SIVB & SBNY – Masih Tentang Akibat Meriba

Pagi ini saya ingin cerita tentang apa yang terjadi dengan SIVB (Silicon Valley Bank) dan SBNY (Signature Bank) di Amrik. Sebagai mantan mahasiswa FEUX yang mempelajari Financial Economics, dari apa yang dibaca, inilah hasil analisa saya… mungkin salah, mungkin bisa betul, dan pastinya akan ada update informasi terbaru karena situasi krisis ini masih dalam tahap awal…



Jadi sebenarnya kedua bank itu bukannya tak punya asset yang mencukupi (seperti di zaman KrisMon 1997-1998, bank-bank itu punya asset yang digelembungkan nilainya), tidak… bukan itu yang terjadi. Kedua bank itu memiliki asset yang wajar nilainya, karena perbankan di Amrik itu adalah heavily regulated industry dengan adanya Truth in Lending Act of 1968, Sarbanes-Oxley Act of 2002 (kasus JP Morgan Chase dan Citibank akibat dari kasus Enron dan Worldcom), apalagi pasca kasus Subprime Mortgage (Goldman Sachs) yang melahirkan Emergency Economic Stabilization Act of 2008. Jadi tak bisa main-main dengan penggelembungan nilai asset melalui permainan akuntansi.

Lalu kenapa sampai krisis…?

Nah ini dia yang menarik… jadi beberapa tahun belakangan ini SIVB & SBNY itu menempatkan simpanan nasabahnya mayoritas pada instrumen Surat Utang Pemerintah Amrik (government securities & bonds). Persentase rasio pinjaman + surat utang dibanding simpanan nasabahnya bahkan di atas 95%. Kemudian persentase rasio simpanan retail dibanding total simpanan juga sangat rendah (di bawah 10%). Intinya asset mereka yang ditempatkan ke dalam instrumen surat utang itu sangat tinggi, alias likuiditasnya rendah. Sebenarnya ini tak ada masalah kalau Surat Utang Pemerintah memberikan tingkat bunga di atas tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh The Fed (Bank Sentral) dan nasabah tenang-tenang saja dengan simpanan mereka.

Masalah timbul karena dalam setahun belakangan ini The Fed menaikkan tingkat suku bunga (untuk melawan inflasi)… karena saat tingkat suku bunga The Fed naik, maka Surat Utang Pemerintah akan menjadi "out of the money". Kebanyakan Surat Utang itu suku bunganya adalah tetap (fixed) sehingga ia menjadi tak atraktif bagi investor pada saat tingkat suku bunga The Fed naik. Akibatnya, permintaan dari investor akan turun sehingga harga dari Surat Utang itu juga akan turun (sebaliknya, jika tingkat suku bunga The Fed turun, maka para investor akan meminati Surat Utang yang suku bunganya lebih tinggi, sehingga ini akan mengakibatkan permintaan Surat Utang naik dan harganya pun naik – mekanisme ini paling kentara pada Surat Utang yang "Zero-Coupon"). Intinya, hubungan antara tingkat suku bunga The Fed dengan harga Surat Utang adalah berbanding terbalik (jika salah satu naik maka yang lain harus turun, vice versa).

Hal di atas takkan terlalu apa-apa kalau para nasabah SIVB dan SBNY tak menarik simpanan mereka secara massive dari kedua bank tersebut. Karena kalau itu yang terjadi, maka SIVB dan SBNY harus menjual Surat Utangnya agar memiliki uang tunai untuk memenuhi permintaan penarikan uang oleh nasabah tersebut. Karena Surat Utang harus dijual dengan harga yang lebih rendah dari par (out of the money), maka keduanya harus membukukan "kerugian". Nah saat keduanya mengumumkan kerugian tadi, maka akan semakin banyak nasabahnya yang menarik uangnya dari kedua bank tersebut, dan akibatnya jadi spiralling out of control… yang mana ini adalah fenomena "Bank Run".

Pada masa, fenomena Bank Run itu jelas tampak ketika mengularnya antrian para nasabah di setiap kantoor cabang suatu bank, namun di Zaman Now ini tidak begitu. Fenomena Bank Run di Zaman Now ini tidak perlu begitu lagi sebab nasabah kebanyakan melakukan transaksi via online dan cashless. Ya kita saja rata-rata sudah pakai fasilitas mobile banking atau internet banking, kan? Apalagi di Amrik sana, dan tahu dong kecepatan internet? Dalam hitungan beberapa menit saja, nasabah bank bisa menarik dana simpanan sekian milyar dollar…!

Pemerintah Amrik tak diam saja. Pada hari Aḥad lalu, pasca pertemuan US Treasury (Kementrian Keuangan), The Fed (Bank Sentral), dan FDIC (Lembaga Penjamin Simpanan), diputuskanlah untuk menjamin likuiditas kedua-bank tersebut. Keduanya mendapatkan fasilitas pinjaman dari Pemerintah Amrik dengan jaminan seharga "on par" Surat Utang Pemerintah yang mereka miliki. Jadi mereka tak perlu menjual Surat Utang Pemerintah yang mereka miliki ke pasar.

Ngeri ya solusinya, utang malah dijadikan utang lagi…?

Masalahnya adalah apakah itu cukup untuk mengembalikan "kepercayaan" para nasabah? Sebab dana yang disiapkan oleh Pemerintah Amrik untuk fasilitas pinjaman darurat itu "hanya" $ 25milyar saja, sementara di SIVB saja simpanan nasabahnya adalah sekira $175milyar. Jadi kalau mayoritas nasabah SIVB ingin menarik simpanannya, maka jelas dana talangan dari Pemerintah Amrik itu tak mencukupi juga.

Inilah yang ditakutkan orang, karena yang namanya Bank Run itu adalah layaknya "penyakit yang sangat menular". Kalau nasabah di SIVB & SBNY ramai-ramai menarik simpananannya, lalu kedua bank itu kolaps, maka ini akan menjangkiti nasabah bank-bank yang lain. Apalagi di era internet ini, karena begitu ada yang posting negative di Twitter / Facebook tentang masalahnya dengan suatu bank, lalu postingan itu viral… maka terjadilah Bank Run. Katanya ada 6 lagi bank regional di Amrik yang memiliki total uninsured deposits dengan jumlah sekitar $ 1.000milyar (Rp 15.000trilyun).

Well… sepertinya makin seru ini ke depannya.

Bagaimana ujungnya…?

Wallōhu a‘lam… mari kita lihat saja apakah ini akan menjadi awal kehancuran House of Cards yang bernama Corporate America?

Adapun yang jelas, yang namanya meribā itu pasti menyebabkan pelakunya berdiri layaknya berdirinya orang yang kesurupan Ṡaiṭōn.

Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

(arti) _“Orang-orang yang makan ribā tak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan Ṡaiṭōn lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (meyaniki) bahwa sungguh jual beli itu sama saja dengan ribā, padahal Allōh telah mengḥalālkan jual beli dan mengḥarōmkan ribā. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Robb-nya, lalu berhenti (dari mengambil ribā) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), sedangkan urusannya (terserah) kepada Allōh. Orang yang kembali (mengambil ribā) maka orang itu adalah penghuni-penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya.”_ [QS al-Baqoroh (2) ayat 275].

Selamanya para tukang meribā itu takkan pernah beruntung, karena mereka adalah orang-orang yang diperangi oleh Allōh ﷻ dan Rosūl-Nya ﷺ.

Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ

(arti) _“Maka apabila kamu tidak meninggalkan sisa ribā itu, maka ketahuilah bahwa Allōh dan Rōsul-Nya akan memerangimu!”_ [QS al-Baqoroh (2) ayat 279].

Demikian, semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh