Air Kolam Renang Najis?

Berlalu di timeline saya postingan yang berpendapat bahwa air kolam renang itu najis karena menurutnya entah berapa banyak orang yang pipis di dalamnya, atau perempuan ḥaiḍ berenang di dalamnya, sedangkan kebanyakan kolam renang itu airnya tak ditukar-tukar dan hanya ditambahi saja kalau ia berkurang, atau kalau pun ia diganti maka penggantiannya itu hanya dilakukan beberapa kali saja dalam setahun.

❓ Pertanyaannya benarkah pendapat yang demikian itu…?


Para ùlamā’ berpendapat bahwa jika air tidak mengalir (tergenang) volumenya adalah lebih dari 2 qullah kemasukan najis, maka selama ṣifat rasa, bau, atau warna airnya tidak berubah, maka air itu tersebut tidaklah menjadi najis.

Dasarnya adalah ḥadīṫ mulia bahwa Baginda Nabī ﷺ pernah ditanyakan mengenai perihal air (tergenang / tidak mengalir) yang binatang buas minum darinya.

📌 Maka Baginda Nabī ﷺ menjawab:

إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ (وَفِي لَفْظٍ : لَمْ يَنْجُسْ)

(arti) _“Apabila banyak airnya mencapai 2 qullah, maka ia tidaklah membawa najis (pada lain riwayat: tidaklah menjadi najis).”_ [HR Abū Dāwūd no 63-5; at-Tirmiżī no 67; an-Nasā-ī no 52, 328; Ibnu Mājah no 517-8; Aḥmad no 4736, 4572, 4721; ad-Dārimī no 759].

❔ Sekarang pertanyaannya adalah berapakah ukuran 2 qullah itu?

Pada masa lalu, orang menggunakan tempat sebagai ukuran untuk volume, tidak seperti sekarang yang menggunakan standar ukuran "Liter", maka sebagian ùlamā’ mażhab aṡ-Ṡāfiìyy membuat ukuran 2 qullah itu dengan sebuah bak dengan ukuran panjang, lebar, dan kedalaman 1¼ Hasta, sedangkan wadah yang berbentuk tabung / silinder yang tingginya 2 Hasta dengan diameter 1 Hasta. Adapun kalau ukuran Liter, maka itu sekira 235 s/d 275 Liter.

Jadi 2 qullah itu adalah sekira volume 1,4 x drum minyak ukuran besar (volumenya 200 Liter).

⚠ Maka dari ḥadīṫ tentang air 2 qullah ini secara mantuq (tekstual) apabila jumlah air telah mencapai 2 qullah maka ia sulit dipengaruhi oleh najis. Namun, apabila air tersebut berubah salah satu dari ṣifatnya, yaitu: rasa, bau, atau warnanya, dikarenakan najis, maka air tersebut menjadi najis berdasarkan ijmā‘ (kesepakatan) para ùlamā’.

Sederhananya, apabila air bak kamar mandi fiberglass (volumenya sekira 250 Liter) terkena percikan kencing, maka air pada bak tersebut tetap dikatakan suci karena air 2 qullah sulit dipengaruhi oleh najis. Namun, apabila urinenya itu banyak sehingga merubah ṣifat warna atau bau dari airnya, maka air tersebut telah menjadi najis.

⇨ Jadi patokan najis atau tidaknya air yang kemasukan najis itu adalah dilihat dari apakah salah satu dari ṣifatnya (rasa, bau, atau warna) berubah, maka air tersebut dihukumi najis.

Nah sekarang kita lihat saja, ukuran kolam renang itu berapa sih?

Kolam renang ukuran standard rumahan itu sekira 3 x 7 Meter dengan kedalaman antara 0,6 s/d 2 Meter (volume air sekira 30.000 Liter), sedangkan kolam renang ukuran olympiade yang ukurannya 50 x 25 Meter dengan kedalaman standard minimum 1,35 Meter, maka volume airnya sedikitnya adalah 2.000.000 Liter. Jadi air kolam renang standard rumahan yang 30.000 Liter saja itu volumenya sudah 200 qullah lebih, apalagi kolam renang yang standard olympiade, itu 14.000 qullah lebih, maka jika ada urine atau darah ḥaiḍ yang masuk, tentunya selama rasa, bau, dan warnanya tak berubah, ya tidak najis dong? Belum lagi bahwa setiap kolam renang itu pasti ada sistem filtrasi air yang rutin dinyalakan setiap hari agar airnya tak kotor dan berubah warna, serta juga ada perawatan dengan ditambahkan Chlorine agar tak ada lumut atau algae.

Intinya, air kolam renang itu tidaklah najis walau ada oknum yang kencing atau ada perempuan ḥaiḍ berenang di dalamnya.

‼️ Namun ini bukan berarti jadinya boleh kencing di kolam renang ya, tidak! Karena selain biasanya ada larangan untuk kencing di dalam kolam renang, hal itu juga secara adab terlarang di dalam agama kita.

📌 Kata Baginda Nabī ﷺ:

اَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لاَ يَجْرِي، ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ

(arti) _“Janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian kencing pada air yang tergenang lalu mandi di dalamnya.”_ [HR al-Buḳōrī no 239; Muslim no 282; Abū Dāwūd no 27, 69, 70; at-Tirmiżī no 68; an-Nasā-ī no 57-8, 221, 397, 400; Ibnu Mājah no 344-5, 605; Aḥmad no 7213, 7285, 7839, 8202, 8385, 8752, 9609, 10421; ad-Dārimī no 757].

📍 Kata Ṡaiḳul-Islām Aḥmad ibn Àbdul-Ḥalīm ibn Taimiyyah al-Ḥarrōnī:

ويكره البول في الماء الدائم ، وإن كثر وبلغ حدا لا يمكن نزحه ، لعموم النهي عن ذلك

(arti) _“Adalah makruh kencing di air tergenang walaupun banyak dan mencapai batasan yang tak mungkin bisa dipindahkan, karena telah umumnya pelarangan itu.”_ [lihat: Ṡarḥ al-Ùmdah I/145].

Demikian, semoga bermanfaat.

هدانا الله و إياكم أجمعين

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh