Cukup Ẓohirnya, Tak Perlu Menduga Yang Disembunyikan

Ada narasi-narasi yang memaksa ummat harus berprasangka baik terhadap perbuatan parTAI, karena walaupun kelihatannya buruk, dikatakan ada maksud baik di belakang itu sebab sudah melalui pertimbangan para Dewan Ṡarīàh. Jadi ummat ṫiqoh sajalah kepada parTAI, jangan menyebarkan fitnah.

❓ Pertanyaannya benarkah harus begitu?


‼️ Jawabannya harus dikembalikan lagi kepada Ṡarīàt, yaitu: seseorang dinilai berdasarkan apa yang secara ẓohir ditampakkannya.

Dalīlnya adalah:

🔴 Riwayat dari Usāmah ibn Zaid ibn Ḥariṫah رضي الله تعالى عنهما ketika Beliau diutus oleh Baginda Nabī ﷺ‎ ke al-Ḥuroqoh (salah satu daerah di Juhainah) dalam sebuah ekspedisi tempur.

Pagi hari sesampainya di sana, Usāmah menyerang kaum al-Ḥuroqoh itu hingga ia dapat mengalahkannya. Dalam pertempuran Usāmah bersama seorang laki-laki Anṣōr bertemu dengan seorang lelaki dari kalangan al-Ḥuroqoh. Pada saat Usāmah mendekatinya, maka lelaki itu mengucapkan "lā ilāha illallōh". Laki-laki Anṣōr yang bersama Usāmah menahan diri untuk tak menyerangnya, namun Usāmah tetap saja menusuknya dengan tombak hingga lelaki al-Ḥuroqoh itu tewas.

Ketika Usāmah kembali ke Madīnah, peristiwa itu disampaikan kepada Baginda Nabī ﷺ, maka Usāmah pun ditanya oleh Baginda Nabī ﷺ‎:

يَا أُسَامَةُ ، أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا ٱللَّهُ ؟

(arti) _“Wahai Usāmah, apakah kamu membunuhnya setelah ia mengucapkan "lā ilāha illallōh"?”_

Usāmah pun menjawab: "Wahai Rosūlullōh, orang itu hanya mengucapkan itu tersebut untuk untuk melindungi dirinya saja (dari ayunan pedang / tombak)."

Maka Baginda Nabī ﷺ‎ pun mengatakan:

أَفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا فَمَا ؟

(arti) _“Mengapa kamu tak belah saja jantungnya hingga kamu dapat mengetahui apakah ia mengucapkannya karena takut dibunuh atau tidak?”_

Baginda Nabī ﷺ‎ terus mengulang-ulangi ucapan tersebut berkali-kali hingga Usāmah saking menyesal dan takut, ia sampai berandai-andai kalau saja ia baru masuk Islām di hari itu sehingga dosanya diampuni oleh Allōh. [HR al-Buḳōriyy no 4269, 6872; Muslim no 96; Aḥmad no 20750].

⚠️ Jadi orang itu dinilai berdasarkan apa yang ẓohir ditampakkannya, bukan dugaan tentang apa motivasi dari sikap / perbuatannya itu.

🔴 Riwayat bahwa Ḳolīfah Ùmar ibn al-Ḳoṭṭōb رضي الله تعالى عنه pernah mengatakan:

إِنَّ أُنَاسًا كَانُوا يُؤْخَذُونَ بِٱلْوَحْيِ فِي عَهْدِ رَسُولِ ٱللَّهِ ﷺ وَإِنَّ ٱلْوَحْيَ قَدْ ٱنْقَطَعَ وَإِنَّمَا نَأْخُذُكُمْ ٱلْآنَ بِمَا ظَهَرَ لَنَا مِنْ أَعْمَالِكُمْ فَمَنْ أَظْهَرَ لَنَا خَيْرًا أَمِنَّاهُ وَقَرَّبْنَاهُ وَلَيْسَ إِلَيْنَا مِنْ سَرِيرَتِهِ شَيْءٌ ٱللَّهُ يُحَاسِبُهُ فِي سَرِيرَتِهِ وَمَنْ أَظْهَرَ لَنَا سُوءًا لَمْ نَأْمَنْهُ وَلَمْ نُصَدِّقْهُ وَإِنْ قَالَ إِنَّ سَرِيرَتَهُ حَسَنَةٌ

(arti) _“Sungguh (terkadang) manusia dinilai keadaannya dengan diturunkannya wahyu semasa Rosūlullōh ﷺ masih hidup. Akan tetapi hari ini wahyu sudah terputus, maka sekarang ini kita menilai kalian berdasarkan àmal-àmal yang ẓohir ditampakkan di muka umum. Maka siapa saja yang secara ẓohir menampakkan perbuatan baik kepada kita, kita akan mempercayainya dan dekat dengannya, dan bukanlah urusan kita apa yang disembunyikannya karena hal itu adalah urusan Allōh, dan Allōh lah yang akan menghitungnya. Sebaliknya, kita takkan mempercayai atau berpihak kepada siapa saja yang menampakkan perbuatan buruk kepada kita, sekalipun ia mengatakan bahwa maksudnya itu baik.”_ [Aṫar Riwayat al-Buḳōriyy no 2641].

⚠️ Jadi orang itu dinilai dari mayoritas apa perbuatan atau sikap yang ditampilkannya di depan umum, BUKAN berdasarkan apa yang sesekali saja ia lakukan, apalagi hanya sekadar diomongkan saja tanpa ada perwujudan sikap atau perbuatan yang selaras dengan omongannya itu.

❌ Tak boleh orang itu dinilai dari apa yang dirahasiakannya, apalagi menilai orang berdasarkan isi hatinya. Karena itulah "prasangka buruk" (sū-uẓōn).

Jadi kalau tampak jelas bagi kita sikapnya khianat, lalu kelakuannya adalah kelakuan pengkhianat, ya kita katakan ia PENGKHIANAT. Titik.

‼️ Adapun mengatakan pengkhianat sebagai pengkhianat itu BUKAN fitnah, karena kita tak pernah disuruh menilai apa yang disembunyikan orang apalagi menilai isi hati orang.

Demikian, semoga dapat dipahami.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh