Hancurnya Perekonomian Amrik

Amrik saat ini sedang dalam krisis keuangan, karena Pemerintah (Executive branch) ingin menaikkan ambang batas Utang Pemerintah dari USD 31,4trilyun (IDR 468.000trilyun) namun Senat Amrik (Legislative branch) belum bersepakat menyetujui UUnya.


Sebenarnya apa yang terjadi…?

Pertama adalah kasus: "besar pasak daripada tiang".

Iya, belanja Pemerintah Amrik jauh lebih besar daripada pendapatannya (baca: pajak), atau istilahnya "Budget Deficit".

Akibatnya, Pemerintah Amrik harus meminjam kepada investor dalam bentuk US Treasury Bond.

Nah di sini lah masuk ke permasalahan kedua, yaitu: "gali lubang tutup lubang".

Karena Pemerintah Amrik terus menerus melakukan budget deficit sejak 2002 (era rezim GW Bush Jr) sampai sekarang, di mana budget deficit gila-gilaan terjadi di era rezim B Obama Jr dan rezim J Biden sekarang, maka utang Pemerintah Amrik menjadi semakin besar dan terus menumpuk.

Sekarang ini, ambang batas utang itu harus dinaikkan, sedangkan sebab utamanya bukanlah karena adanya proyek pembangunan yang harus dilakukan (macam yang dilakukan rezim Sarimin), tidak. Akan tetapi karena pinjaman harus dilakukan untuk membayar utang dan bunga utang yang berjalan.

Jadi benar-benar kasus gali lubang tutup lubang…!

Kemudian hal ini diperparah lagi dengan masalah ketiga, yaitu: "sistem moneter berbasiskan Fiat Money".

Iya, ketika Pemerintah mencetak uang maka ia harus membayar kepada Central Bank sejumlah fee.

…and guess what bentuk pembayarannya…?

Apalagi kalau bukan interest (bunga)…!

Jadi sudahlah Pemerintah Amrik harus meminjam uang untuk menutupi budget deficit yang terus dilakukan, ketika ia mencetak uang maka kena bunga lagi.

Persis seperti orang mabuk kemasukan Ṡaiṭōn.

Apa konsekwensinya kalau Pemerintah Amrik mengalami gagal bayar…?

Well, pertama Bursa Saham akan jatuh, di mana para ekonom memperkirakan sedikitnya akan jatuh 20%.

Namun efeknya tak hanya akan dirasakan oleh Amrik saja, karena seperti kita tahu USD menjadi standar "reserve currency" di berbagai negara dan pondasi dari sistem finansial global. Plus, perekonomian Amrik itu adalah ¼ dari perekonomian Dunia.

Nah ini yang tak ada ekonom yang mampu membayangkannya… super scarry katanya.

Sistem finansial global yang berdasarkan transaksi ribāwi dan Fiat Money ini memang destined to fail whatsoever.

Why…?

Karena orang yang meribā itu jelas berdiri seperti orang gila kerasukan Ṡaiṭōn.

Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ 

(arti) _“Orang-orang yang makan ribā takkan dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang gila yang kerasukan Ṡaiṭōn.”_

dan… ribā itu jelas DIPERANGI oleh Allōh ﷻ‎ dan Rosūl-Nya ﷺ‎, sebagaimana firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ۝‎ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ

(arti) _“Wahai orang-orang mu’mīn, bertaqwalah kepada Allōh dan tinggalkan sisa ribā jika kamu orang yang benar-benar berīmān. Maka apabila kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa ribā)nya, maka ketahuilah, bahwa Allōh dan Rosūl-Nya akan memerangimu!”_

Pertanyaannya, apakah mungkin orang yang gila karena kerasukan Ṡaiṭōn itu bisa menang perang melawan Allōh ﷻ‎ dan Rosul-Nya ﷺ‎…?

So, kalaupun pada tanggal 1 Juni ini Senat Amrik setuju untuk mengesahkan UU yang menaikkan ambang batas utang Pemerintah Amrik, maka itu hanyalah menunda sementara waktu saja kehancuran perekonomian Amrik.

Jadi teringat sebuah ḥadīṫ di dalam Musnad-nya Imām Aḥmad ibn Ḥanbal aż-Żuhliyy رحمه الله تعالى (yang diḍoȉfkan oleh Ṡaiḳ Ṡuàib ibn Muḥarrōm al-Arnāūṭiyy):

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يَنْفَعُ فِيهِ إِلَّا الدِّينَارُ وَالدِّرْهَمُ

(arti) _“Suatu saat nanti manusia akan merasakan masa di mana hanya Dīnār dan Dirham yang bermanfaat pada masa itu.”_

Demikian lintasan pemikiran pagi ini, semoga bermanfaat.

والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh