Kehendak Tuhan?

Saya perhatikan, sekarang ini orang sering sekali memakai perkataan "kehendak Tuhan" sebagai pembenaran atas apapun yang dilakukannya, terutama jika itu adalah perbuatan yang melanggar aturan.

Contoh, kemarin pada acara talkshow sebuah stasiun TV, seorang mantan pejabat kesehatan tertinggi di negeri ini (yang punya gelar PhD dan SpJP) mengatakan tentang pengobatan dukunistik:

"Semua penyembuhan itu sebenarnya yang menyembuhkan hanya Allōh subḥanahu wa taȁlā, bukan obat, bukan dokter, bukan siapapun juga…"

Begitu juga seorang Narapidana kasus korupsi yang pembebasannya hari ini disambut besar-besaran, saat beberapa tahun lalu ia mengajukan Peninjauan Kembali kasusnya ke Mahkamah Agung, ia mengatakan:

"Karena seaneh apapun, yang terjadi itu pasti berdasarkan ketentuan Tuhan…"

Apa yang salah atas kedua pernyataan di atas?

Begini, keduanya berangkat atas pemahaman yang keliru terhadap taqdir Allōh.

Seorang Muslim mengīmāni bahwa kehendak Allōh meliputi segala sesuatunya di Alam Semesta ini, yaitu:
- semua perkara yang terjadi maupun yang tidak terjadi,
- semua perkara besar maupun perkara yang kecil,
- semua perkara yang tampak maupun yang perkara tersembunyi,
- semua yang terjadi di Langit maupun di Bumi,
- semua perkara yang telah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi.

Jadi jelas semuanya terjadi atas kehendak Allōh ﷻ‎, termasuk juga perkara dosa dan pelanggaran.

Namun, maḳluq (manusia) itu memiliki kehendak atas perbuatannya juga…

Sebagaimana firman Allōh ﷻ‎:

فَمَن شَاءَ اتَّخَذَ إِلَىٰ رَبِّهِ مَآبًا

(arti) _“Maka siapa saja yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Robb-nya.”_ [QS an-Nabā’ (78) ayat 39].

Jadi pembantaian jutaan manusia oleh Hitler, Stalin, Mao, Polpot, semua terjadi atas kehendak Allōh. Akan tetapi si maḳluq tak bisa menimpakan perbuatan jahatnya itu kepada "kehendak Tuhan", karena ia pun punya pilihan melakukan itu atau tidak.

Jadi, pertanyaannya di sini bukanlah soal kehendak Allōh, karena itu adalah suatu kepastian, akan tetapi pertanyaannya adalah: apakah Allōh riḍō dengan perbuatannya itu?

Tentunya Allōh ﷻ‎ TIDAK AKAN pernah riḍō terhadap dosa & pelanggaran. Allōh ﷻ‎ TIDAK AKAN pernah riḍō terhadap kema’ṣiyatan & keẓōliman.

Jadi tidak bisa mengatakan seperti di atas, bahwa kesembuhan datang atas Allōh, sementara cara yang ditempuh adalah melalui perdukunan. Sebagaimana tidak bisa mengatakan bahwa seorang koruptor tertangkap karena kehendak Allōh.

Yang dinilai oleh Allōh itu adalah proses, bukan hasil.

Proses dengan cara yang benar dan dengan niyat iḳlāṣ, maka akan berpahala. Sedangkan proses yang dilakukan cara yang salah, maka akan mengakibatkan dosa.

Demikian, semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh