Membeli Karena Kasihan?

Ada yang menyarankan kalau membeli makanan buat berbuka, maka belilah bukan dari pedagang yang ramai, namun dari pedagang yang kelihatannya sepi (dengan alasan mungkin si pedagang yang sepi itu sedang butuh untuk bayar kontrakan, SPP anak, dlsb).


Sebenarnya ada 2 hal di sini, yaitu:
⑴ jual-beli, dan
⑵ ṣodaqoh.

Kalau perkara jual-beli, maka kenapa ramai itu adalah perkara "rezeki", sedangkan perkara rezeki ini adalah sesuatu yang menjadi urusannya Allōh ﷻ‎.

Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

(arti) _“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Allōh lah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki, dan Dia (pula) yang membatasinya (bagi siapa yang Dia kehendaki). Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allōh bagi kaum yang berīmān.”_ [QS ar-Rūm (30) ayat 37].

Jadi, pedagang yang ramai itu bukan tiba-tiba saja ramai, tidak. Melainkan ketika Allōh ﷻ‎ mentaqdirkan untuk melapangkan rezeki hamba-Nya, maka Allōh menurunkan juga sebab-sebabnya, seperti: mengilhamkan resep yang disukai orang, cara pemasaran yang menarik, pemilihan tempat yang ramai, dan datang pada waktu yang tepat, serta kesabaran dalam berikhtiar. Ramuan kesemuanya itulah yang menjadi jalan datangnya rezeki.

Sedangkan pedagang yang sepi, maka ini bisa jadi karena rasa makanannya yang kurang enak, penyajian atau mutunya yang kurang prima, atau cara pemasarannya yang kurang menarik, atau pemilihan tempat dan waktu yang tidak pas.

Kalau saya pribadi melihat perkara ini kebanyakan adalah karena: "rasa" dan "mutu".

Saya pribadi punya 2 kisah, pertama suatu ketika saya main ke Cianjur. Biasanya saya singgah beli moci di toko langganan. Nah ketika turun ada pedagang asongan yang juga menawarkan moci. Karena kasihan saya belilah. Karena rada murah, saya beli banyakan, sehingga moci langganan saya malah dibeli sedikit. Pas kembali ke rumah, ternyata moci yang dibeli di asongan itu sama sekali tak enak… 😭

Kisah kedua, saya ditawari oleh pedagang kue semprong pas menjelang Lebaran. Si abang-abang itu mengiba-iba. Akhirnya saya beli lah cukup banyak, karena saya suka kue semprong. Ternyata pas sampai di rumah, rasanya juga tak enak… 😭

Ada kisah-kisah lain sejenis yang saya alami dengan peyek, lemper, dlsb…

BTW, kalau makanan tidak berkenan, ya jangan dikasih ke orang lain, karena memberikan orang itu haruslah apa yang oleh diri kita sendiri disukai.

⚠️ Akhirnya saya simpulkan, jangan pernah membeli karena kasihan.

Kalau kelihatan dagangannya menarik, maka belilah sekadarnya, lebihkan saja bayarannya dan tak usah minta kembalian.

Sedangkan kalau tidak menarik tampilan dagangannya, maka tidak usah dibeli, tapi ṣodaqoh saja.

Bagaimana menurut temans?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Penguasa Zhōlim Belum Tentu Cerminan Rakyat Yang Buruk