Menyamakan Gaji Manajemen Lembaga Sosial-Kemanusiaan Dengan Organisasi Bisnis Profit Oriented?




Terus terang saya kaget dengan pernyataan di artikel pemberitaan ini… link: https://bit.ly/3P6z7rj

Bagaimana tidak, ybs menjustifikasi gaji besar di lembaga sosial-kemanusian dengan alasan profesionalitas? What the heck?!?

Begini ya, first of all yang namanya perusahaan-perusahaan yang sudah "go-public" (ditandai dengan gelar "Tbk" di belakang namanya) maka ia wajib untuk men-disclose glondongan gaji dari Board of Directors (BoD)nya di laporan yang di-submit ke manajemen Bursa Efek. Reason behind this adalah karena permodalan mereka berasal dari masyarakat umum (saham), maka mereka harus terus terang berapa BoDnya itu digaji (secara gelondongan). Oleh karena itu tentunya lembaga sosial-kemanusiaan yang melakukan "fund rising" (baca: meminta-minta dana infaq & shodaqoh) ke masyarakat pun juga mempunyai kewajiban moral untuk menjelaskan berapa gaji BoD (atau top management / pengurus puncak mereka what ever the name is) kepada masyarakat, bukan hanya sekedar memberikan laporan OpEx (operating expenditure) atau CapEx (capital expenditure) mereka yang audited saja. Tidak.

Besaran gaji BoD di lembaga sosial-kemanusiaan ini memang adalah perkara ETIKA. Bisa jadi tentang perkara remunerasi ini organisasinya punya SOP / regulasi internal yang dituangkan di dalam AD / ART, sehingga artinya mereka memiliki "legal standing" dalam hal penggajian (terlepas dari besarannya itu etis atau tidak).

Namun jika kita berbicara tentang "etika", apakah besarannya itu "etis / wajar" atau "tidak etis / wajar" sementara mereka punya AD / ART yang mengatur, maka perkara ini jadi menjadi rumit karena ujung-ujungnya ya berhadapan dengan regulasi yang dijadikan acuan. Kita bisa mengira-ngira bahwa argumentasi remunerasi yang besarnya bisa jadi fantastis itu adalah karena anggapan pengurus lembaga sosial-kemanusiaan itu seperti para professional di Dunia Bisnis (yang acuannya adalah: you pay peanuts, you get monkey), sehingga lembaga wajib membayarkan remunerasi yang dianggap "sepadan" pula dengan dana masyarakat yang dikelolanya.

How this measure up dengan so-called professionals in the Business World?

Sekira 20-15 tahun lalu ketika saya bekerja di perusahaan multinasional yang omzet tahunannya antara 500milyar s/d 1trilyun, di mana gaji BoDnya itu range-nya adalah antara 50 s/d 100juta. Besaran gaji BoD itu sekarang range-nya adalah antara 150 s/d 200juta.

TETAPI… Itu organisasi bisnis yang profit oriented ya? Organisasi yang tujuannya adalah mencari keuntungan, dan TIDAK MINTA shodaqoh atau infaq dari masyarakat. Sedangkan lembaga sosial-kemanusiaan itu adalah organisasi nirlaba yang revenue-nya adalah dari "fund rising" (baca: meminta-minta shodaqoh dan infaq) dari masyarakat. Masa iya disetarakan dengan organisasi bisnis yang profit oriented?

Kalau di Dunia Bisnis Professional, yang namanya remunerasi BoD itu HARUS disetujui oleh para komisaris atau wakil dari pemegang saham, atau pengurus yayasan. Nah ini gaji pengurus lembaga sosial-kemanusiaan itu apakah ada disetujui oleh para donatur? Loh iya donatur! Karena bukankah para donatur itu yang menjadi stake holder-nya? Kalau tidak ada donatur, maka tidak ada yang namanya program lembaga sosial-kemanusiaan yang bisa jalan!

Jadi donatur berhak punya suara soal remunerasi pengurus lembaga sosial-kemanusiaan. Seandainya let's say ada seorang yang kritis di situ, maka tentunya ia akan bersuara mengenai perkara gaji besar pengurusnya yang dirasa tidak etis tersebut. Ini adalah ibarat dikotomi antara membagi dividen ataukah diinvestasi kembali, di mana tentu kita harus melihat mana yang lebih produktif? Analisanya adalah pakai "value of past, present, dan future business", di mana kalau mau membandingkan dengan perusahaan publik maka tentunya orang melihat future value ketika orang membeli stock (saham) dengan menganalisa analisa past & present-nya (untuk mengestimasi future value – bukankah price of stock is the present value of future business?).

So yang jadi pertanyaan: memangnya dengan pengurus lembaga sosial-kemanusiaan digaji segitu tinggi dan pakai fasilitas wah semisal Alphard & CR-V dan dibelikan rumah segala, maka akankah jadi lebih banyak donasi yang masuk karena terlihat lebih bonafide? Apakah demikian sehingga lebih RoI (return on investment) dari sebuah lembaga sosial-kemanusiaan jadi lebih tinggi?

Well, IMHO untuk lembaga sosial-kemanusiaan, maka TIDAK BISA pakai hitung-hitungan Dunia Bisnis Professional, karena nyata masih sangat banyak individu yang harus ditolong, masih begitu banyak kelompok masyarakat yang perlu dibantu, so jangan bagi-bagi "dividen" dong???

Dengan kata lain, "Gaji kalian tidak bisa gede-gede, Gaes!"

Ini saya tulis bukan karena membeci lembaga sosial-kemanusiaan kaum Muslimīn, tidak. Tetapi justru saya cinta kepada Islām dan kaum Muslimīn sehingga saya mengajak kita berpikir lurus dalam melihat permasalahan. Kesalahan itu biasa, karena setiap orang adalah tukang berbuat kesalahan. Adapun sebaik-baik tukang berbuat kesalahan adalah yang rajin bertaubat dan selalu memperbaiki diri.

نَسْأَلُ اللهَ اَلْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ فِيْ الْدُنْيَا وَالْآخِرَةِ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh