Kaum Muslimīn Masa Kini Memang Tak Dianggap

Di dalam bahasa Inggris dikenal istilah "prophecy", yaitu suatu kabar yang dinarasikan oleh seorang Nabī (prophet) yang mana kabar itu PASTI akan terjadi di masa depan. Prophecy ini bukanlah ramalan (soothsaying).


Bagi kita, kaum Muslimīn, apapun yang Baginda Nabī ﷺ sampaikan adalah wahyu, sebagaimana yang Allōh ﷻ firman-kan di dalam al-Qur-ān:

مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَىٰ ۝ وَمَا يَنْطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ ۝ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌ يُوحَىٰ

(arti) _“Kawanmu (Muḥammad) tidaklah sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah apa yang diucapkannya itu menuruti keinginan (hawa nafsu)nya. Tidak lain itu adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”_ [QS an-Najm (53) ayat 2-4].

Adapun wahyu yang diturunkan kepada Baginda Nabī ﷺ itu ada 2 macam, yaitu Kitābullōh (al-Qur-ān) dan Ḥikmah (Sunnah), sebagaimana firman-Nya:

وَٱذْكُرُوا نِعْمَتَ ٱللهِ عَلَيْكُمٍ وَمَآ أَنزَلَ عَلَيْكُم مِّنَ ٱلْكِتَٰبِ وَٱلْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهِۦ

(arti) _“Ingatlah ni‘mat Allōh kepadamu, dan apa yang telah diturunkan Allōh kepadamu yaitu al-Kitāb (al-Qur-ān) dan al-Ḥikmah (Sunnah) untuk memberi pengajaran kepadamu.”_ [QS al-Baqoroh (2) ayat 231].

Al-Kitāb itu adalah wahyu yang berbentuk apa adanya dari Allōh, sedangkan al-Ḥikmah itu adalah wahyu yang redaksi perkataannya adalah dari Nabī. Jadi setiap ḥadīṫ yang ṣoḥīḥ yang menceritakan kejadian di masa depan, maka itu sama sekali bukan ramalan, akan tetapi kabar kejadian yang pasti akan terjadi di masa depan.

Ada sebuah prophecy tentang masa depan, yang mana kebanyakan dari kaum Muslimīn pasti pernah mendengarkannya, yaitu ḥadīṫ tentang "al-wahn". Ḥadīṫ tersebut diriwayatkan dari Ṣoḥābat Ṫaubān ibn Bajdad رضي الله تعالى عنه, bahwa Baginda Nabī ﷺ pernah bersabda:

يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ؛ فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ ؟ ؛ قَالَ : بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ ٱللهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ ٱللهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ ؛ فَقَالَ : قَائِلٌ يَا رَسُولَ ٱللهِ وَمَا الْوَهْنُ ؟ ؛ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْت

(arti) _“"Nyaris saja ummat-ummat saling bersekongkol untuk memerangi kalian layaknya orang-orang yang sedang rebutan memakan hidangan pada sebuah nampan.". Ada seseorang yang bertanya: "Apakah kami pada saat itu berjumlah sedikit?". Nabī ﷺ menjawab: "Bahkan jumlah kalian pada saat itu sangatlah banyak, hanya saja kalian itu bagaikan buih kotoran yang terbawa banjir. Sungguh-sungguh Allōh benar-benar akan mencabut dari hati musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian, dan akan menimpakan ke dalam hati kalian al-wahn.". Orang tersebut kembali bertanya: "Wahai Rosūlullōh, apa itu al-wahn?". Beliau ﷺ menjawab: "Mencintai keduniawian dan takut akan kematian."”_ [HR Abu Dāwūd no 4297; Aḥmad no 21363].

❔ Pernahkah terpikir secara mendalam apa maksud ḥadīṫ mulia tersebut…?

Baiklah, marilah kita sama-sama telaah ḥadīṫ mulia tentang al-wahn tersebut…

Beberapa hal penting dicermati adalah:

🔴 Baginda Nabī ﷺ menyebutkan bahwa: "… nyaris saja ummat-ummat akan bersekongkol memerangi kaum kalian".

Pemilihan kata "يُوشِكُ" yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "nyaris saja" berarti kejadian tersebut akan terjadi dalam waktu yang dekat. Ummat-ummat, yaitu kaum Kuffār, akan bersekongkol saling mengajak untuk memerangi kaum Muslimīn.

🔴 Kemudian Baginda Nabī ﷺ mengatakan: "… layaknya orang-orang yang sedang rebutan memakan hidangan pada sebuah nampan".

Ini dalam sekali maknanya. Coba visualisasikan orang-orang kelaparan yang saling mengajak untuk berebutan hidangan makanan di atas nampan…

❔ Apa yang terjadi…?

Makanan itu dibagi-bagi, dipecah-pecah, dicabik-cabik, demi memuaskan nafsu orang-orang yang kelaparan.

Lihat saja apa yang terjadi di Afghanistan… Bosnia… Chechnya… Iraq… Libya… Suriyah… Ghaza… Rohingnya… Uyghur… Sudan… dan bahkan di negeri di mana katanya kaum Muslimīnnya berjumlah terbesar di Dunia.

❔ Apakah jumlah kaum Muslimīn sedikit jumlahnya sehingga begitu tak berdaya…?

🔴 Ternyata tidak, justru Baginda Nabī ﷺ mengatakan: "… bahkan jumlah kalian pada saat itu sangatlah banyak".

Jumlah ummat Islām itu banyak, dan ini juga konsisten dengan pernyataan bahwa hidangan di atas nampan, sebab tentunya yang namanya hidangan itu jumlahnya banyak. Apalagi orang-orang kuffār saling mengajak untuk memakan makanan di atas nampan itu.

🔴 Keadaan kaum Muslimīn sangatlah lemah, Baginda Nabī ﷺ mengatakan: "… hanya saja kalian itu bagaikan buih kotoran yang terbawa banjir".

Kalimat ini juga sangat dalam maknanya. Perhatikan kalau banjir, maka pasti ada kotoran berupa buih yang berwarna putih kecoklatan yang terbawa air. Buih kotoran itu banyak di atas air, tapi ia tak punya kekuatan apapun, ia hanya ikut arus. Air mengalir, buih kotoran pun ikut mengalir. Air masuk got, buih kotoran pun ikut masuk got. Air masuk ke sungai dan akhirnya ke laut, buih pun ikut ke sana. Air berhenti dan menggenang, buih kotoran pun ikut berhenti. Bahkan air menguap, buih kotoran juga ikut hilang raib.

Begitulah kondisi dari buih kotoran.

Luar biasa ya, kata-kata yang ringkas tapi penuh makna dan dalam… itulah "jawāmiùl-kalim" sebagaimana ḥadīṫ mulia:

بُعِثْتُ بِجَوَامِعِ الْكَلِمِ

(arti) _“Aku diutus dengan membawa jawāmiùl-kalim.”_ [HR al-Buḳōriyy no 2977, 7013, 7273; Muslim no 523; an-Nasāiyy no 308-9; Aḥmad no 7269, 9489].

Adapun makna jawāmiùl-kalim adalah sebagaimana yang dikatakan Imām Muḥammad ibn Muslim ibn Ṡihāb az-Zuhriyy:

أنه كان ﷺ يتكلم بالقول الموجز ، القليل اللفظ ، الكثير المعاني

(arti) _“Adalah bahwa Nabī ﷺ berbicara dengan kalimat yang ringkas, lafaẓnya pendek, namun kaya akan makna.”_

Imām Muḥammad Àbdul-Ro-ūf al-Munāwiyy mengatakan tentang jawāmiùl-kalim:

جوامع الكلم أي ملكة أقتدر بها على إيجاز اللفظ مع سعة المعنى بنظم لطيف لا تعقيد فيه يعثر الفكر في طلبه

(arti) _“Jawāmiùl-kalim maksudnya adalah kemampuan yang mana dengan itu Beliau ﷺ mampu menyampaikan kalimat yang ringkas namun maknanya luas, dengan susunan yang bagus, tak menyulitkan yang membuat pikiran bisa meleset dalam memahaminya.”_

Mari kita lanjutkan…

❔ Kenapa sampai sebegitu tak berdaya dan hanya bisa terima nasib…?

🔴 Baginda Nabī ﷺ menyebutkan: "… sungguh-sungguh Allōh benar-benar akan mencabut dari hati musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian".

Sekarang tanyakan, apakah ketika Amrik menginvasi Afghanistan lalu Iraq, mereka merasa takut? Tanyakan apakah NATO saat menyerang Libya mereka takut? Atau Russia ketika membantai rakyat Suriyah mereka takut? Atau RRC memejarakan entah berapa ribu kaum Muslim Uyghur apakah mereka khawatir? Atau Isra-Hell yang setiap Romaḍōn membunuh-bunuhi rakyat Palestina mereka ambil pusing…?

Atau tak usah jauh-jauh lah… di ujung Timur negeri beberapa tahun lalu Masjid dibakar, malah pembakarnya yang diundang ke Istana. Kemudian al-Qur-ān dinistakan, sampai-sampai jutaan kaum Muslimīn harus turun beraksi agar penistanya dihukum.

Mereka, orang-orang kuffār sudah tidak ada lagi rasa takut. Mereka seakan tak peduli saja ketika berbuat keẓōliman demi keẓōliman atas kaum Muslimīn. Santai saja…

Padahal, dulu Baginda Nabī ﷺ itu begitu ditakuti oleh musuh-musuhnya sebagaimana ḥadīṫ mulia:

أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ ، وَجُعِلَتْ لِيَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا …

(arti) _“Aku diberikan 5 perkara yang tak diberikan kepada orang (Nabī) sebelumku. Aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sejauh satu bulan perjalanan …”_ [HR al-Buḳōriyy no 335, 438; Muslim no 521; an-Nasāiyy no 432; Aḥmad no 13745, 20352; ad-Dārimiyy no 1429, 2510].

❔ Kenapa sampai begitu dilecehkannya kaum Muslimīn di Zaman Now ini…?

🔴 Baginda Nabī ﷺ menyebutkan: "… dan (Allōh) akan menimpakan ke dalam hati kalian al-wahn".

❔ Apa itu al-wahn…?

🔴 Baginda Nabī ﷺ menyebutkan: "… mencintai keduniawian dan takut akan kematian".

Well, ini sudah tak perlu dielaborasi lagi…

Saking cintanya sama keduniawian, maka ukurannya kaum Muslimīn adalah keduniawian pula… seperti: biasa punya rumah luas dan sejuk ber-a/c, bisa asyik kongkow-kongkow bersama gank, bisa beranak-pinak dan, bisa jalan-jalan tempat tempat yang eksotik berwisata sambil kulineran…

Padahal ketika seorang laki-laki meminta izin kepada Baginda Nabī ﷺ untuk berkelana dengan tujuan wisata, maka jawab Baginda Nabī ﷺ:

إِنَّ سِيَاحَةَ أُمَّتِي الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ ٱللهِ تَعَالَ

(arti) _“Sungguh perjalanan wisata ummatku adalah jihād fī sabilillāh.”_ [HR Abū Dāwūd no 2486].

Ya bagaimana mau membela kebenaran, apalagi melakukan nahyi munkar… ya nanti-nanti sajalah dulu… takut bernasib konyol merana… jadi pilih yang aman-aman saja… sampai-sampai mengusung penikmat filem bokep sebagai calon pemimpin tertinggi pun dilakukan demi, ya apalagi kalau bukan demi keduniawian…?

Kalau sudah begitu, ya terimalah nasib diperlakukan hina oleh kaum kuffār…

Kita berdo'a:

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَ لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
{robbanā lā tajàlnā fitnatan lillażīna kafarū, wa lā tajàlnā fitnatan lil-qoumiẓ ẓōlimīn, wa najjinā biroḥmatika minal-qoumil kāfirīn}

(arti) _“Wahai Robb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kāfir, dan janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang ẓōlim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat-Mu dari (tipu daya) orang-orang kāfir.”_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh