Antara Liberal, Zindiq, & Muslim Blo-on

Dalam waktu berdekatan, terjadi dua peristiwa unik, pertama mengaji di jalanan di Malioboro, Yogya, dan Sholāt Tarawīh di Times Square, New York. Saya menemukan ada 3 kelompok yang sikapnya menurut saya unik terhadap dua kejadian tersebut.

▪ Pertama adalah kelompok yang riil (sungguhan) Liberal, seperti kebanyakan orang (kāfir) di Amerika. Mereka tidak reseh dengan peribadatan orang. Makanya hampir tak menemukan ada yang menyinyiri soal Sholāt Tarawīh di Times Square itu.

Bahkan kaum Liberal sungguhan mereka marah kalau ada orang yang mengganggu peribadatan orang lain. Ya tentunya di kaum kāfir itu ada juga yang reseh lagi rasis. Ini kejadian di Inggris, jadi ada seorang Muslim yang tilawah al-Qur-ān di Tube (MRT di London), lalu ada orang Bule yang duduk di depannya reseh dan marah-marah bahkan sampai mengatakan, "this is Christian's country". Si orang Muslim itu merekam kejadian itu lalu diposting di socmed dan jadi viral.

Akibatnya apa…?

Publik Inggris pun marah ke si Bule rasis itu, bahkan Transit Authority meminta apabila ada kejadian rasis semacam itu agar dilaporkan…!

Ya begitulah Liberal tulen, mereka menjaga hak dan kewajiban seimbang, dan membela jika ada yang mereka anggap terzhōlimi.

▪ Kedua adalah kaum Zindiq. Jenis ini banyak sekali di negara berflower +62. Contohnya: DenSir ar-Rōfidhi, PeA Abu Jamban al-Tololī, Gukguk Rombeng, Andjing Armandjing, (gak)Ishomudeng, Pandirlah Bosen, dlsb. Ya kita lihatlah betapa para BuzzeRp itu menyinyiri kegiatan tilawah di Malioboro dan bahkan juga Tarawīh di Times Square! Kaum Zindiq ini biasanya datang dari, ya you know lah, kaum ANUS Jumjumareka. Mereka ini eKTPnya saja yang tertuliskan "Islām" di kolom agama, akan tapi hati dan perbuatan mereka kāfir tulen 24 Karat.

▪ Ketiga adalah kelompok Muslim Blo-on.

Iya, anda nggak salah baca, "blo-on"…!

Memang mereka blo-on, entah karena memang kurang akalnya, atau terpengaruh syubhāt dari kaum Zindiq (kelompok kedua).

Muslim Blo-on ini yang menulis / mengatakan / membela pernyataan bahwa mengaji di jalanan Malioboro itu keliru, karena katanya:
- ‘amal itu bukan untuk ditunjukkan → padahal para Salafush-Shōlih dan ‘ulamā’ terdahulu biasa saja saat berdagang dan ketika menunggu pembeli datang, mereka tilawah al-Qur-ān.
- "mengganggu orang lain" → ini sangat dipertanyakan, memangnya yang terganggu bagaimana ya?

Saya ingin menyoroti perkara "mengganggu orang lain" ini, karena sependek yang saya lihat adalah orang yang tilawah di tempat publik (semisal: KRL, Busway) itu juga pada tahu diri kok? Mereka takkan tilawah bersuara keras. Jadi terganggunya itu letaknya di mana ya?

Kalau standar terganggu itu tak bisa didefinisikan dengan jelas, pokoknya hanya "terganggu" saja, maka nanti orang akan bilang, "Gue terganggu sama elo, soalnya muke lo jelek!". Masa iya begitu…?!?

Demikian, bagaimana menurut anda?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh