Cidde Kuşatması
Pernah tahu kah bahwa kaum Kuffar itu pernah berusaha untuk menguasai Tanah Suci Makkah dan Madīnah? Nah kalau mau tahu, jadi dulu itu pernah ada pertempuran yang dikenal namanya dengan "Cidde Kuşatması" (Siege of Jeddah), yaitu pertempuran yang terjadi pada tanggal 16 Desember 1517 CE (yang juga bertepatan dengan musim hajji tahun 923 H) antara pasukan Kesultanan Turkiy ‘Utsmāniyah dengan pasukan Kerajaan Portugis di bawah pimpinan Lopo Soares de Albergaria dalam rangka memperebutkan pelabuhan utama di Laut Merah yaitu Jeddah. Ketika itu Jeddah dipertahankan oleh garnisun pasukan Kesultanan Mamluk (Mesir) yang dipimpin oleh Amīr Husain al-Kurdī dan angkatan laut Kesultanan Turkiy ‘Utsmāniyah yang dipimpin oleh Selman Reis.
Pada tahun 1515, komandan pasukan Portugis Afonso de Albuquerque melakukan blokade di Laut Merah sehingga sangat mempengaruhi jalur perdagangan Kesultanan Mamluk dengan India. Alfonso berencana untuk menguasai pantai di Laut Merah sepanjang Yaman-Hijāz untuk bisa sepenuhnya memotong rute perdagangan rempah-rempah melalui Mesir sehingga memaksa negara-negara di Eropa hanya berdagang melalui rute yang baru dibuka oleh Portugis di sekitar Afrika. Blokade di gerbang Laut Merah ternyata juga berdampak terhadap para peziarah Muslimīn ke kota-kota suci Makkah dan Madīnah yang berasal dari Asia Timur.
Ketika itu sebenarnya hubungan antara Kekholīfahan Turkiy ‘Utsmāniyah dengan Kesultanan Mamluk di Mesir sedang tidak baik karena keduanya sama-sama berusaha untuk menguasai perdagangan rempah-rempah. Sultan Selim I ingin menguasai Tanah Suci dan mendapatkan gelar "Kholīfah" agar ia bisa keluar dari bayang-bayang Kholīfah di Kairo, yaitu Sultan al-Mutawakkil ‘ala-Allōh III. Adalah perang antara ‘Utsmāniyah dengan Mamluk pada 1485-1491 yang menjadi pemicu rusaknya hubungan ini.
Menyusul kemenangan ‘Utsmāniyah atas Kerajaan Rōfidhoh Safavid Persia dan melemahnya Kesultanan Mamluk karena blokade dan perang dengan Portugis, maka Sultan Selim I melihat adanya peluang besar untuk mengambil alih Hijāz dari Kesultanan Mamluk sekaligus memperluas wilayah kesultanannya dalam Perang ‘Utsmāniyah-Mamluk (1516-1517). Kematian Sultan al-Ashrof Abū an-Nashr Thumān Bay II (sultan terakhir dari Mamluk) pada April 1517, maka Kairo, Syām, dan sebagian besar Hijāz berhasil dikuasai oleh Kesultanan ‘Ustmāniyah. Sementara rezim Mamluk masih memberikan perlawanan hingga akhir tahun 1517, walau sebagian besar bangsawan Mamluk dan ‘Arab telah bersumpah setia kepada Selim I, termasuk juga penguasa Jeddah yaitu Husain al-Kurdī (yang pernah bertempur dengan armada Portugis di India). Sebagai pelindung kota-kota suci, Kesultanan ‘Utsmāniyah tidak ingin blokade Laut Merah berlanjut, karena itu akan menyebabkan krisis kesulitan barang di Mesir dan Hijāz.
Portugis mulai membombardir dari laut kota Jeddah selama musim hajji tahun 1517 CE (923 H). Jeddah adalah tempat dari mana para peziarah memulai perjalanan hajji / ‘umroh mereka ke kota suci Makkah. Karena kelakuan kurang ajar Portugis itu, sebagian peziarah Muslimīn berhasil direkrut oleh Husain untuk menjadi bagian dari pejuang melawan Portugis. Pasukan Portugis berusaha melakukan beberapa upaya penyerangan amfibi dengan mendaratkan pasukan darat, namun langsung disambut dengan perlawanan yang sangat sengit oleh pasukan garnisun Jeddah dan Mujahiddīn dari kalangan peziarah.
Di mana peran pasukan Kesultanan Turkiy ‘Utsmāniyah dalam perang ini?
Jadi karena tembok pertahanan kota Jeddah tidak memiliki menara pengawas, maka pasukan di darat sangat bergantung kepada armada laut Selman Reis. Juga meriam di Jeddah tidak cukup jauh untuk menembak kapal-kapal Portugis. Otomatis, yang memerangi pasukan laut Portugis adalah pasukan Selman Reis dan akhirnya berhasil mengusir armada Portugis sepenuhnya dari Laut Merah.
Pasca Siege of Jeddah, maka secara resmi Jeddah menjadi bagian dari Kesultanan ‘Utsmāniyah, sementara sisa wilayah Hijāz menjadi Vassal State (negara bawahan) yang diperintah oleh Syarīf Muhammad Abū Numayy II ibn Barokāt ibn Muhammad.
Sebagai usaha melindungi Jeddah dari serangan laut semisal, Husain kemudian membangun benteng di kota Jeddah dengan dinding batu menggantikan dinding tanah liat menggunakan tenaga kerja paksa tawanan Portugis. Bagian dari tembok kota masih bertahan sampai sekarang di bagian Kota Tua Jeddah, dan pemakaman tentara Portugis masih dapat ditemukan di dalam kota tua yang dinamakan sebagai "Kuburan Nashrōnī ".
Kita harus mengakui jasa Kesultanan Turkiy ‘Utsmāniyah dalam hal ini sebab PERHATIKAN baik-baik bahwa peristiwa ini terjadi pada awal-awal puncak imperialime Eropa atas Asia dan Amerika. Bayangkan jika tidak ada bantuan Turkiy ‘Utsmāniyah, sementara Jeddah hanya dipertahankan oleh garnisun Mamluk yang saat itu sudah lemah? Things would be so much different, bukan tak mungkin pasukan Portugis akan menyerang Kota Suci Makkah dan Madīnah… di sini kita melihat betapa Maha Halus-nya Allōh ﷻ mengatur urusan… lagi-lagi contoh "God works in mysterious ways".
Demikian pelajaran sejarah pagi ini.
نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ
Komentar
Posting Komentar