Zakāt Penghasilan / Profesi?



Sebagian ‘ulamā’ mengatakan bahwa ada yang namanya "Zakāt Penghasilan" terhadap orang-orang yang memiliki penghasilan rutin dari gaji / honorarium / upah. Ini didasarkan pada ijtihād yang pernah diambil oleh Kholīfah ‘Umar ibn ‘Abdul-‘Azīz رحمه الله تعالى.

Alasannya adalah jika petani yang setiap kali panenan terkena kewajiban zakāt, maka tentunya pegawai juga harus terkena kewajiban zakāt setiap kali gajian / menerima upah.

Maka berdasarkan itu, diambil-lah qiyās terhadap "Zakat Penghasilan" (atau juga dikenal dengan nama "Zakāt Profesi"), dengan dasar Zakāt Pertanian.

Bagaimana dengan nishobnya?

Sebagaimana Zakāt Pertanian, maka nishobnya adalah 5 wasaq, di mana 1 wasaq itu setara 60 sho’). Jika 1 sho’ itu adalah antara 2,5kG s/d 3,8kG (tergantung madz-hab), maka 5 wasaq itu adalah antara 750kG s/d 1.140kG.

Sehingga kalau dianggap harga beras rata-rata adalah Rp 10.000,- maka nishobnya adalah (penghasilan bersih / take home pay minimum) antara Rp 7,5juta s/d Rp 11,4juta.

Nah pertanyaan berikutnya berapa nilai zakātnya?

Ini yang saya lihat jadi janggal bagi sebagian yang menerapkan Zakāt Penghasilan ini, sebab mereka mengambil nilai 2,5%. Padahal itu adalah untuk Zakāt Māl (harta simpanan berupa emas-perak dan uang).

Sebab, seharusnya jika qiyās pengenaan Zakāt Penghasilan itu adalah Zakāt Pertanian, maka seharusnya nilainya mengikuti Zakāt Pertanian yang 5% (jika diairi dengan irigasi buatan) atau 10% (jika diairi dengan hujan).

Nah ini jadi pertanyaan lanjutan, bagaimana menetapkan pengenaan nilai 5% atau nilai 10%nya tersebut?

Apakah pekerja kasar yang tak pakai skill kena 10%, sedangkan pekerja yang pakai skill apalagi harus sekolah bertahun-tahun kena 5%?

Adalah karena ini saya pribadi mengambil pendapat dari ‘ulamā’ yang mengatakan tidak ada yang namanya "Zakāt Penghasilan" itu.

Demikian, silakan kalau mau diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh