Al-Qur-ān Mengatakan Bumi Datar?

Di dalam al-Qur-ān, Allōh ﷻ berfirman:

وَإِلَى ٱلۡأَرۡضِ كَيۡفَ سُطِحَتۡ

(arti) _“Dan bumi bagaimana dihamparkan.”_ [QS al-Ġōṡiyah (88) ayat 20].

Ayat suci tersebut dijadikan dalīl oleh sebagian orang untuk mengatakan bahwa planet bumi itu berbentuk datar (planar) karena ada kalimat "سُطِحَتۡ" (arti: dihamparkan), yang mana asal katanya adalah "مُسَطَّح" (arti: hamparan). Logika mereka, bagaimana suatu hamparan (planar) itu bisa berbentuk bola (spherical).


❓ Pertanyaannya: benarkah demikian…?

Maka jawabannya dilihat dari 4 hal, yaitu:

🔵 Pertama, dari sisi konteks ayat.

Kata "ٱلۡأَرۡض" itu oleh orang Àrab dimaknai sebagai "bumi" (sebagai planet) dan juga sebagai "daratan" (permukaan bumi), sebagaimana yang dijelaskan oleh Ṡaiḳ Muḥammad aṭ-Ṭōhir ibn Ȁṡūr رحمه اللـه تعالى dalam kitāb tafsīrnya (at-Taḥrīr wat-Tanwīr).

Lalu bagaimana menentukan makna mana yang dimaksudkan oleh Allōh ﷻ pada QS al-Ġōṡiyah (88) ayat 20 tersebut…?

Tentu jawabannya harus dilihat dari konteks dari ayat suci tersebut, di mana ayat itu dimulai dengan kata "وَ" (arti: dan) sehingga jika kita telaah konteksnya dimulai dari ayat 17nya.

Pada ayat ke-17 (sampai ayat 20), Allōh ﷻ menanyakan secara retorik tentang maḳlūq ciptaan-Nya:

أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى ٱلۡإِبِلِ كَيۡفَ خُلِقَتۡ ۝ وَإِلَى ٱلسَّمَآءِ كَيۡفَ رُفِعَتۡ ۝ وَإِلَى ٱلۡجِبَالِ كَيۡفَ نُصِبَتۡ ۝

(arti) _“Maka tidakkah mereka memperhatikan unta bagaimana diciptakan? Dan langit bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan?”_

Kata kuncinya adalah kalimat "يَنظُرُونَ إِلَ" yang secara letterlijk terjemahannya adalah "melihat pada". Kemudian dilanjutkan dengan Allōh ﷻ mengambil contoh "unta", "langit", dan "gunung".

⇛ Kesemuanya memang benar-benar bisa dilihat secara visual oleh indera penglihatan mata.

⚠ Maka Allōh ﷻ pada ayat 20nya mengatakan "bumi", maka tentunya itu harus setara dengan contoh-contoh yang telah diberikan sebelumnya, sama-sama sesuatu yang bisa dilihat secara visual, yaitu: DARATAN. Sebab tak mungkin Allōh memberi contoh maḳlūq-maḳlūq-Nya: unta, langit, dan gunung, yang kesemuanya bisa dilihat, lalu tiba-tiba mengambil contoh "planet bumi" yang takkan mungkin bisa dilihat oleh manusia bentuk aslinya pada saat al-Qur-ān diturunkan kepada Baginda Nabī ﷺ.

🔵 Kedua, dari keterangan ayat yang lain.

Di dalam QS az-Zumar (39) ayat 5, Allōh ﷻ berfirman:

خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ بِٱلۡحَقِّۖ يُكَوِّرُ ٱلَّيۡلَ عَلَى ٱلنَّهَارِ وَيُكَوِّرُ ٱلنَّهَارَ عَلَى ٱلَّيۡلِۖ وَسَخَّرَ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَۖ كُلٌّ يَجۡرِى لِأَجَلٍ مُّسَمًّىۗ أَلَا هُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفَّٰرُ

(arti) _“Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar. Dia membungkus malam atas siang dan membungkus siang atas malam, dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah! Dia-lah yang Maha Mulia, Maha Pengampun.”_

Kalimat "يُكَوِّرُ" (arti: membungkus) itu asal katanya adalah "كُرَة" yang artinya "bola", sehingga orang Àrab memahami kalimat "يُكَوِّرُ" itu sebagai: "membungkus sesuatu yang berbentuk bola".

⇛ Maka ketika Allōh ﷻ mengatakan bahwa Dia menjadikan malam membungkus siang dan siang membungkus malam, yang konteks sebelumnya itu adalah berbicara tentang bumi, tentunya secara implisit menunjukkan bahwa bumi itu adalah sesuatu yang berbentuk seperti bola.

🔵 Ketiga, dari sisi perbendaharaan bahasa Àrab.

Orang Àrab mengenal benda-benda langit dengan istilah "ٱلأَفْلاك" (al-aflāk) di mana bentuk singularnya adalah "فَلَك" (falak). Ìlmu Astronomi di dalam bahasa Àrab istilahnya adalah "عِلْمُ ٱلْفَلَك" (ìlmul-falak).

⚠ Kata "فَلَك" (falak) itu oleh orang Àrab dipahami maknanya sebagai "orbit", namun mereka juga memahaminya sebagai sesuatu yang berbentuk bola (spherical).

Hal itu adalah sesuatu yang sudah lama dipahami oleh para ùlamā’ dari kalangan aḥli ìlmu alam dan ìlmu agama semenjak dari masa lalu, yang buktinya adalah:
⑴. Peta al-Ma’mūn (Abad IX) yang dibuat oleh para aḥli geografi dan matematika atas perintah Ḳolīfah Àbdullōh ibn Hārūn ar-Roṡīd al-Ma’mūn (wafat 833). Peta tersebut didasarkan pada peta buatan Ptolemy, namun disempurnakan dengan perhitungan matematis dan pengamatan astronomis terkini pada zamannya – peta ini merupakan bagian dari proyek "Baitul-Ḥikmah" di Baġdad yang menerjemahan manuskrip Yunani ke dalam Bahasa Àrab.
⑵. Kontribusi Muḥammad ibn Aḥmad al-Bīrūniyy (berasal dari Ḳwarazm, Uzbekistan; wafat tahun 1048) terhadap Ìlmu Geodesi yang dengan menggunakan Astrolabe dan perhitungan yang canggih trigonometri terhadap horison dip angle dari puncak sebuah gunung, berhasil menghitung keliling bumi yaitu: 40.253kM, yang mana itu hanya berbeda 0,4% dari hasil pengukuran modern yaitu 40,075kM. Perhitungan al-Bīrūniyy ini jauh lebih akurat dibandingkan perhitungan Erastothenes yang dilakukan 1.200 tahun sebelumnya yaitu 39.375kM (berbeda 1,7% dari hasil pengukuran modern).
⑶. Peta al-Idrīsiyy (Nuzhat al-Muṡtāq fī Iḳtirōq al-Āfāq) yang dibuat oleh Muḥammad ibn Muḥammad al-Idrīsiyy (berasal dari Ceuta, Spanyol; wafat 1165) untuk Raja Roger II dari Sisilia pada tahun 1154 – kemudian dikenal sebagai "Tabula Rogeriana".

Bersambung ke Part II – link:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penguasa Zhōlim Belum Tentu Cerminan Rakyat Yang Buruk

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah!