Ketika Badu Bertanya Pada Simuntu

Zaman saya kecil dulu ada istilah "Ketika Badu bertanya ke Simuntu". Maksudnya adalah Badu yang bodoh, bertanya ke Simuntu yang jāhil. Maka tentunya jawaban yang didapat oleh Badu atas pertanyaannya itu pasti tidak baik.

Sebenarnya itu adalah fenomena yang sudah ada dari zaman dahulu, dari sebelum kuda bisa menggigit besi karena manusia belum bisa menempa besi sampai sekarang di zaman kuda sudah main iPad…

Berlalu di timeline saya kisah dari salah seorang teman uang mengamati di group social medianya yang berisi orang-orang umum bertanya semisal: "Bun, kalau nggak punya uang buat bayar zakāt gimana ya?"

Kemudian anggota group itu ramai-ramai pada menjawab,
"Utang dulu saja, Bun. Bayar zakāt kan cuma setahun sekali? Utangnya dibayar setelah Lebaran. Semangaaat bayar zakāt, Bun!"

Subhānallōh…

Betul-betul si Badu bertanya ke Simuntu…!

Sebenarnya hal ini sudah Allōh ﷻ‎ peringatkan di dalam al-Qur-ān.

📌 Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۖ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

(arti) _“Kami tidaklah mengutus para rosūl sebelum kamu (Muhammad) melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang ahli dzikir (yang ber‘ilmu -pent), jika kamu tiada mengetahui.”_ [QS al-Anbiyā’ (21) ayat 7].

Sebenarnya pada ayat suci tersebut sangat jelas bahwa yang dimaksud dengan ahli ‘ilmu itu orang yang paham tentang agama. Hal ini diperkuat dengan keterangan di ayat suci yang lain.

📌 Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

(arti) _“Keterangan-keterangan (mu‘jizat) dan kitāb-kitāb. Dan Kami turunkan kepada kamu adz-dzikrah (al-Qur-ān) agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkannya.”_ [QS an-Nahl (16) ayat 44].

⚠️ Jadi kalau anda adalah "si Badu", maka bertanya itu tidak boleh ke sembarangan orang, karena harus kepada orang yang benar ber‘ilmu!

❌ Adapun kalau kita adalah orang yang tak ber‘ilmu, maka JANGAN pula menjadi Simuntu. Karena dosanya besar…!

Iya, dosanya besar jika memberikan jawaban yang salah!

Perhatikan hadīts mulia berikut ini…

📌 Shohābat ‘Abdullōh ibn al-‘Abbās mengisahkan:

َأَصَابَ رَجُلًا جُرْحٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ‎ ثُمَّ احْتَلَمَ فَأُمِرَ بِالِاغْتِسَالِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ‎ فَقَالَ قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ أَلَمْ يَكُنْ شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالَ

(arti) _“Ada seseorang yang terluka pada masa Rosūlullōh ﷺ, kemudian ia bermimpi lalu junub, lalu ia diperintahkan (oleh orang-orang) untuk mandi, maka ia mandi dan ia pun mati. Kejadian ini kemudian sampai kepada Rosūlullōh ﷺ, maka Beliau bersabda, "Mereka telah membunuhnya! Semoga Allōh membunuh mereka! Bukankah obat dari kebodohan adalah bertanya (kepada orang yang mengetahui -pent)?"”_ [HR Abū Dāwūd no 337; Ibnu Mājah no 572; Ahmad no 2898; ad-Dārimī no 779].

Jadi ada seorang yang terluka di kepalanya. Pada malam harinya orang itu bermimpi basah dan ia pun junub. Lalu ia bertanya kepada teman-temannya dan mereka mengatakan ia harus mandi wajib agar bisa sholāt.

Orang itu pun lalu mandi wajib dan luka di kepalanya terkena air. Akibatnya, lukanya yang terkena air itu malah menyebabkan kematian orang tersebut!

Ketika kisah itu sampai kepada Baginda Nabī ﷺ‎, maka apa reaksi Beliau ﷺ‎?

Baginda Nabī ﷺ‎ sangat marah karena kelancangan orang-orang yang memfatwakan mandi wajib padahal kondisinya demikian. Fatwa yang tidak tepat untuk kondisi khusus, padahal kalau di kondisi biasa itu benar.

☠️ Baginda Nabī ﷺ‎ mendo'akan buruk bagi orang yang berfatwa buruk.

Maka apalagi terhadap yang berfatwa asal-asalan?

Oleh karena itu, jangan asal menjawab. Adalah lebih baik kita menjawab "saya tidak tahu", sekalipun kita tahu tapi ragu, daripada menjawab salah. Karena kita ini bukanlah ahli ‘ilmu.

نسأل الله السلامة والعافية

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh