Cara Beragama Yang Rusak

Seorang ustâdz menceritakan kepada saya tentang kelakuan GPK Kokohiyyun yang sangat-sangat lebay dalam beragama, sehingga alih-alih menampilkan keagungan Islâm, yang ada malah merusak…!

Kisahnya begini…

Ada seorang laki-laki Kokohiyyun yang sedang sholât di Masjid. Lalu ada anak kecil mau lewat di depannya, lalu si Kokohiyyun itu mencegah anak kecil itu. Tetapi namanya juga anak kecil, ia tetap memaksa lewat di depan si Kokohiyyun itu. Namun saat anak kecil itu tetap memaksa, maka si Kokohiyyun itu malah menendang anak kecil itu sampai terlempar ke dinding.

Alhasil, anak kecil itu mengalami patah tangan…!

نَعُوْذُبِاللهِ مِنْ ذَلِكَ

Si Kokohiyyun itu pasti mendasarkan perbuatannya pada hadîts mulia, di mana Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم mengatakan:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَىْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ ، فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ ، فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ

(arti) _“Apabila salah seorang dari kalian sholât menghadap sesuatu yang ia jadikan sutroh terhadap orang lain, kemudian ada seseorang yang mencoba lewat di antara ia dengan sutrohnya, maka cegahlah. Jika orang itu tak mau dicegah, maka tolaklah ia dengan keras, karena sesungguhnya ia adalah Syaithôn.”_ [HR al-Bukhôrî no 509; Muslim no 505; Abû Dâwud no 700; Ahmad no 11179].

⚠ Hadîts mulia tersebut shohîh.

Namun…

❓ Pertanyaannya adalah apakah memang begitu penerapan hadîts mulia di kalangan para Shohâbat رضي الله عنهم yang merupakan murid-murid langsung dari Baginda Nabî, yaitu bahwa "فَلْيُقَاتِلْهُ" memang harus diterapkan sebagai "perangi dengan keras" berupa tendangan dan pukulan bahkan terhadap seorang anak kecil yang belum mengerti apa-apa sekalipun…???

Maka pertanyaan berikutnya adalah jikalau ada orang memuji-muji seorang Kokohiyyun di depannya, maka apakah akan langsung dipraktekkan hadîts mulia:

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَحْثِيَ فِي وُجُوهِ الْمَدَّاحِينَ التُّرَابَ

(arti) _“Kami diperintahkan oleh Rosûlullôh ﷺ untuk menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji-muji (di depan kami).”_ [HR Muslim no 3002; at-Tirmidzî no 2393, 2394; Ibnu Mâjah no 3742; Ahmad no 22707, 22710, 22711].

⚠ Hadîts mulia tersebut shohîh.

❓ Apakah memang ada para Salafush-Shôlih pernah menyiramkan pasir ke muka orang-orang yang memuji-muji mereka di depannya…???

Atau ketika ada seorang Kokohiyyun yang jadi kepala rukun tetangga atau rukun warga, lalu ada orang yang tak mau diajak untuk mendirikan sholât fardhu berjamâ‘ah di Masjid, maka lantas rumahnya dibakar karena mempraktekkan hadîts mulia bahwa Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم pernah berkata:

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْتَطَبَ ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ

(arti) _“Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, aku telah bermaksud memerintahkan untuk mengambilkan kayu bakar, lalu dikumpulkan, kemudian aku memerintahkan adzan sholât untuk dikumandangkan. Lalu aku memerintahkan seseorang untuk mengimâmi orang-orang berjamâ‘ah, kemudian aku datangi rumah orang-orang yang tak ikut sholât berjamâ‘ah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka!”_ [HR al-Bukhôrî no 644, 2420, 7224; Muslim no 651, 652; Abû Dâwud no 548, 549; at-Tirmidzî 217; an-Nasâ-î no 848; Ibnu Mâjah no 791; Ahmad no 8535, 8549, 9720, 10383; Mâlik no 296].

⚠ Hadîts mulia tersebut shohîh.

❓ Apakah memang ada para Salafush-Shôlih pernah membakar rumah orang yang tak ikut mendirikan sholât berjamâ‘ah di Masjid…???

🚫 Ternyata para Salafush-Shôlih tidak pernah benar-benar secara letterlijk menerapkan perintah Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم sebagaimana hadîts-hadîts mulia di atas…!

Kenapa…?

Karena mereka sangat paham bahwa hadîts-hadîts di atas itu adalah bentuk bahasa penekanan betapa perintah-perintah tersebut adalah sangat penting.

⇒ Bahwa jangan biarkan ada yang lewat di depan orang yang sholât itu adalah perintah penting, namun juga harus pakai akal sehat apakah anak kecil yang belum paham tentang mana yang salah dan mana yang benar lantas harus ditendang sampai terlempar ke dinding dan patah tangannya?

⇒ Bahwa siramkan pasir ke muka orang yang memuji-muji di depan itu adalah agar jangan mabuk pujian. Tapi tak ada ceritanya ketika para Shohâbat bersajak memuji Beliau tenyata Beliau melemparkan pasir ke wajah mereka.

⇒ Bahwa mendirikan sholât berjamâ‘ah di Masjid itu adalah sangat penting dan ditekankan bagi laki-laki, tetapi tidak ada pernah Baginda Nabî mengeksekusi bakar rumah-rumah orang yang tak ikut sholât berjamâ‘ah.

Para Salafush-Shôlih (para Shohâbat, Tâbi‘în, dan Tâbi‘ Tâbi‘în) dan para al-Aimah al-Arba‘ah tak pernah secara letterlijk mempraktekkan hadîts-hadîts mulia tersebut di atas. Para Salafush-Shôlih tidak menerapkannya berdasarkan akal pendek, wawasan cupet, dan hati sanubari yang penuh dengan kesombongan.

Bahkan Madzhab Zhohiriyah sekalipun tak pernah ada ceritanya berbuat seperti yang diperbuat oleh GPK Kokohiyyun itu.

❓ Kenapa Salafush-Shôlih dan para al-Aimah al-Arba‘ah tidak begitu…?

⇨ Karena pemahaman dari Salafush-Shôlih dan al-Aimah al-Arba‘ah terhadap gaya bahasa dan maksud dari Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم yang paripurna (close to perfection) sehingga mereka tidak letterlijk saja dalam meng‘amalkan dalîl.

⇨ Karena mereka para Salafush-Shôlih dan al-Aimah al-Arba‘ah itu di dalam beragama sangat paham dan menghayati 3 pesan utama Robbul ‘Âlamîn, yaitu: tawâshou bil-haq (wasiat-mewasitati di dalam kebenaran, tawâshou bish-shobr (wasiat-mewasiati di dalam kesabaran), dan tawâshou bil-marhamah (wasiat-mewasiati di dalam kasih-sayang), serta menggunakan akal sehat dan hati nurani yang lurus.

☠ Sementara GPK Kokohiyyun jelas telah salah ajaran, karena sok-sok mengambil langsung dari dalîl tanpa mengikuti petunjuk dari ‘Ulamâ’ Robbani terdahulu.

🔥 Sehingga akibatnya yang lahir adalah cara beragama yang rusak, brutal, dan jauh dari kebenaran sebagai akibat menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.

❓ Kenapa…?

☠ Karena sangat jelas yang GPK Kokohiyyun itu pelajari itu adalah ‘aqidah rusak mutant hybrid abominasi "murji-ah ma‘al hukkâm, khowârij ma‘ad du‘ât", yang diajarkan oleh guru-guru yang cetek ‘ilmunya, cupet wawasannya, dan buruk karakter personalnya.

Sekarang pertanyaannya: apakah masih mau merujuk perkara agama kepada ngustad-ngustad GPK Kokohiyyun itu?

▪ IQ itu given, stupid itu pilihan.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ
.
.
.
📝 Note

Apa hukumannya terhadap si Kokohiyyun itu seharusnya di dalam Syari‘at Islâm?

Hukumannya adalah qishosh, yaitu dipatahkan juga tangannya.

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنفَ بِالْأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ

(arti) _“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurôt) bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa, mata dibalas dengan mata, hidung dibalas dengan hidung, telinga dibalas dengan telinga, gigi dibalas dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishôshnya.”_ [QS al-Mâ-idah (5) ayat 44].

Adapun karena di negeri ini tidak berlaku Hukum Qishôsh, maka oknum Kokohiyyun itu wajib membayar diyât.

Berapa besarnya diyât itu?

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

وَفِي اْلأَنْفِ الدِّيَةُ إِذَا اسْتُوعِبَ جَدْعُهُ مِائَةٌ مِنَ اْلإِبِلِ ، وَفِي الْيَدِ خَمْسُوْنَ، وَفِي الرِّجْلِ خَمْسُوْنَ ، وَفِي الْعَيْنِ خَمْسُوْنَ، وَفِي اْلآمَةِ ثُلُثُ النَّفَسِ ، وَفِي الْجَائِفَةِ ثُلُثُ النَّفَسِ ، الْمُنَقِّلَةِ خَمْسَ عَشْرَةَ ، وَفِي الْمُوضِحَةِ خَمْسٌ ، وَفِي السِّنِّ خَمْسٌ ، وَفِي كُلِّ أُصْبُعٍ مِمَّا هُنَالِكَ عَشْرٌ

(arti) _“Pada hidung apabila patah seluruhnya dikenakan diyât 100 unta, pada satu tangan 50 ekor, satu kaki 50 ekor, satu mata 50 ekor, luka yang mengenai kulit otak sepertiga (diyât) pembunuhan, luka yang sampai rongga kepala atau perut sepertiga (diyât) pembunuhan, luka yang membuat tulang terlihat 5 ekor, dan pada setiap jari diyâtnya 10 ekor.”_ [HR an-Nasâ-î no 4513; al-Bazzar II/207 no 1531; al-Baihaqî VIII/86].

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh