Tentang Maulid

Saya pribadi tak pernah merayakan Maulid Nabī, sebab saya dari keluarga yang background-nya Muhammadiyah, dan guru-guru agama saya dulu di sekolah juga rata-rata Muhammadiyah.

Dulu di sekolah pas hari libur Maulid, biasanya siswa-siswi dipanggil ke Masjid (waktu SMP) atau ke sekolah (waktu SMA karena sekolah saya waktu itu punya hall basket indoor). Acaranya sendiri biasanya hanya pembacaan ayat al-Qur-ān, lalu ceramah siroh Nabawiyyah. Tiada żikir-żikir atau ṣolāwat khusus.

Setelah saya belajar lebih dalam tentang agama, maka saya meyakini bahwa perayaan Maulid Nabī itu adalah suatu kebidàhan.

Iya kebidàhan, karena:

🔘 Pertama, TIDAK ADA kesepakatan dari para ùlamā’ ahli sejarah tentang tanggal berapa Baginda Nabī ﷺ‎ itu lahir. Adapun yang ṣoḥīḥ hanyalah bahwa Baginda Nabī ﷺ‎ dilahirkan pada hari Senin di bulan Robīùl-Awwal.

Adapun tanggal 12 Robīùl-Awwal itu justru disepakati oleh ùlamā & kaum Muslimīn sebagai hari wafatnya Baginda Nabī ﷺ, yaitu pada hari Senin tanggal 12 Robīùl-Awwal tahun 11 Hijriyyah.

🔘 Kedua, saya sampai sekarang tidak mendapatkan adanya riwayat yang ṣoḥīḥ tentang para Ṣoḥābat رضي الله تعالى عنهم merayakan Maulid Nabī.

Para Ḳolīfah Rosūlullōh (Ḳulafā-ur-Rōṡidīn) sepeninggal Baginda Nabī ﷺ‎ tak pernah sama sekali merayakan Maulid Nabī, padahal mereka penguasa dan mereka sangat mampu untuk merayakannya.

Ini sebenarnya cukup menjadi hujjah bagi kaum Muslimīn untuk tak merayakan Maulid Nabī, sebab Baginda Nabī ﷺ‎ Nabi jelas berpesan kepada ummatnya:

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

(arti) _“Berpegang-teguhlah dengan sunnahku dan sunnah para Ḳulafā-ur-Rōṡidīn yang mendapatkan petunjuk (dalam ìlmu & àmal -pent). Pegang-teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.”_ [HR Abū Dāwūd no 4607; at-Tirmiżiyy no 2676; Ibnu Mājah no 42; Aḥmad no 16521-2; ad-Dārimiyy no 96].

Baginda Nabī ﷺ‎ juga memperingatkan bahwa ummatnya akan mengalami perpecahan sebagaimana Banī Isrōīl berpecah-belah, dan semua sempalan pecahan itu akan masuk ke Neraka (karena àqīdahnya rusak) kecuali hanya satu golongan saja, yaitu:

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

(arti) _“Mereka adalah golongan yang berjalan di atas jalan ditempuh olehku dan para Ṣoḥābatku.”_ [HR at-Tirmiżiyy no 2641].

⚠️ Apabila para Ḳulafā-ur-Rōṡidīn, para Ṣoḥābat, para Tābiȉn, dan para Tābi‘ at-Tābiȉn tak merayakan Maulid Nabī, kemudian para al-Aimmah al-Arbaàh tak merayakan Maulid Nabī, maka seharusnya kita TAK PUNYA hujjah untuk merayakan Maulid Nabī, bukan?

❓ Lalu bagaimana menyikapi yang merayakan Maulid?

Ini bukan permasalahan yang sederhana, karena walau Maulid Nabī itu jelas diada-adakan oleh kaum Fāṭimiyyah yang beràqīdah Ṡiàh pada Abad IV Hijriyyah di Mesir, namun banyak sekali kaum Muslimīn yang mengadopsi perayaan Maulid tersebut. Jadi tak bisa langsung memvonis kaum Muslimīn itu telah jadi sesat karena merayakan Maulid.

Ṡaiḳul-Islām Aḥmad ibn Àbdul-Ḥalīm ibn Taimiyyah al-Ḥarrōniyy (walau menganggap perayaan Maulid Nabī sebagai kebidàhan) berbaik sangka kepada kaum Muslimīn yang merayakan Maulid Nabī karena kecintaannya kepada Baginda Nabī ﷺ‎, sehingga "bisa saja" mendapat pahala (terlihat dari penggunaan kaya "qod" yang artinya "bisa saja") → bisa saja ada pahalanya karena kecintaannya kepada Baginda Nabī ﷺ‎-nya, BUKAN karena merayakan Maulid Nabī itu sendiri.

Lagi pula, mencintai Baginda Nabī ﷺ‎ itu adalah dengan mengikuti Sunnah Nabī, sebagaimana perintah Allōh ﷻ‎:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهَ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

(arti) _“Katakanlah (wahai Muḥammad): "Apabila kamu benar-benar mencintai Allōh, ikutilah aku, niscaya Allōh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."”_ [QS Āli-Ìmrōn (3) ayat 31].

Jika masih tetap ingin merayakan Maulid Nabī, maka:
- Berpuasalah para hari-hari Senin, karena itu ada sunnah-nya Baginda Nabī ﷺ‎ berpuasa pada hari Senin karena itu hari kelahiran Beliau ﷺ‎.
- Pelajari sunnah-sunnah Nabī dengan benar, pelajari Siroh Nabawiyyah dengan benar, lalu àmalkan dengan konsisten.

Tunjukkan kecintaan kita kepada Allōh ﷻ‎ & Rosul-Nya ﷺ‎ dengan ta'at kepada al-Qur-ān & as-Sunnah dengan menjalakan perintah & menjauhi larangannya, agar kita bernilai di sisi Allōh ﷻ‎, bukan demi bernilai di mata manusia.

Adapun bagi yang menganggap bidàh Maulid Nabī, maka kaum Muslimīn yang merayakannya itu masih saudara seīmān & seàqidah kita juga. Jangan musuhi apalagi hinakan, nasihati dengan cara-cara yang baik.

Ingatlah kita itu diperintahkan untuk: tawāṣou bil-haqq, tawāṣou biṣ-ṣobr, dan tawāṣou bil-marḥamah.

نَسْأَلُ ٱللهَ ٱلْسَلاَمَةَ وَٱلْعَافِيَةَ فِي ٱلْدُنْيَا وَٱلْآخِرَةِ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh