Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2024

Keriuhan Nasab Ḥabaib & Yang Mendekatkan Seseorang Dengan Baginda Nabī ﷺ‎

Gambar
Sebenarnya saya enggan membahas soal nasab ini, akan tetapi karena masih ada yang bertanya tentang apa pendapat saya, maka berikut pandangan saya tentangnya. 🔴 Pertama, nasab (نسب) itu di dalam Islām adalah berdasarkan catatan pernikāhan, atau oleh orang Àrab di masa lalu itu dihapalkan siapa menikāhi siapa lalu siapa anak keturunannya. Ṣoḥābat mulia yang terkenal pakar dalam perkara nasab adalah Ḳolīfah Abū Bakr aṣ-Ṣiddīq رضي الله تعالى عنه dan putrinya, Ummul-Mu’minīn Ȁ-iṡah aṣ-Ṣiddīqoh رضي الله تعالى عنها. Tidak pernah ada urusannya antara nasab itu dengan DNA dalam Ṡariàt, karena walaupun anak hasil dari istri yang berzinā, namun jika suami dari ibunya itu tak melakukan liàn, maka nasab anak itu tetap kepada suami dari ibunya, sebagaimana kata Baginda Nabī ﷺ di dalam suatu riwayat: ٱلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ ٱلْحَجَرُ (arti) _“Anak itu milik ranjang (suami), dan bagi (laki-laki) pezinā adalah batu (kerugian).”_ [HR al-Buḳōriyy no 6918, 7182; Muslim no 1457-8; Abū Dāwūd no

Daì & Imām Jahat

Di mata sebagian besar masyarakat kita dua gelar (daì & imām) itu konotasinya sudah pasti baik, sudah pasti oknum yang disebut daì atau imām itu adalah seseorang yang ṣōlih dan bertaqwa kepada Allōh ﷻ‎. ❓ Pertanyaannya, benarkah begitu? Pertama-tama tentang gelar "daì" yang artinya secara bahasa adalah seseorang yang berda`wah (mengajak / menyeru) orang. 📌 Di dalam al-Qur-ān, Allōh ﷻ‎ memerintahkan: وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ (arti) _“Hendaklah ada di antara kalian ada sekelompok orang yang menyeru kepada kebajikan, dan memerintahkan kepada yang baik, dan melarang dari yang mungkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung.”_ [QS Āli Ìmrōn (3) ayat 104]. ⚠ Maka kalau diperhatikan keumuman dari ayat tersebut, ketika ada sebagian orang yang menyeru kepada kebajikan dan memerintahkan kepada yang baik, maka tentunya secara logis sebaliknya ada pula sebagia

Baik Tak Harus Karena Cinta, Tak Cinta Tak Boleh Jadi Ẓōlim

Gambar
Sungguh miris melihat seorang Imām Masjid yang setiap harinya ia mengimāmi ṣolāt membaca: وَلَا ٱلضَّآلِّينَ mencium kepala Paus. Seakan ia melupakan apa kata para ùlamā’ mufassīr di dalam kitāb-kitāb tafsīr mereka tentang apa makna kalimat itu. ❓ Adapun pertanyaannya bagi kaum Muslimīn, bagaimana menyikapi hal itu? ‼️ Ḥukumnya sudah jelas, yaitu: Allōh ﷻ‎ MELARANG hamba-hamba berīmān untuk mencintai orang-orang yang kāfir kepada Allōh & Rosul-Nya ﷺ‎. 📌 Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya: لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِٱللّٰـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللّٰـهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ (arti) _“Kamu takkan mendapati kaum yang berīmān kepada Allōh dan Hari Āḳirot saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allōh dan Rosūl-Nya, sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka.”_ [QS al-Mujādillah (58) ayat 22]. Akan teta

Cukup Ẓohirnya, Tak Perlu Menduga Yang Disembunyikan

Gambar
Ada narasi-narasi yang memaksa ummat harus berprasangka baik terhadap perbuatan parTAI, karena walaupun kelihatannya buruk, dikatakan ada maksud baik di belakang itu sebab sudah melalui pertimbangan para Dewan Ṡarīàh. Jadi ummat ṫiqoh sajalah kepada parTAI, jangan menyebarkan fitnah. ❓ Pertanyaannya benarkah harus begitu? ‼️ Jawabannya harus dikembalikan lagi kepada Ṡarīàt, yaitu: seseorang dinilai berdasarkan apa yang secara ẓohir ditampakkannya. Dalīlnya adalah: 🔴 Riwayat dari Usāmah ibn Zaid ibn Ḥariṫah رضي الله تعالى عنهما ketika Beliau diutus oleh Baginda Nabī ﷺ‎ ke al-Ḥuroqoh (salah satu daerah di Juhainah) dalam sebuah ekspedisi tempur. Pagi hari sesampainya di sana, Usāmah menyerang kaum al-Ḥuroqoh itu hingga ia dapat mengalahkannya. Dalam pertempuran Usāmah bersama seorang laki-laki Anṣōr bertemu dengan seorang lelaki dari kalangan al-Ḥuroqoh. Pada saat Usāmah mendekatinya, maka lelaki itu mengucapkan "lā ilāha illallōh". Laki-laki Anṣōr yang bersama Usāmah menahan

Memilih RAK-US = Aḳofuḍ-Ḍororoin?

Gambar
Ada yang bertanya kenapa sekarang saat ARBw tidak bisa maju PilKaDa, lalu kenapa saya memilih GolPut dan tidak memilih RAK-US sebagai bentuk dari aḳofuḍ-ḍororoin (lesser of two evils – memilih yang lebih ringan di antara 2 kerusakan). Sebab bukankah ada qoidah: وَضِدُّ تَزَاحُمِ ٱلْمَفَاسِدِ يُرْتَكَبُ ٱْلأَدْنَى مِنَ ٱلمَفَاسِدِ (arti) _“Apabila berbenturan pilihan antara 2 mafsadah (kerusakan), pilihlah mafsadah yang paling ringan.”_ Kemudian para ùlamā’ sering mengatakan: مَا لَا يُدْرَكُ كُلُّهُ لَا يُتْرَكُ كُلُّهُ (arti) _“Apabila tak bisa mendapatkan semuanya, maka janganlah tinggalkan semuanya.”_ ❓ Seperti biasa, pertanyaan adalah: "Apakah tepat & berlaku qoidah aḳofuḍ-ḍororoin dalam kasus ini?" ‼️ Jawabannya tentu saja qoidah itu TIDAK BISA dipaksakan untuk membenarkan memilih RAK-US, sebab: 🔴 Pertama, para ùlamā’ fuqohā’ tak pernah mengunakan qoidah darurat yang caranya begitu. Sebab aslinya bukankah tidak ada kedaruratan pasca keputusan MK? Namun parTAI tetap

Salah Kaprah Menilai Tanggapan Publik Indonesia Terhadap Kelakuan PKS Dalam Politik Nasional Akhiran Ini

Gambar
Menemukan artikel ini di laman resmi PKS yang diposting pagi menjelasng siang tadi – link: https://pks.id/content/salah-kaprah-publik-indonesia-tentang-pks-dan-peranannya-dalam-politik-nasional – maka sekilas membaca saja sudah terlihat bahwa tulisan ini sarat sekali dengan agenda, sehingga tampak jelas begitu "maksa". People with clear & sound mind will immediately say, "Yeaaah, right!" sambil ngakak. Penulis artikel itu berusaha untuk menyanggah semua premis kritik masyarakat dengan berasumsi bahwa orang-orang yang mengkritik kelakuan PKS itu terlalu sederhana cara berpikirnya karena tak paham politik. Namun si penulis artikel itu gagal memberikan penjelasan tentang "yang tidak sederhana" itu adalah macam apa? Saat ini ummat itu sulit untuk bisa percaya kepada rezim, sehingga siapapun yang bergabung dengan rezim akan dianggap sulit bisa tetap berintegritas dan akan terus memperjuangkan rakyat jelata yang selama ini terzolimi lahir & bāṭin. Adapun