Qiyās Maulid - Zakāt Rupiah / Beras

Berlalu lagi logical fallacy yang mengqiyāskan perayaan hari ulang tahun Nabī dengan Zakāt Māl memakai rupiah atau Zakāt Fiṭroh memakai beras. – lihat screenshot terlampir


Memang tak ada dalīl bahwa Baginda Nabī ﷺ‎ mengeluarkan Zakāt Māl dengan Rupiah atau Zakāt Fiṭroh memakai beras, sebab memang tak ada orang Àrab pada zaman itu mengenal yang namanya mata uang Rupiah atau makanan yang namanya "beras". Jangankan beras, pada zaman itu bahkan sapi & babi saja di zaman Nabī itu tak ada di semenanjung Àrab (sapi & babi itu bukan hewan native jazirah Àrab), sementara al-Qur-ān jelas menyebutkan keduanya. Orang Àrab itu menjumpai sapi & babi kalau mereka pergi berdagang ke wilayah Ṡām.

Jikalau sekarang para ùlamā’ mengqiyāskan Zakāt Māl dengan Rupiah atau Zakāt Fiṭroh dengan beras, itu karena persamaan antara Rupiah dengan Dinār emas / Dirham perak, dan makanan pokok (staple food) beras dengan qurma / gandum. Di Àrab dulu uangnya ya Dinār / Dirham, sedangkan staple foodnya adalah gandum & qurma, di Nusantara sekarang ya uangnya Rupiah dan staple food-nya ya beras. As simple as that.

Lagian, kalau diharuskan letterlijk pakai Dinār / Dirham dan qurma / gandum, maka muzakki di Nusantara akan kesusahan. Sedangkan di sisi penerima zakāt, apa mau mereka menerima qurma & gandum sebab mereka biasanya makan nasi?

Adapun perayaan hari kelahiran (maulid), maka mau diqiyāskan dengan apa? Kalau hari kelahiran Nabī ﷺ‎ itu mau diqiyāskan dengan orang Yahūdi yang merayakan hari Ȁṡūrō’ karena Nabī Mūsā diselamatkan oleh Allōh dari kejaran Firàun pada hari Ȁṡūrō’, maka jelas itu TIDAK TEPAT. Sebab kalau mau main qiyās, maka lebih pas qiyās dengan hari Nabī tiba Hijroh ke Madīnah, atau hari perang Badr, atau hari Faṭ-hul Makkah.

Memperingati hari kelahiran itu bukanlah ṡarīàt dalam agama Islām, buktinya tak ada peringatan hari lahir bagi Nabī Ādam, Nūh, Ibrōhīm, Ismāīl, Ya‘qūb, Mūsā, Dāwūd, Sulaimān, dan bahkan Nabī Ìsā sekalipun. Tidak ada di dalam perbendaharaan kitāb ataupun riwayat kaum-kaum terdahulu tentang peringatan hari kelahiran bagi nabī-nabī mereka.

Adapun masyarakat Àrab di zaman Jāhiliyyah pun juga tidak memperingati hari kelahiran. Buktinya tidak ada catatan tanggal hari kelahiran Nabī ﷺ‎, bukan?

Adapun kalaulah riwayat Abū Lahab membebaskan budak saat mendengar berita kelahiran Baginda Nabī ﷺ‎ itu ṣoḥīḥ, maka itu karena anak saudaranya Àbdullōh yang telah wafat lahir – BUKAN karena memperingati ulang tahun. Buktinua tidak ada catatan bahwa Abū Lahab merayakan peringatan hari lahir keponakannya itu di tahun-tahun setelahnya. Tolong bedakan antara kegembiraan karena senang dengan kelahiran anak dari saudara (keponakan) dengan memperingati hari ulang tahun.

Sudahlah, tak usah membenar-benarkan atau mencari-cari alasan pembenaran untuk merayakan hari ulang tahun Nabī, karena tidak ada.

Kalau mau merayakan, ya rayakan saja sendiri. Toh kita masing-masing akan mempertanggungjawabkannya kelak di hadapan Allōh ﷻ‎.

Oh iya, TIDAK ADA keterangan bahwa Baginda Nabī ﷺ‎ senang hari kelahirannya dirayakan dengan acara khusus, apalagi diisi dengan hal-hal yang bertentangan dengan Ṡarīàt.

Sebaliknya, Baginda Nabī ﷺ‎ PASTI SENANG apabila ummatnya melakukan apa yang diperintahkannya untuk dilakukan, menjauhi apa-apa yang dilarangnya, dan berusaha meneladani sunnah-sunnah Beliau ﷺ‎.

Demikian.

ٱللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، اٱللّٰهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh