Bahaya Àqīdah Murji-ah

Kaum PENDAKU, baik itu dari varian Salafiy maupun varian Aswaja, sebenarnya sama àqīdahnya, yaitu: MURJI-AH.


Apa sih Murji-ah itu?

Inti àqīdah Murji-ah itu ada 2, yaitu:
⑴. Pengakuan īmān cukup hanya di dalam hati, dan tak dituntut membuktikan keīmānannya dalam àmal perbuatan sehari-hari.
⑵. Selama telah mengucapkan Ṡahadatain, seorang Muslim yang melakukan perbuatan dosa apapun juga tidak dihukumi kāfir.

Sebenarnya, kedua keyakinan inti Murji-ah itu adalah sesuatu yang sangat janggal dan sulit diterima oleh akal sehat, bahkan oleh kalangan Murji-ah itu sendiri.

Bagaimana tidak?

Bukankah yang namanya keyakinan īmān dan àmal perbuatan di dalam Islām itu merupakan satu kesatuan yang harus selaras dan berkesinambungan, dan tak bisa dipisah-pisah?

Bagaimana mungkin seorang yang melakukan perbuatan dosa yang membatalkan keīmānannya tak dianggap kāfir hanya karena menganggap bahwa hukuman terhadap àmal perbuatan manusia ditangguhkan oleh Allōh ﷻ‎ sampai dengan Hari Ākhirot?

Di bidang politik, àqīdah Murji-ah itu diimplementasikan dengan sikap politik "netral" atau "mendiamkan". Alasannya pemanisnya bisa macam-macam, mulai dari "menghindari fitnah", "tak punya kuasa", sampai dengan "toleransi". Sama sekali tak ada al-walā’ wal-barō’, padahal al-walā’ wal-barō’ itulah tali keīmānan yang paling tinggi.

Kita lihat saja ketika kaum PENDAKU Aswaja malah mengeluarkan pernyataan "al-Qur-ān takkan jadi hina hanya karena dibakar oleh Rasmus Paludan atau dirobek-robek oleh Edwin Wagensveld".

Iya memang al-Qur-ān selamanya akan mulia, karena ia adalah kalimat dari Robbul- Ȁlamīn. Tetapi kitalah yang hina apabila hanya berdiam diri ketika kitāb yang mulia itu dilecehkan! Lucunya, kaum PENDAKU Aswaja itu akan marah setengah mampoes kalau yang dilecehkan itu adalah organisasinya mereka atau kiyainya mereka. Atau begitu murkanya mereka ketika ada sesajen yang dirusak.

Sedangkan kaum PENDAKU Salafiy, mereka begitu ribut ketika Masjid mereka disegel, mereka ribut setengah mampoes sampai-sampai berani mengkāfirkan jutaan orang dalam satu pulau atau satu organisasi besar. Subḥanallōh…

Sementara mereka diam saja ketika saudara-saudari Muslimīn dibantai dengan keji oleh begundal Yahūdi Zionist Isra-Hell di Jenin. Padahal, kata Baginda Nabī ﷺ‎ terbunuhnya seorang Mu’min tanpa haq adalah perkara yang jauh lebih besar di sisi Allōh ﷻ‎ dibandingkan dengan runtuhnya Ka’bah.

Kita bisa melihat betapa àqīdah Murji-ah itu sangat merusak dan melemahkan.

Kita berdo'a:

ٱللَٰهُمَّ اهْدِنِي وَسَدِّدْنِي . ٱللَٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الهُدَى وَالسَّدَادَ
{allōhummah-dinī wa saddidnī. allōhumma innī as-alukal-hudā was- sadād}

(arti) _“Wahai Allōh, berilah saya hidayah dan tunjukkan saya kebenaran. Wahai Allōh, saya memohon kepada-Mu hidayah dan kebenaran.”_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh