Di Mana Muslim Lebih Dihargai & Dihormati?
Ketika kaum Muslimīn ramai mengangkat tagar #KaburAjaDulu, maka sesengustad dari gerombolan PENDAKU Salafiyy sekte Kokohiyyūn mengangkat larangan tinggal di negeri orang kāfir mengatakan bahwa lebih baik tinggal di negeri kaum Muslimīn karena àqīdah lebih terjaga dibanding tinggal di negeri orang kāfir.
Si Ngustad mengangkat dalīl bahwa Baginda Nabī ﷺ bersabda:
أنا بريء من كل مسلم يُقيم بين أَظْهُرِ المشركين
(arti) _“Aku berlepas diri dari setiap Muslim yang bermukim di tengah orang-orang Muṡrik.”_
Namun apakah ḥadīṫ mulia itu bisa begitu saja dipakai menghukumi Nation State yang saat ini ada…?
Well…
Ketika di Nusantara ini yang katanya negeri dengan penduduk Muslim terbesar di Dunia, yang oleh para Ngustad PENDAKU Salafiyy dikatakan sebagai "Negara Islām" karena ażān bebas dikumandangkan…
Maka di sebagian tempat di Nusantara, ternyata kaum Muslimīn mau pergi ṣolāt Tarōwīḥ saja dibatasi harus pergi berjalan kaki. Ażān tak boleh pakai speaker dalam sekalipun, dan bahkan ṣolāt hanya boleh dengan penerangan yang terbatas. Tentunya alasannya adalah: "menghormati Nyepi".
Bukan hanya itu saja, di bulan Desember (bahkan di akhir November sudah mulai), mall-mall dipasangi pohon cemara dan ornamen khas Natalan. Karyawan dipaksa memakai topi khas Sinterklaas, dan tak sedikit Muslim sampai dipaksa pakai baju Santa untuk menghibur pengunjung… tentunya it goes with saying: "Masih mau kerja di sini?"
Negeri yang katanya penduduk Muslim terbesar, tetapi:
- Muslim yang menyerukan perempuan Muslimah menutup àurot, yang diserang malah yang menyerukannya.
- Muslim yang berusaha menutup tempat-tempat kema’ṣiyatan judi dan miras, yang disalahkan malah yang menegakkan nahyi munkar itu.
- Muslim yang menghancurkan sesajen keṡirikan, malah dilaporkan ke Polisi.
Giliran hari Natalan atau Nyepi dlsb, maka BuzzeRp Zindiqers pada teriak-teriak semisal: "toleransi", "NKRI harga mati".
Sementara kaum Muslimīn tak wajib dihargai, bahkan pada bulan Romaḍōn pun Muslim yang sedang berpuasa tak perlu dihargai karena warung makan / restoran tak perlu ditutup dengan alasan lagi-lagi "toleransi".
Muslimnya sendiri kebanyakan pada diam saja… entah karena mengidap "Minderwaardigheidscomplex", entah karena terkena ṡubhat "politically correctness", atau memang tertekan akibat 10 tahun di bawah politik Apartheid.
Sementara di Amrik, di UK, dan di Jerman, Masjid malah justru sudah bebas mengumandangkan ażān.
Padahal menurut sebagian ngustad Neo Murji-ah PENDAKU Salafiyy, dikumandangkannya ażān itu adalah tanda sebuah "Negara Islām".
Maka pertanyaannya apakah Amrik, Inggris, dan Jerman adalah "Negara Islām"…?
Tentu orang yang beràqal dan waras jelas akan mengatakan "tidak".
Kembali pada ḥadīṫ mulia Baginda Nabī ﷺ "tinggal bersama Muṡrikīn" itu bisa dipahami secara letterlijk saja sehingga cukup lihat an sich mayoritas penduduk suatu negeri Muslim, tanpa melihat wisdom-nya…?
Maka tentunya tidak…
Karena ḥadīṫ mulia itu pasti benar, akan tetapi wisdom-nya adalah soal "keamanan", karena bukankah hijroh pertama ummat Baginda Nabī ﷺ itu adalah ke Ḥabaṡah (Abissynia) padahal Ḥabaṡah ketika itu adalah negerinya orang Naṣrōniyy…?
Demikian sharing pagi ini, semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar