Keriuhan Nasab Ḥabaib & Yang Mendekatkan Seseorang Dengan Baginda Nabī ﷺ‎

Sebenarnya saya enggan membahas soal nasab ini, akan tetapi karena masih ada yang bertanya tentang apa pendapat saya, maka berikut pandangan saya tentangnya.


🔴 Pertama, nasab (نسب) itu di dalam Islām adalah berdasarkan catatan pernikāhan, atau oleh orang Àrab di masa lalu itu dihapalkan siapa menikāhi siapa lalu siapa anak keturunannya. Ṣoḥābat mulia yang terkenal pakar dalam perkara nasab adalah Ḳolīfah Abū Bakr aṣ-Ṣiddīq رضي الله تعالى عنه dan putrinya, Ummul-Mu’minīn Ȁ-iṡah aṣ-Ṣiddīqoh رضي الله تعالى عنها.

Tidak pernah ada urusannya antara nasab itu dengan DNA dalam Ṡariàt, karena walaupun anak hasil dari istri yang berzinā, namun jika suami dari ibunya itu tak melakukan liàn, maka nasab anak itu tetap kepada suami dari ibunya, sebagaimana kata Baginda Nabī ﷺ di dalam suatu riwayat:

ٱلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ ٱلْحَجَرُ

(arti) _“Anak itu milik ranjang (suami), dan bagi (laki-laki) pezinā adalah batu (kerugian).”_ [HR al-Buḳōriyy no 6918, 7182; Muslim no 1457-8; Abū Dāwūd no 2273-4; at-Tirmiżiyy no 1157; an-Nasāiyy no 3482-6; Ibnu Mājah no 2006-7; Aḥmad no 168, 6964, 7436, 8642, 8934, 9639, 9767, 9989, 22965, 23827, 24464, 24808, 24899; ad-Dārimiyy no 2281-2].


🔴 Kedua, kalaupun ada yang melakukan pemalsuan nasab, maka itu adalah dosa pribadinya sendiri, sebagaimana kata Baginda Nabī ﷺ di dalam suatu riwayat:

مَنِ ٱدَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ أَوِ ٱنْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيْهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ ٱللّٰـهِ وَٱلْمَلاَئِكَةِ وَٱلنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ لاَ يَقْبَلُ ٱللّٰـهُ مِنْهُ يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ صَرْفاً وَلاَ عَدْلاً

(arti) _“Siapa saja yang mengaku berayah kepada selain ayah kandungnya, atau bersandar kepada yang bukan walīnya, maka la`nat Allōh, juga para Malā-ikat, dan semua manusia menimpa mereka, dan pada hari Qiyāmat Allōh takkan menerima dari mereka, baik yang farḍu maupun yang sunnah.”_ [HR Muslim no 1370; at-Tirmiżiyy no 2127].


🔴 Ketiga, ketinggian nasab seseorang tidaklah berarti (tidak akan menolongnya) apabila àmalannya tidak baik, sebagaimana kata Baginda Nabī ﷺ di dalam suatu riwayat:

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

(arti) _“Siapa saja yang lamban àmalnya, maka nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya.”_ [HR Muslim no 2699; Abū Dāwūd no 3643; at-Tirmiżiyy no 2945; Ibnu Mājah no 225; ad-Dārimiyy no 368].


‼️ Adapun yang kita ingkari dari sebagian oknum yang mengaku "ḥabib" tersebut adalah kelakuan mereka yang menyebarkan taḳoyyul – kebidàhan – ḳurōfat serta tingkah laku mereka yang tak baik. Jadi ingkari saja perkara itu, tak perlu meributkan nasab mereka. Fokus kepada perbuatan, bukan pribadi.


⚠ Adapun soal kedekatan dengan Baginda Nabī ﷺ di hari Qiyāmat kelak, maka dari dalīl yang ṣoḥīḥ urusannya bukanlah dekat atau tidaknya seseorang dengan oknum-oknum yang mengaku sebagai keturunannya Baginda Nabī ﷺ (ḥabaib) tersebut, TIDAK! Akan tetapi bagaimana àmalan seseorang semasa ia hidup.

Berikut adalah àmalan-àmalan yang bisa mendekatkan posisi seseorang dengan Baginda Nabī ﷺ di hari Qiyāmat kelak, yaitu:

① Orang yang paling baik aḳlāqnya.

📌 Kata Baginda Nabī ﷺ di dalam suatu riwayat:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَىَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقًا

(arti) _“Sungguh-sungguh orang yang paling aku cintai di antara kalian, dan yang paling dekat duduknya denganku pada hari Qiyāmat adalah yang paling baik aḳlāqnya di antara kalian.”_ [HR al-Buḳōriyy, Adabul-Mufrod no 272; at-Tirmiżiyy no 2018; Aḥmad no 6447, 6738, 17066].

② Orang yang menyantuni anak yatim

📌 Kata Baginda Nabī ﷺ di dalam suatu riwayat:

أَنَا وَكَافِلُ ٱلْيَتِيمِ فِي ٱلْجَنَّةِ هَكَذَا ‏(وَأَشَارَ بِٱلسَّبَّابَةِ وَٱلْوُسْطَى ، وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا‏)

(arti) _“Aku dan siapa saja yang menyantuni anak yatim akan seperti ini di Syurga kelak.” (Beliau ﷺ mengunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya lalu merenggangkannya sedikit)_ [HR al-Buḳōriyy no 5304, 6005; Abū Dāwūd no 5150; at-Tirmiżiyy no 1918; Aḥmad no 21754; Mālik no 1817].

③ Orang yang mengayomi & menafkahi 2 anak perempuannya dengan baik hingga mereka tumbuh dewasa.

📌 Kata Baginda Nabī ﷺ di dalam suatu riwayat:

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ ‏(وَضَمَّ أَصَابِعَهُ)‏

(arti) _“Siapa saja yang mengayomi 2 anak perempuan hingga dewasa, maka ia akan datang pada hari Qiyāmat bersamaku.” (seraya Beliau ﷺ mengunjukkan 2 jemari tangannya dengan rapat)_ [HR al-Buḳōriyy, Adabul-Mufrod no 894; Muslim no 2631; at-Tirmiżiyy no 1914].

④ Orang yang benar-benar mencintai Baginda Allōh ﷻ‎ & Baginda Nabī ﷺ.

📌 Dasarnya adalah sebuah riwayat di mana dikisahkan ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Baginda Nabī ﷺ tentang kapan hari Qiyāmat. Baginda Nabī ﷺ lalu balik bertanya kepadanya:

وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا

(arti) _“Apa yang telah kamu persiapkan untuk hari itu?”_

Lelaki itu menjawab: "Tidak ada, hanya saja sungguh saya benar-benar mencintai Allōh dan Rosūl-Nya ﷺ."

Maka Baginda Nabī ﷺ lalu berkata:

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

(arti) _“Kamu akan bersama dengan orang yang kamu cintai.”_ [HR al-Buḳōriyy no 3688, 6171, 7153; Muslim no 2639; Abū Dāwūd no 5126; at-Tirmiżiyy no 2385; Aḥmad no 11632, 12574, 12619, 12681, 12690, 12892, 12908].

📌 Adapun cara mencintai Allōh & Rosul-Nya ﷺ‎ adalah sebagaimana firman-Nya:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللّٰـهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ ٱللّٰـهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَٱللّٰـهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

(arti) _“Katakanlah (wahai Muḥammad): "Apabila kamu (benar-benar) mencintai Allōh, maka ikutilah aku, niscaya Allōh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu!". Allōh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”_ [QS Āli Ìmrōn (3) ayat 31].

⑤ Orang yang banyak berṣolāwat untuk Baginda Nabī ﷺ.

📌 Kata Baginda Nabī ﷺ dalam suatu riwayat:

أَوْلَى ٱلنَّاسِ بِي يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً

(arti) _“Orang yang paling dekat denganku di hari Qiyāmat adalah orang yang banyak berṣolāwat untukku.”_ [HR at-Tirmiżiyy no 484].

🚫 Tak ada –sepanjang pengetahuan saya– dalīl yang ṣoḥīḥ, qoṭ-ìyy, dan ṣorīḥ, yang mengatakan bahwa kedekatan seseorang dengan Baginda Nabī ﷺ adalah berdasarkan kedekatan seseorang di Dunia dengan siapa saja yang mengaku sebagai keturunan Baginda Nabī ﷺ.

Demikian, semoga bermanfaat.

ٱللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh