Dunia Muthlaq Terla‘nat?

GPK Kokohiyyun itu demi membela junjungannya agar bisa berkuasa lagi, mereka berusaha membuat Ummat Islâm jauh dari perpolitikan. Salah satu caranya adalah dengan mengangkat hadîts mulia yang mengatakan bahwa Dunia dan segala isinya adalah terla‘nat.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرَ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا

(arti) _“Dunia itu terla‘nat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terla‘nat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allôh dan yang berkaitan dengannya (melakukan keta'atan kepada-Nya), seorang ‘alim atau penuntut ‘ilmu.”_ [HR at-Tirmidzî no 2322; Ibnu Mâjah no 4112; ad-Dârimî no 331].

Hadîts itu derajatnya hasan, jadi memang bisa dipakai sebagai hujjah.

☠ Namun curangnya, GPK Kokohiyyun itu seperti biasa, mereka langsung menjuruskan hadîts itu kepada orang ‘alim / ‘ulamâ’ dan penuntut ‘ilmu agama.

Jadi yang tak terla‘nat itu hanyalah belajar dan mengajar agama semata… alias yang penting ngaji-ngaji saja di Masjid… the rest is not even important, it's even cursed…!

Padahal…

❗ Jelas-jelas Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم menyebutkan terlebih dahulu kalimat: "إِلاَّ ذِكْرَ اللَّهِ وَمَا" (arti: terkecuali dzikir kepada Allôh dan yang berkaitan dengannya).

Kalimat ini yang mereka mau sembunyikan dan belokkan dengan curang.

Curangnya bagaimana?

Pemahamannya begini, Dunia dan seisinya itu memang terla‘nat apabila:
⒜. Diniyatkan untuk hal yang keliru, yaitu bukan untuk berbuat keta'atan kepada الله.
⒝. Dilakukan dengan proses yang keliru, yaitu cara mendapatkan dan peruntukannya tak sesuai dengan ketentuan syari‘at الله.

Iya, karena bukankah kita itu diciptakan hanya untuk ber‘ibadah kepada الله semata?

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

(arti) _“Tidaklah Aku ciptakan jinn dan manusia terkecuali agar mereka meng‘ibadahi-Ku.”_ [QS adz-Dzâriyât (51) ayat 56].

⚠ Jadi, jelas pokok segala sesuatu di Dunia ini harus berhubungan dengan perbuatan keta'atan kepada الله, karena memang itulah raison d'être diciptakannya jinn dan manusia – nothing else!

Jadi tak ada ceritanya hidup di Dunia ini cuma untuk memuaskan hawa nafsu dan keinginan diri sendiri – no way, jose!

So, niyat hidup harus diluruskan, hidup harus diniyatkan untuk ber‘ibadah kepada الله.

Kemudian cara mendapatkan Dunia dan peruntukkan setelah mendapatkannya, juga harus untuk keta'atan kepada الله dan sesuai dengan ketentuan syari‘at yang الله turunkan kepada Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم.

❗ Artinya, kalau mencari uang, maka carilah dengan cara yang halâl – jangan cari harta harôm. Kemudian peruntukkannya, maka gunakanlah untuk keta'atan pula – jangan untuk foya-foya, harta itu bukan digunakan untuk yang harôm, apalagi untuk kekufuran.

❓ Apakah artinya tak boleh pakai barang mewah?

Tidak juga…!

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ

(arti) _“Sungguh Allôh suka melihat tanda-tanda bekas nikmat Allôh pada diri hamba-Nya.”_ [HR at-Tirmidzî no 2819; Ahmad no 7759].

Di dalam hadîts lain, disebutkan pula bahwa bagian dari kebahagiaan itu adalah apa-apa yang harus dibeli dengan harga yang mahal, yaitu: rumah yang luas dan kendaraan yang nyaman.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

رْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ : اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ ، وَ الْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ ، وَالَمرْكَبُ الْهَنِي ؛ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاءِ : الْجَارُ السّوءُ ، وَاَلْمَرْأَةُ السُّوْءُ ، وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ

(arti) _“Empat perkara merupakan kebahagiaan, yaitu: istri yang shôlihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shôlih, dan tunggangan yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan, yaitu: tetangga yang jelek, istri yang jelek, kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.”_ [HR Ibnu Hibbân 4032; al-Baihaqî, Syu‘abul Îmân no 9556; adh-Dhiyâ’ al-Maqdisî, al -Mukhtaroh no 1048 ~ dinilai shohîh oleh: Muqbil ibn Hâdî al-Wadî‘î, al-Jâmi’ush-Shohîh III/57; Muhammad Nashîruddîn al-Albânî, as-Silsilah al-Ahâdîts ash-Shohîhah no 282; Syu‘aib al-Arna‘uth, Takhrij al-Musnad no 1445].

❗ Jadi, tiada larangan memakai barang mewah, asal itu bukan untuk berfoya-foya, bukan untuk buang-buang, apalagi untuk kesombongan.

Kalau memang ada keperluan membeli Mercy atau Bimmer, ya beli! Beli karena memang untuk ketahanannya, karena kualitas keamanannya, karena jaminan mutunya, karena memang perlu.

🔥 Tak perlu juga sok-sok munak pakai Bajay, padahal cuma untuk pencitraan belaka.

Jadi sekali lagi, Dunia itu terla‘nat jika:
⒜. Tak diniyatkan untuk الله.
⒝. Tak dicari dan diperuntukkan untuk berbuat keta'atan kepada الله.

Nah, adapun jenis dari keta'atan itu banyak, karena jenis ‘amal shôlih itu juga sangat banyak. Adapun yang paling tinggi dari ‘amal shôlih itu adalah "jihâd fî sabîlillâh"…!

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُوْدُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْـجِهَادُ فِـي سَبِيْلِ اللهِ

(arti) _“Pokoknya perkara adalah Islâm, tiangnya adalah sholât, dan puncaknya adalah jihâd fî sabîlillâh.”_ [HR at-Tirmidzî no 2616; Ahmad no 21054].

Sementara…

❗ Jihâd itu butuh biaya untuk membeli perlengkapan tempur, logistik, dan transportasinya.

Biaya itu tentunya harus ditebus dengan harta, maka dari itu…

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

(arti) _“Berangkatlah kamu baik dengan perasaan ringan maupun dalam perasaan berat, dan berjihâdlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allôh. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”_ [QS at-Taubah (9) ayat 41].

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه وسلم:

جَاهِدُوْا الْمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ

(arti) _“Berjihâdlah melawan orang-orang musyrikîn dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.”_ [HR Abû Dâwud no 2504; an-Nasâ-i no 3096; Ahmad no 11798, 12097, 13146; ad-Dârimî no 2475].

Jelas ya, jihâd itu harus pakai harta kekayaan, tak cukup modal ‘ilmu semata, apalagi modal dengkul.

Bahkan tak sampai di situ saja, orang yang menanggung kebutuhan para mujahiddîn atau menanggung keluarga mujahiddîn, maka ia mendapat pahala orang yang berjihâd.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا وَمَنْ خَلَفَهُ فِي أَهْلِهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا

(arti) _“Siapa saja yang membekali orang yang berjihâd fî sabîlillâh, berarti ia telah ikut berjihâd, dan siapa saja yang menanggung kebutuhan keluarga dari orang yang pergi berjihâd, maka ia telah ikut berjihâd.”_ [HR al-Bukhôrî no 2843; Muslim no 1895; Abû Dâwud no 2509; at-Tirmidzî no 1628, 1629, 1630; an-Nasâ-î no 3180, 3181; Ahmad no 16424, 16430, 16441, 20692; ad-Dârimî no 2463].

Nah, hal itu tak mungkin dilakukan oleh orang-orang kere yang kerjanya hanya sibuk ngaji-ngaji saja dan obrolannya pun perkara seputar selangkangan.

Sudah paham akan pentingnya harta?

Maka Ummat Islâm itu harus punya harta, dan harus menggunakan harta yang dimilikinya itu untuk menegakkan agama الله di atas muka Bumi ini.

☠ Jadi adalah suatu kebodohan yang sangat kalau ummat hanya diarahkan jadi penuntut ‘ilmu semua, itu pun kalau memang jadi penuntut ‘ilmu sungguhan yang mencurahkan waktunya 7/24 belajar ‘ilmu agama, bukan yang cuma kajian tematik sekali seminggu saja tapi mengaku-ngaku penuntut ‘ilmu.

It takes every kind of people to make this world go around – karena semua orang itu ada peran yang harus dimainkannya. Tak semua harus jadi mujahiddîn, karena harus ada yang jadi ‘ulamâ’ yang mengajarkan ‘ilmu. Sebaliknya, tak semua bisa jadi ‘ulamâ’, harus ada yang jadi tenaga medis, jadi engineer, jadi administratur bisnis, jadi tukang masak, jadi driver, jadi penegak hukum, jadi hakim, jadi pengawas pasar, jadi menteri, jadi panglima perang, jadi mata-mata, dlsb – semua harus ada!

Nah, sekarang sudah paham di mana rusaknya ajaran GPK Kokohiyyun itu, kan?

❓ Pertanyaannya: apakah masih mau merujuk masalah agama kepada GPK Kokohiyyun itu?

▪ IQ itu given, stupid itu pilihan.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh