gold Pool (yang terdiri dari Amrik dan beberapa negara Eropa) berhenti menjual emas di pasar London, sehingga pasar dapat dengan bebas menentukan harga emas. Dari tahun 1968 hingga 1971, hanya Bank Sentral yang dapat melakukan perdagangan dengan Amrik dengan harga $35 / troy ounce. Dengan menyediakan cadangan emas yang besar, harga pasar emas dapat dijaga agar tetap sejalan dengan tingkat paritas res. Hal ini mengurangi tekanan pada negara-negara anggota untuk mengapresiasi mata uang mereka guna mempertahankan strategi pertumbuhan yang didorong oleh ekspor. Akan tetapi meningkatnya daya saing negara-negara di Asia – dimulai dari Jepang, lalu Korea Selatan, dan para "Asian Tigers" (Thailand, Indonesia, Malaysia) – ditambah dengan monetisasi utang untuk membiayai program jaringan pengaman sosial dan perang di Vietnam, sangat membebani Neraca Pembayaran Amrik.


Sebenarnya beban pada Neraca Pembayaran Amrik itu sudah dimulai saat surplus berubah menjadi defisit pada tahun 1959, dan meningkatnya kekhawatiran bahwa negara-negara di Dunia akan mulai menukarkan asset mereka yang berdenominasi US$ dengan emas. Senator John F Kennedy di dalam pidato kampanye kepresidenannya, menyatakan dengan tegas bahwa ia takkan berupaya mendevaluasi US$ apabila ia terpilih.


Sistem Gold Pool ini runtuh pada tahun 1968 ketika negara-negara anggota enggan bekerja sama sepenuhnya dalam mempertahankan harga pasar dengan harga emas Amrik. Pada tahun-tahun berikutnya, Belgia dan Belanda mengkonversi US$ mereka untuk emas. Kemudian Jerman dan Prancis juga menyatakan niyat yang sama. Pada bulan Agustus 1971, Inggris meminta pembayaran dengan emas, sehingga memaksa Presiden Richard Nixon untuk secara resmi menutup "Gold Window". Gong terakhir adalah pada tahun 1976 di mana secara resmi US$ tidak lagi dikaitkan dengan emas dan inilah yang menandai berakhirnya Gold Standar.


▪ What They Really Want


Sebenarnya kasus berakhirnya Gold Standard ini memperlihatkan kepada kita beberapa hal:

⑴. Uang itu WAJIB HARUS sesuatu yang berharga seperti emas. Karena 4 hal yang menjadi ṣifat dasar (property of money) – ingat kan pada Part I?

⑵. Emas itu komoditas, dan harganya juga tergantung demand & supply. Namun secara garis besar, ia adalah benda langka yang sangat berharga dan selamanya akan tetap berharga (bahkan di Syurga kelak juga benda-benda terbuat dari emas).

⑶. Jiwa imperialisme Barat yang ingin menjajah Dunia sekalipun mereka mengakui adanya "The Four Freedoms" sehingga mereka mencari-cari akal bagaimana bisa tetap menguasai Dunia melalui industri keuangan.


🔴 PART IV – Debt Based Money


▪ "Nothing" Called Money


Setelah berakhirnya sistem Gold Standard, maka mata uang yang kita pakai sekarang ini benar-benar adalah murni Fiat Money, dalam arti ia bernilai karena penguasa yang mengatakan bahwa ia bernilai. Dasarnya adalah "kekuasaan", karena tak ada nilai intrinsik, bahkan underlying-nya pun tak ada. Well, Otoritas Keuangan mungkin bisa mengatakan bahwa tak begitu juga karena ada "cadangan devisa", ada juga sedikit emas… akan tetapi devisa itu apa sih? Ya mata uang asing, yang dasarnya juga sama, yaitu: NOTHING!



Lihatlah mata uang Amrik (US$) semenjak dari berakhirnya sistem Gold Standard di Dekade 1970an, maka US$ tak lagi dapat ditukarkan dengan emas, dan sebaliknya harga emas tak lagi ditetapkan pada jumlah US$ tertentu.


Jadi apa dasarnya US$ itu bernilai?


Tak ada… iya, memang tak ada! Pemerintah Amrik bisa seenaknya menambah (baca: mencetak uang melalui The Federal Reserve Bank) jumlah uang beredar dengan cara: "MENGELUARKAN SURAT UTANG". Artinya, Pemerintah Amrik bisa menciptakan lebih banyak uang kertas berapapun juga yang diinginkan selama "kesehatan perekonomian" Amrik mampu mendukung nilai US$. Konsekwensinya, apabila perekonomian terhenti, nilai US$ akan turun baik secara domestik melalui inflasi maupun secara internasional melalui depresiasi nilai tukar US$.


Akan tetapi, karena perekonomian Amrik adalah perekonomian terbesar di Dunia, maka kehancuran perekonomian Amrik akan menjerumuskan Dunia ke dalam era kegelapan finansial, sehingga banyak negara & entitas finansial di Dunia berusaha mati-matian untuk memastikan hal tersebut agar tak pernah terjadi.


Hebat ya Amrik? Makanya walau Pemerintah Amrik terus menaikkan jumlah utang dan Kongres berusaha "melawan"nya, di mana terakhir terjadi krisis Debt Ceiling di 19 Januari 2023 lalu dan berakhir di 2 Juni dengan ditandatanganinya "Fiscal Responsibility Act of 2023", tetap saja ujung-ujungnya mereka bisa mencetak terus uang untuk membiayai perang di Ukraina dan sekarang membantu Yahūdi Zionist Isra-Hell dalam melawan H4M4S.


▪ Theories Behind Debt Based Money


Saat ini, nilai uang semua mata uang di Dunia ditentukan semata-mata oleh PURCHASING POWER (daya beli)nya, atau ditentukan oleh tingkat inflasi. Iya, nilai uang itu ditentukan oleh inflasi! Konyol kan? Uang ditentukan nilainya sama inflasi, sementara inflasi itu sendiri adalah kenaikan tingkat harga secara umum. Persis lingkaran Ṡaiṭōn yang tak berujung & tak berakhir membuat manusia berputar-putar dalam kesesatan & kebingungan. Mungkin ini yang dimaksud oleh Allōh ﷻ‎ bahwa orang yang meribā itu berdirinya layaknya orang gila akibat kesurupan Ṡaiṭōn.


Sebenarnya konsep Debt Based Money ini tak baru juga. Bahkan Joseph Schumpeter (seorang ekonom hebat di awal Abad XX) mengatakan bahwa Plato adalah pengusung konsep "Debt Theories of Money" – di mana lawannya adalah "Metallism" (atau Preciuous Metal Based Money yang telah kita bahas di Part I). Para pembela konsep Debt Based Money ini berusaha mencari-cari pijakan dari sejarah ummat manusia, namun tetap saja tak bisa dibuktikan secara ìlmiyyah.



Jadi menurut mereka uang itu diciptakan oleh interaksi terus-menerus antara:

⒜ barang & jasa,

⒝ keinginan manusia terhadap keduanya tersebut, dan

⒞ keyakinan abstrak manusia terhadap benda yang bernilai.


Uang berharga karena manusia menginginkannya (padahal ini tak berlaku untuk dari logam mulia!), namun manusia menginginkannya karena dengan uang manusia dapat membeli barang & jasa yang diinginkannya. Nah itulah yang menjadikan kenapa orang perlu uang yang banyak, ya untuk membeli barang & jasa yang diinginkannya, baik skala individual maupun skala negara.


▪ Berapa Banyak Uang Beredar?


Untuk mengetahui ini, maka kita perlu tahu tentang kategori uang, yaitu:

⑴. M0 = seluruh uang yang dicetak oleh Bank Sentral, baik yang dipegang secara fisik oleh masyarakat maupun oleh sistem perbankan. → high powered money

⑵. M1 = M0 ditambah rekening koran masyarakat di perbankan, travellers cheque, dan rekening simpanan bank di Bank Sentral.

⑶. M2 = M1 ditambah semua rekening depositon berjangka, tabungan, dana pasar uang non institusional. → ini adalah semua yang segera bisa diubah jadi uang tunai.

⑷. M3 = M2 + deposito berjangka skala sangat besar, dana pasar uang institusional, perjanjian repo jangka pendek, dan semua bentuk asset liquid.



Jadi yang benar-benar "uang" itu ya hanya M0 saja, sedangkan M1, M2, dan M3 itu ya utang semua!


Adapun M0 itu besarnya sekira 3% saja (atau paling banyak 5%) dari total M3. Artinya, 97% lagi adalah uang yang diciptakan oleh sistem perbankan (masih ingat akan konsep "money creation by banking system"?). Jadi 97% uang itu adalah utang, dan itu pun kalau M0 itu mau dianggap sebagai "uang" (karena dasar darir pencetakan M0 tadi ya utang Pemerintah kepada Bank Sentral juga!).


Gila kan? M0 itu dasarnya utang, yang lalu oleh sistem perbankan dibikin lagi jadi utang berganda Utang di atas utang di atas utang di atas utang…


Makanya mustahil mau lepas dari ribā jika sistem moneternya adalah "Debt Based". Sistem yang dianut oleh seluruh negara di Dunia saat ini, dan sebenarnya mereka tahu bahwa sistem ini sangat jahat, karena uang diciptakan dengan utang, yang dibayar dengan utang lagi. Adapun bagi rakyat ya barang & jasa yang dihasilkannya dibayar dengan utang!


Makanya tak ada negara yang tambah kaya dengan mencetak uang dalam sistem "Debt Based Money" ini, sedangkan inflasi adalah suatu KENISCAYAAN. Fungsi uang dengan Debt Based Money ini sudah jauh sekali dari apa yang dikehendaki, sebab dari mana store of value-nya? Uang sekarang ini sebenarnya worthless, hanya bernilai karena penguasa yang mengatakan bahwa ia bernilai.


Selain itu, Debt Based Money ini telah menyebabkan begitu banyak masalah dalam 50 tahun terakhir seperti: krisis keuangan Dunia (1973, 1997-8, 2007-8, 2020), hiperinflasi, krisis utang (contoh: Yordan (1989), Iran (1990), Thailand (1997-2007), Russia (1998, 2022), Yunani (2012, 2015), Amrik (1995-6, 2011, 2013, 2023)).


Namun kenapa terus dipertahankan untuk dipakai?


Well, kalau berhenti berutang, maka mau bayar utangn

ya pakai apa? Apalagi hanya dengan Debt Based Money inilah para Rentenir Kakap bisa "menjajah" Dunia.


🔴 PART V – Ledger Money

Terima kasih karena sudah mau bersabar hingga sampai di PART V ini, dan sekarang waktunya untuk membahas tentang Central Bank Digital Currency dan "Rupiah Digital".

Dari perjalanan sejarah, kita mengenal jenis uang seperti: "Commodity Money" dengan segala bentuk fisik dan jenis żatnya. Lalu kita mengenal "Fiat Money" dengan segala macam yang menjadi dasar (underlying) atau back-up dari nilainya. Maka sekarang masuk ke bahasan "Ledger Money".

▪ Ledger Money

Apa sih binatang yang namanya "Ledger Money" itu?

Kalau pernah belajar ìlmu Akuntansi, maka pasti familiar dengan istilah "ledger" (terjemahannya: "buku kas"), di mana ia adalah catatan tentang siapa dan kapan melakukan transaksi uang keluar (debit) atau uang masuk (credit), dan balance-nya berapa. Sederhananya "Ledger Money" itu adalah uang yang dibuat darir catatan tentang siapa, punya berapa akibat keluar & masuk uang berapa, pada suatu waktu tertentu.


Maka itulah "Ledger Money" itu.

Iya benar hanya "sesederhana" itu, bahwa Legder Money itu hanyalah catatan kalau si A punya balance "uang" sekian unit, kapan, dan setiap transaksi baik masuk (credit) atau keluar (debit). Itulah sebab kenapa yang namanya "Ledger Money" itu tak perlu bentuk fisik, karena ia hakikatnya hanyalah catatan buku kas saja.

Lebih "misterius" lagi kan dari "Debt Money"? Selain tak ada yang menjadi dasar nilainya, bentuk fisiknya juga tak ada (maya) alias abstrak. Ledger Money ini bisa bernilai karena dikatakan sebagai bernilai… ya mirip lah dengan Fiat Money.

Intinya Money out of thin air!

Siapa yang melakukan pencatatan pada ledger itulah yang membedakan antara:
⒜. Public Ledger Money (Crypto Currency), dengan
⒝. Central Bank Digital Money.

▪ Crypto Currency


Crypto Currency yang sekarang katanya ada lebih 25.000 macam dengan kapitalisasi pasar sekira US$ 700milyar itu adalah "Ledger Money" dari jenis "Public Ledger Money". Jadi yang namanya Bitcoin, Ethereum, Ripple, Bitcoin Cash, Cardano, Stelar, Litecoin, EOS, NEO, NEM, dlsb itu semuanya adalah "Public Ledger Money".

Dinamakan "public" karena ṣifat pencatatan ledger-nya yang dilakukan secara beramai-ramai oleh masyarakat (namanya: "distributed ledger") yang dihubungkan dengan teknologi "cryptographic hash" (enkripsi yang sangat kuat), dan inilah yang dikenal dengan nama "BLOCKCHAIN".

Adapun kegiatan pencatatan distributed ledger oleh masyarakat inilah yang dikenal dengan nama "MINING", di mana orang-orang yang melakukannya diberi upah dalam bentuk Crypto Currency itu sendiri.

Makanya Public Ledger Money ini menarik karena unsur "kebebasannya", tak ada penguasa yang mengendalikannya. Siapa saja bisa punya akun dan menyimpan suka-suka tanpa diatur-atur oleh penguasa, tanpa kena pajak, dan tentu saja faktor kerahasiaannya yang sangat tinggi.

Crypto Currency ini sangat disukai oleh Dunia Hitam karena kerahasiaannya itu, makanya kita dengar gossip bahwa dinas rahasia negara-negara besar (semisal: CIA, MI6, FSB, MSS. BND, DGES, ASIS, Mossad) dalam melakukan pembiayaan black-ops dananya sekarang pakai Crypto Currency. Begitu juga organisasi kriminal semisal Mafia, Yakuza, Triad, atau perorangan semisal: hitman, hacker, kidnapper, fraudster, juga menerima pembayaran dalam bentuk Crypto Currency.

▪ Central Bank Digital Currency


Melihat betapa "hebat"nya Crypto Currency, maka penguasa juga ingin dong ambil bagian? Apalagi sistem Debt Money diramalkan suatu saat akan runtuh & hancur. Well, tak ada yang bisa terus-menerus berutang tanpa membayarnya, bukan? Apalagi bayarnya itu pakai utang lagi, alias utang di atas utang di atas utang, dst…

Jadi para Renternir Kelas Dunia pun putar akal, daripada membiarkan masyarakat yang bikin uang, kenapa bukan mereka yang bikin? Toh selama ini Bank Sentral dan Dunia Perbankan di berbagai negara di Dunia sudah bikin uang "out of thin air" juga? Pemerintah pun juga tetap ingin mendapatkan "SEIGNIORAGE" dari menerbitkan uang. Maka mereka pun bikin yang namanya "Central Bank Digital Currency" (CBDC), di mana pencatatan ledger-nya mereka (Bank Sentral) yang melakukan.

Alasannya pembenaran pun mereka buat-buat semisal:
- CBDC adalah kepastian akibat kemajuan teknologi,
- kecepatan & kepraktisan transaksi keuangan di era Internet of Things dan Industrial Revolution 4.0 membutuhkan media yang aman dan terjamin semisal CDBC, dan
- bla bla bla…

And voilà… jadilah yang namanya "Digital Dollar" atau "Rupiah Digital" atau apalah, yang digembar-gemborkan kan "bagus", "modern", "praktis", dan "punya legitimasi kuat" karena yang membuat Pemerintah. Padahal, sama saja dengan Debt Based Money, semua kibus…!!!

Central Bank Digital Currency ini adalah every government's "wet dream".

Bagaimana tidak?

Bisa bikin suka-suka.
Bisa dapat seigniorage.
Bisa pajakin orang suka-suka.
Bisa sita milik orang suka-suka.

Karena kontrol ledger sepenuhnya ada di tangan Bank Sentral.

Bayangkan, mau bikin miskin si Z, maka tinggal click click click, tekan enter… done! Langsung si Z jatuh miskin habis "uang"nya karena catatan di ledger-nya di-nol-kan! Kaput deh si Z.

Mau cetak uang, tak perlu lagi literally pergi ke percetakan untuk cetak uang kertas. Tinggal click click click, lalu enter… kelar! Langsung bisa beli ini itu.

Iya begitu…

Jadi kalau ditanya apakah Central Bank Digital Currency bagus? Maka saya jawab: TIDAK.

Lalu gimana dong?

Well… 

Balik ke emas dan perak saja lah… sebab itu ada di Kitābullōh, dan itu juga logam mulia di Syurga kelak.

Nah selesai sudah, tulisan untuk menjawab pertanyaan tentang "Rupiah Digital" ini. Memang agak panjang dan sedikit detail karena memang harus begitu, makanya dibuat jadi 5 bagian.

Demikian, semoga dapat dipahami.

 نَسْأَلُ ٱللهَ ٱلْسَلاَمَةَ وَٱلْعَافِيَةَ فِي ٱلْدُنْيَا وَٱلْآخِرَةِ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh