Bantahan Terhadap "3 Hal Yang Sering Dikemukakan Terhadap Jihād di Filisṭīn"

Asli muak & jijik melihat lisan² para ngustad Neo Murji-ah PENDAKU Salafiyy, semisal: Berak Sangit Bajay, Abu-abu Pergedel, dlsb, yang menjadi buzzer Yahūdi Zionist di sosial media dalam menyerang #ÀmaliyahṬoufānilAqṣō Ḥarokah al-Muqōwamah al-Islāmiyyah.


Saya ingin membongkar kengawuran mereka berargumentasi. Mungkin sedikit panjang… so bear with me, would you?

Ada 3 hal yang sering dijadikan alasan mendelegitimasi Ḥarokah al-Muqōwamah al-Islāmiyyah oleh gerombolan Neo Murji-ah PENDAKU Salafiyy, yaitu:

1️⃣ Pertama, antara Filisṭīn dengan Isra-Hell sudah ada perjanjian damai.

🔲 Iya, memang pernah ada yang namanya "Oslo Accords" yang ditandatangani oleh Yāsir Àrofah (mewakili PLO) dan Yitzhak Rabin (mewakili Isra-Hell) di tahun 1993. Namun seperti biasa, adalah Isra-Hell sendiri yang melanggar pokok perjanjian itu, yaitu tetap melakukan kolonialisasi. Tak perlu heran, bukankah nenek moyang Yahūdi Banī Isrōīl itu memang kelakuannya adalah suka melanggar perjanjian dengan Allōh? Bahkan ingkar janji itu dilakukan setelah mereka menyaksikan langsung mu‘jizah para Nabiyullōh dengan mata kepala sendiri.

Jadi ketika itu pengganti Yitzhak Rabin (yang dibunuh sama Yahūdi Ultranasionalis fanatik), Shimon Peres, berjanji menghentikan kolonialisasi / pengembangan perkampungan Yahūdi baru atas permintaan Madeline Albright. Akan tetapi penggantinya Shimon Peres, si Netanyahu, malahan meneruskannya lagi, bahkan ia menambah proyek pengembangan di Har Hom dan di sebelah Timur Jerusalem.

Tahu dong Isra-Hell bagaimana mengaplikasikan kolonialisme mendirikan pemukiman baru itu? Ya apalagi kalau bukan dengan cara perampasan tanah, pembuldozeran rumah², dan pengusiran orang Àrab dari tanah mereka.

⚠ Jadi reaksi perlawanan orang Filisṭīn itu bukanlah "Jihād Hujūmiyy" (offensive), akan tetapi "Jihād Difāiyy" (defensive) → jihād melawan penjajah kolonial yang ẓōlim.

Oya, Oslo Accords itu bukan tak ada keberatan di internal Filisṭīn, ada bahkan sangat banyak yang kecewa. Sebab ada beberapa issue yang tidak dibahas & dimasukkan dalam klausul kesepakatan, antara lain:
- Hak untuk kembali ke tanah air Filisṭīn bagi pengungsi Filisṭīn (yang sekarang tersebar di berbagai negara). Isra-Hell sampai saat ini tak mengizinkan sama sekali diaspora Filisṭīn untuk kembali ke tanah air mereka.
- Masalah air (yang merupakan masalah krusial bagi rakyat Filistin), karena sumber air masih dikuasai Isra-Hell sehingga rakyat Filisṭīn sangat tergantung pada belas kasihan Yahūdi Zionist dalam mendapatkan air (baik untuk konsumsi RT maupun untuk agrikultur). Jahatnya Isra-Hell, sumber² air banyak yang diracuni bahkan disemen dengan beton!
- Pengakuan bahwa Jerusalem Timur harus menjadi Ibukota Filisṭīn.
- Kebebasan pergerakan bagi rakyat Filisṭīn, termasuk arus barang & jasa dari & ke al-Ġaza dan Tepi Barat.

2️⃣ Kedua, gerombolan Neo Murji-ah PENDAKU Salafiyy mendakwa bahwa jihād harus atas seizin Waliyul Amr (pemimpin yang sah).

🔲 Jika mengatakan bahwa Ḥarokah al-Muqōwamah harus ikut keputusan "Pemerintah Palestina", maka saat Oslo Accords itu ditandatangani, tidak ada yang namanya "pemerintahan resmi" Filisṭīn. Makanya waktu itu PLO yang tanda tangan atas nama Filisṭīn. Adapun sekarang, maka Ḥarokah al-Muqōwamah al-Islāmiyyah adalah pemerintahan resmi di al-Ġaza, baik secara "de facto" maupun secara "de jure".

De facto karena merekalah yang menjalankan administrasi pemerintahan di al-Ġaza, dan secara de jure karena merekalah yang memenangkan pemilu sejak 2006. Jadi walaupun Isra-Hell, Amerika & sekutunya berbusa² mengatakan bahwa Ḥarokah al-Muqōwamah itu organisasi terroris, akan tetapi bagi rakyat al-Ġaza: Ḥarokah al-Muqōwamah adalah pemimpin yang sah. Bahkan mungkin di dalam dada orang² Àrab Filisṭīn di Tepi Barat & di wilayah pendudukan Isra-Hell pun Ḥarokah al-Muqōwamah adalah pemerintahan yang sah.

3️⃣ Ketiga, jihād tak dilakukan dengan keadaan yang lemah, tanpa persiapan, apalagi dengan bantuan dari musuh.

🔲 Ini sungguh KELIRU, baik secara konsep perjuangan militer maupun secara àqīdah.

▫️ Pertama soal melarang "lemah vs kuat", ini sungguh lucu & sesat. Sebab berapa banyak yang sedikit dan tampak lemah itu malahan menang melawan yang banyak & tampak jauh lebih kuat?

Iya, lihatlah pertempuran Badr, itu 313 vs 1.000. Atau pertempuran al-Aḥzāb, itu 3.000 vs 10.000. Atau pertempuran Mu’tah, itu 3.000 vs 20.000. Atau pertempuran Qōdisiyyah, itu 30.000 vs 45.000. Atau pertempuran Nahāwand, itu 30.000 vs 100.000. Pada semua pertempuran itu kaum Muslimīn memang melawan kaum Kuffār (Jāhiliyyah Makkah, Rūm Byzantium, Persia) yang jumlahnya lebih banyak & perlengkapannya juga jauh lebih baik.

Perang Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 pun juga dalam keadaan tak seimbang. Belanda ketika itu punya 160.000 KNIL & 60.000 KL. Standar perlengkapan mereka adalah standar Sekutu, seperti: senapan semi otomatis M1 Garand, Squad Automatic Weapon Browning BAR, mortir M2 60mm dan M1 81mm, Bazooka, meriam M116 75mm, panser M8 Greyhound, tank ringan M3 Stuart, dan tank medium M4 Sherman. Belum lagi pesawat tempur legendaris P51 Mustang dan bomber B25.

Sementara TKR / TNI? Well di atas kertas kekuatannya ada sekitar 150.000 orang, dan dibantu 100.000 relawan. Namun persenjataannya? Ya kebanyakan adalah peninggalan Teikoku Rikugun & Teikoku Kaigun, serta rampasan dari pasukan Inggris atau Belanda dari berbagai pertempuran. Tahu sendirilah bagaimana kualitasnya peralatan Jepang itu, apalagi yang diproduksi masa akhir-akhir perang di mana Jepang sangat kesulitan akibat carpet bombing Amrik terhadap sentra industri di kota²nya.

Akan tetapi, apakah itu menjadikan Belanda menang mudah? Ternyata tidak sama sekali. Pada Agresi Militer I & II Belanda tak mendapatkan hasil yang gemilang bahkan mengecewakan (katanya inilah sebab kenapa Jend Simon Spoor bunuh diri akibat malu!). Adalah operasi militer TNI menyerang Jogja yang diduduki Belanda (terkenal dengan nama "6 Jam di Jogja") yang diperintahkan Sultan HB IX, dirancang Jend Soedirman, dan dieksekusi oleh LetKol Soeharto, malahan menyebabkan blunder bagi Belanda yang sok-sok mengatakan bahwa "Republiek Indonesië kaput".

Apalagi PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia yang mengambil alih dari Soekarrno & Hatta yang ditangkap Belanda) yang dipimpin presidennya, Sjafruddin Prawiranegara (seorang laki-laki yang ṣōlih), terus bergerak di Ranah Minang, bergerilya dengan membawa radio Yankee Bravo Juliet-6 (YBJ-6, frekuensi 3035 KC/8) yang terus memberitakan perjuangan rakyat Indonesia ke Dunia dari tengah rimba Sumatera yang pekat. Akibatnya, Amrik terpaksa menekan Belanda untuk duduk berunding, and the rest is history.

▫️ Kedua soal persiapan. Maka fakta menunjukkan bahwa pemuda² Filisṭīn dipersiapkan dengan baik oleh Ḥarokah al-Muqōwamah, baik itu i‘dād militer maupun agama. Media Barat pun tahu kalau untuk menjadi anggota Brigade Ìzzud-dīn al-Qossām itu harus hafal al-Qur-ān, hafal Arbaìn an-Nawawiyy, dan sudah menamatkan kajian kitāb tafsīr. Jadi tak usah nekad coba memfitnah mereka tak punya persiapan. Kotor lagi menjijikkan fitnah yang demikian itu…!

▫️ Ketiga soal bantuan peralatan militer dari negara Rōfiḍoh Iran. Maka pertanyaannya adalah: salahnya di mana kalau memang iya?

Bahkan seandainya ada orang Yahūdi Isra-Hell yang mau menjual senjata kepada orang Filisṭīn (seperti yang dilakukan oleh oknum² keparat di Kerajaan Majapahit Kolonial Hindia Belanda kepada KKB OPM), maka apakah salah kalau membelinya? Bukankah Abū Lu’lu-ah Fairūz itu budak Majusi pandai besi yang diizinkan oleh Ḳolīfah Ùmar رضي الله تعالى عنه untuk tinggal di Madīnah dalam rangka membuat senjata?

Justru kalau iya benar yang membantu hanyalah Iran, maka itu jelas membuktikan kepengecutan negara² Àrab. Kenapa Iran bisa, kok ya negara² Àrab tak bisa? Jadi masalahnya bukanlah tentang "kebisaan", tetapi tentang "kemauan".

Adalah fakta bahwa perjuangan rakyat Filisṭīn selama ini didukung secara militer oleh 2 negara yang berafiliasi Ṡiàh (Rōfiḍoh Iran dan Nuṣoiriyyah Suriyah). Jujur saja bahwa negara² Àrab pasca 1973 sudah tak peduli lagi dengan perjuangan militer rakyat Filisṭīn. Mereka lebih mengutamakan kepentingan nasional mereka masing². Beberapa di antara mereka bahkan sudah berdamai & membuka hubungan diplomatik dengan Isra-Hell.

Nagara² Àrab memang masih memberikan bantuan kemanusiaan (humanitarian aid) untuk Filisṭīn. Bahkan humanitarian aid Àrab Suȕdiyyah (KSA) untuk Filisṭīn itu sangat besar, dan tak pakai pemberitaan bombastis di media. Akan tetapi, mengatakan bahwa humanitarian aid menjadi bukti dukungan KSA & negara² Àrab lainnya kepada Filisṭīn, maka itu jelas logical fallacy!

Iya logical fallacy, sebab rakyat Filisṭīn itu lebih butuh dukungan politik, senjata, dan moril. Kalau bantuan kemanusiaan, maka rakyat Indonesia (khususnya Muslimin, bahkan yang penghasilannya pas-pasan!) pun ikut membantu. Termasuk EU & Amrik pun juga kasih ratusan juta US$ / Euro€ loh?

Justru tak mau membantu rakyat Filisṭīn secara politik & militer ini buruk sekali, sebab -naȕżubillāhi min żālik- bisa jadi sebagian rakyat Filisṭīn jatuh ke pelukan Ṡiàh (walaupun belum ada satupun bukti tentang itu) yang mana itu justru akan menyebabkan Ṡiàh mencengkram Filisṭīn.

Worst case scenario, kalau rakyat Filisṭīn dibiarkan terus bertarung sendirian, maka bukan tak mungkin mereka akan beraliansi dengan Iran, dan itu menjadikan double effort mengusir Ṡiàh dari Filisṭīn. Apa siap yang mengaku-ngaku Islām Sunni, bermanhaj Salaf, bertanggung-jawab di hadapan Allōh ﷻ‎ kalau hal itu terjadi?

Iya benar "Palestina takkan dibebaskan oleh mereka yang mencaci maki & melaknat Ùmar", akan tetapi masalahnya pemimpin di negeri tempat Ùmar رضي الله تعالى عنه dilahirkan sekarang tak ada yang mau membantu upaya membebaskan Filisṭīn - negeri yang dulu dibebaskan oleh Ùmar dari penjajahan Rūm Byzantium.

Demikian, semoga bermanfaat.

هَدَانَا ٱللهُ وَإِيَّاكُمُ أَجْمَعِينَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh