Tidak Bisa Sedikit-sedikit Ghîbah, Sedikit-sedikit Ghîbah

Salah satu cara yang mengelak yang dipakai baik oleh BongOri maupun BongLaf saat Ummat Islâm membongkar kengacoan mereka, adalah dengan mengeluarkan jurus: "jangan ghîbah". Tentu ajakan itu maksudnya supaya orang terintimidasi dan takut melanjutkan untuk membicarakan kengacoan mereka, sehingga ujung-ujungnya khalayak umum tidak tahu akan kengacoan mereka tersebut.

Ajakan jangan ghîbah itu tentunya betul, karena kaum Muslimîn tidak boleh mengghîbah, sebab ghîbah itu termasuk salah satu dari dosa-dosa besar.

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

(arti) _“Wahai orang-orang mu’min, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan) karena sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang, dan jangan pula saling mengghîbahi satu sama lain. Adakah seseorang di antara kalian yang suka memakan daging bangkai saudaranya sendiri? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allôh, sungguh-sungguh Allôh Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”_ [QS al-Hujurôt (49) ayat 12].

Ghîbah itu terlarang karena ia merusakkan kehormatan seorang Muslim.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

(arti) _“Seluruh dari seorang Muslim adalah terlarang bagi Muslim yang lainnya, darahnya, hartanya, dan kehormatannya.”_ [HR Muslim no 2564; Ibnu Mâjah no 3933; Abû Dâwud no 4882; at-Tirmidzî no 1927; Ahmad no 15444].

⚠ Namun demikian, hadîts-hadîts tentang dosa ghîbah merusak kehormatan seorang Muslim yang dikatakan sebagai pintu dosa riba tertinggi itu tidak ada yang shohîh ya?

❓ Pertanyaannya sekarang: benarkah bisa sedikit-sedikit ghîbah, sedikit-sedikit ghîbah seperti yang dilakukan oleh para BongOri dan BongLaf itu?

Maka, mari kita lihat dulu apa definisi ghîbah itu?

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ‏؟‏ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ ‏؛‏ قَالَ ‏:‏ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ‏؛ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ ؟ قَالَ ‏:‏ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

(arti) _“Tahukan kalian apa itu ghîbah?”_
(Para Shohâbat) Menjawab: "Allôh dan Rosûl-Nya yang lebih mengetahui."
Kata (Baginda Nabî): _“Ghîbah itu adalah membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang ia tidak sukai.”_
(Para Shohâbat) Menanyakan: "Apa pendapat anda apabila perkataan tersebut memang benar ada pada diri saudaraku tersebut?"
Jawab (Baginda Nabî): _“Kalau memang benar adanya seperti itu, berarti kamu telah mengghîbahinya, tetapi jika apa yang kamu sebutkan itu tidak benar, maka berarti kamu telah menyebarkan kedustaan terhadapnya.”_ [HR Muslim no 2589; Abû Dâwud no 4874; ad-Dârimî no 2756].

⇛ Faidah dari hadîts tersebut adalah sebagai berikut:

⑴. Bahwa yang namanya ghîbah itu adalah hanyalah terhadap sesama Muslim, karena jelas-jelas disebutkan kata "أَخَاكَ" (saudaramu) pada hadîts di atas dan kata "أَخِيه" (saudaranya) pada ayat suci di atas.

Imâm ash-Shon‘ânî رحمه الله menjelaskan bahwa perkataan Rosûlullôh صلى الله عليه و سلم yaitu: "أَخَاكَ" (saudaramu) maksudnya adalah saudara seagama, sehingga itu merupakan dalîl bahwasanya selain dari Mu’min boleh dighîbahi [lihat: Subulus-Salâm Syarh Bulûghul-Marôm IV/299].

Imâm Ibnul-Mundzir رحمه الله mengatakan bahwa di dalam hadîts tersebut ada dalîl bahwasanya siapa saja yang bukan saudara (se-Islâm), seperti: Yahûdi, Nashrônî, dan seluruh pemeluk agama-agama (Musyrikîn yang lain), dan juga orang-orang yang kebid‘ahannya telah mengeluarkannya dari Islâm, maka tidak ada (tidak mengapa) ghîbah terhadapnya [lihat: Taudhilhul-Ahkam VI/328].

⇒ Jadi tak ada ghîbah terhadap orang kâfir, karena orang kâfir bukanlah saudara seîmân.

🔥 Maka jelas kecebong a Hooker itu bukan saudara seîmân.
.
.
⑵. Ghîbah itu adalah menyebutkan sesuatu hal keburukan dari saudara seagama yang ia tak suka apabila diketahui oleh orang lain – "ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ".

Imâm ash-Shon‘ânî رحمه الله menjelaskan bahwa perkataan Rosûlullôh صلى الله عليه و سلم pada hadîts di atas bahwa kata "بِمَا يَكْرَهُ" (dengan apa yang ia benci) menunjukan bahwa jika ia (saudara yang dighîbahi tersebut) tidak membenci pembicaraan aib yang ditujukan kepadanya, seperti orang-orang yang mengumbar hawa nafsunya dan orang gila, maka ini bukanlah termasuk ghîbah [lihat: Subulus-Salâm Syarh Bulûghul-Marôm IV/299].

❗ Dalam hal ini orang banyak yang salah paham tentang ghîbah itu, khususnya di socmed, sebab membicarakan kengacoan tulisan (status atau komentar) seseorang, apalagi yang diset publik, maka itu jelas bukanlah termasuk ghîbah.

Sebab, bagaimana bisa dikatakan ghîbah sementara tulisannya itu disetting publik? → bukankah status itu jadi konsumsi publik?

Atau bagaimana bisa dikatakan ghîbah sebuah komentar yang dituliskan di status orang lain atau di Fanpage? → bukankah komentar itu ditulis agar jadi konsumsi publik?

⇒ Ghîbah itu adalah apabila seseorang Muslim merahasiakan perbuatannya itu karena ia malu dan tak suka jikalau orang lain tahu akan perbuatannya itu.

Misalnya A punya kebiasaan merokok, dan ia melakukannya dengan diam-diam, di dalam wc misalnya. Lalu tak sengaja tampak oleh B bekas-bekas A merokok. Lalu oleh B disebarkan informasi bahwa A merokok. Nah itu baru bisa dikatakan sebagai ghîbah.

Sementara kalau seseorang itu melakukannya secara terbuka, semua bisa orang tahu atau melihat, bahkan ia bangga akan perbuatannya itu, maka membicarakannya bukanlah termasuk ghîbah.

⇒ Menjelaskan kengacoan itu bukanlah ghîbah, malah itu adalah bagian dari amar ma‘rûf nahyi munkar karena mengingatkan kaum Muslimîn terhadap suatu kejelekan. Adalah bukan ghîbah membicarakan orang yang terang-terangan berbuat kemaksiyatan dan kebid‘ahan - tentunya terhadap maksiyat atau bid‘ah yang dilakukan, bukan pada masalah lainnya.

Hal itu dijelaskan oleh Imâm Yahyâ ibn Syarof an-Nawawî رحمه الله di dalam kitâbnya yang fenomenal, Riyâdush-Shôlihîn, pada hadîts no 1539 sampai 1543.

❗ Jadi kalau ada orang menyebar pemikiran yang bodoh lagi merusak, seperti kekufuran dan kebid‘ahan, atau kerjanya merusak kehormatan Ummat Islâm, khususnya kaum Mujahiddîn Syâm, baik itu di media masa, socmed, di DuMay, ataupun di DuTa, maka membicarakan tentang kengacoannya dan kebodohannya bukanlah ghîbah.

Demikian, semoga dapat dipahami – والله أعلمُ بالـصـواب .

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh