Logika Ekonomi Tak Boleh Membatalkan Ṡarīàh!
Si Mantreee ini mengangkat wacana agar penyembelihan hewan dam bagi jamāàh ḥajji IDN dilakukan di Tanah Air dengan alasan "menyelamatkan devisa IDR 1trilyun" dan "agar dagingnya dinikmati rakyat sendiri" terdengar secara façade heroik & nasionalis.
Namun, jika dibedah dengan pisau ìlmu fiqh dan logika ìbādah, usulan ini CACAT secara fundamental dan jelas MERUSAK keabsahan ìbādah hajji jamāàh IDN sehingga WAJIB kita tolak & tentang.
Mari kita bahas kenapa…
❌ Pertama: melanggar naṣṣ al-Qur-ān dan ijmā` ùlamā’ kaum Muslimīn
Jamāàh ḥajji IDN itu melaksanakan manasik ḥajji secara tamattu` (ùmroh dulu baru ḥajji), yang mana Ṡarīàh menetapkan kewajiban membayar "dam nusuk" sebagai sembelihan (hady) ìbādah (bukan denda).
Ṡarīàh menetapkan tempat penyembelihan hady secara spesifik, yaitu di: Tanah Ḥarōm Makkah.
📌 Kata Allōh ﷻ di dalam firman-Nya:
فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡىِ
(arti) _“Maka sembelihlah hady yang mudah didapat.”_ [QS al-Baqoroh (2) ayat 196].
Para ùlamā’ mufassir (ahli tafsīr) dan fuqohā’ (ahli fiqh) dari 4 mażhab sepakat bahwa konteks penyembelihan dam nusuk / hady adalah terikat dengan tempat (Makaniyy), sebagaimana konteks denda berburu saat iḥrom.
📌 Kata Allōh ﷻ di dalam firman-Nya:
هَدۡيًۢا بَٰلِغَ ٱلۡكَعۡبَةِ
(arti) _“Sebagai hady yang sampai ke Ka`bah.” [QS al-Mā-idah (5) ayat 95].
⚠ Karena dam tamattu` / qirōn termasuk hady, maka tempat penyembelihannya mengikuti ḥukum hady secara umum, yaitu di: Tanah Ḥarōm Makkah.
Jadi jika hewan hady disembelih di Langsa atau di Bukittinggi, maka bagaimana bisa disebut "bāliġol ka`bah" (sampai ke Ka`bah)? Memindahkan lokasi penyembelihan maka dam nusuk / hady itu keluar dari Tanah Ḥarōm Makkah jelas membuatnya tidak sah. Sedangkan jika dam nusuk / hady itu tidak sah, maka kewajiban ḥajji jamāàh belumlah gugur!
Memang iya jika tak mampu membayar dam nusuk / hady ini maka bisa menggantinya dengan berpuasa 3 hari saat ḥajji ditambah 7 hari saat telah kembali ke negeri asal (total 10 hari). Tapi itu kalau kondisi tak mampu membeli hady, bukan karena memindahkan tempat penyembelihan hady tersebut.
Pertanyaannya, apakah etis mengorbankan keabsahan ḥajji jamāàh demi so-called efisiensi dan keuntungan dalam negeri…???
…
❌ Kedua: kerancuan antara "qurban" dan "hady"
Logika si Mantreee jelas mencampuradukkan antara qurban Ȉdul-Aḍḥā dengan hady / dam nusuk.
Padahal, qurban itu hukumnya adalah "sunnah muakkadah" (bagi sebagian mażhab), yang ṣifatnya fleksibel dan boleh disebar ke mana saja, termasuk dikirim ke daerah bencana.
Adapun dam nusuk / hady bagi yang melaksanakan manasik ḥajji tamattu` itu terikat dengan ruang & waktu.
Menyembelih dam nusuk / hady di IDN itu ibarat orang ṣolāt Ẓuhur tetapi menghadap ke Timur karena alasan "pemandangannya lebih indah". Niyyatnya mungkin terlihat "baik", akan tetapi kaifiyyah (tata cara)-nya jelas melanggar aturan baku Ṡarīàh.
…
❌ Ketiga: ilusi penghematan devisa vs resiko keabsahan ìbādah
Argumen "menyelamatkan IDR 1trilyun" adalah hitungan matematis duniawi transaksi ekspor-impor daging yang sama sekali tak sebanding dengan risiko tidak sahnya ìbādah orang. Ìbādah ḥajji adalah perjalanan spiritual yang bagi mayoritas rakyat IDN hanya mampu dilakukan sekali seumur hidupnya.
Jika Pemerintah ingin daging dam nusuk / hady itu dinikmati rakyat Indonesia, solusinya bukanlah dengan memindahkan tempat penyembelihannya, melainkan dengan memperbaiki manajemen distribusinya.
Pemerintah Àrab Saȕdiyy (SAU) sudah memiliki "Project Adahi" yang membekukan daging dam nusuk / hady, lalu dikirim ke negara-negara miskin dan yang membutuhkan.
⚠ Maka Pemerintah IDN seharusnya melobby SAU agar daging dam nusuk / hady jamāàh IDN dikalengkan/dikemas lalu diimpor balik, bukan malah melanggar Ṡarīàh dengan menyembelih di IDN.
…
❌ Keempat: preseden buruk komersialisasi Ṡarīàh
Apabila hari ini kita mentolerir ada yang mengubah lokasi dam nusuk / hady hanya karena alasan "sayang uangnya keluar negeri", maka besok-besok bisa saja muncul usulan: "lontar jumroh diganti online saja supaya hemat biaya transportasi" atau "ṭowāf pakai Metaverse saja supaya tak berdesakan".
Agama memiliki domain taàbbudiyy (ritual murni) yang tak bisa diotak-atik dengan logika untung-rugi ekonomi. Devisa itu bisa dicari dari sektor pariwisata dan ekspor, jangan mengaisnya dari ritual ìbādah yang jelas merusak ìbādah ḥajji kaum Muslimīn.
…
Usulan memotong dam nusuk / hady di IDN mungkin terlihat sebagai ide yang "brilyan" secara ekonomi, namun bāṭil secara Ṡarīàh.
Sebagai negara dengan populasi kaum Muslimīn yang katanya terbesar di dunia, kebijakan ḥajji wajib didasarkan pada iḥtiyāṭ (kehati-hatian) dalam menjaga kemabruran ìbādah, bukan sekadar kalkulator untung-rugi. Jangan sampai jamāàh pulang merasa membawa pulang "ḥajji mabrūr", tetapi secara hakikat masih menanggung utang dam nusuk / hady karena penyembelihannya tak sesuai Ṡarīàh.
Adapun pak Mantreee yang satu ini, sudahlah diduga punya andil besar dalam deforestasi hutan, kini malah ingin punya andil pula dalam merusak ìbādah jamāàh ḥajji. Mengerikan…!!!

Komentar
Posting Komentar