Perempuan – Antara Fitnah Terbesar Dunia & Nikmat Dunia Terbesar

Dari perjalanan sejarah manusia, obsesi manusia (baca: laki-laki) itu tak lebih dari 2 hal saja: Fountain of Youth & Aphrodisiac. Iya, cuma dua itu… bagaimana cara awet muda, dan bagaimana cara kuat berhubungan dengan perempuan.

Tapi kan katanya, "harta, tahta, dan wanita"?

Well, buat apa sih harta & tahta itu…?

Ya ujung-ujungnya buat mendapatkan perempuan lah…!?

Buat apa awet muda itu…?

Ya lagi-lagi agar bisa langgeng menikmati perempuan juga…!?

Intinya, obsesi laki-laki di Dunia itu hanyalah seputar perempuan…

Ini sesuai dengan apa yang Baginda Nabī ﷺ‎ katakan:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

(arti) _“Sungguh-sungguh Dunia itu (seluruhnya) adalah perhiasan, sedangkan sebaik-baik perhiasan Dunia adalah perempuan shōlihah.”_ [HR Muslim no 1467; an-Nasā-ī no 3232; Ahmad no 6279].

Jadi memang puncak kenikmatan di Dunia itu adalah perempuan.

Makanya Baginda Nabī ﷺ‎ memperingatkan:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

(arti) _“Aku tak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para laki-laki melainkan fitnah perempuan.”_ [HR al-Bukhōrī no 5096; Muslim no 2740; at-Tirmidzī no 2780; Ibnu Mājah no 3998; Ahmad no 20751, 20828].

Di dalam riwayat lain, Baginda Nabī ﷺ‎ mengatakan:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا ، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ ، فَاتَّــقُوا الدُّنْــيَا وَاتَقُوا النِّسَاءَ ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِـي إِسْرَائِـيلَ كَانَتْ فِي النِسَاءِ

(arti) _“Sungguh-sungguh Dunia ini begitu manis & hijau, dan Allōh mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Allōh ingin melihat bagaimana perbuatan kalian. Karenanya jauhilah fitnah Dunia & jauhilah fitnah perempuan, sebab sesungguhnya fitnah pertama kali di kalangan Banī Isrō-īl adalah masalah perempuan.”_ [HR Muslim no 2742; Ahmad no 10743].

Fitnah perempuan ini amat sangat berbahaya, dan musuh-musuh kaum Muslimīn tahu betul untuk merusakkan ummat Islām adalah melalui kaum perempuannya.

Iya, rusaknya suatu peradaban adalah ketika kaum perempuannya rusak. Kenapa? Karena saat seorang perempuan rusak, maka ikut pula rusak suami dan anak-anaknya sekaligus… dan kerusakan itu dimulai ketika ayah membiarkan anak perempuannya, suami membiarkan istrinya, saudara laki-laki membiarkan saudarinya… saat kaum laki-laki menjadi dayyuts.

Untuk itu, Islām memberikan insentif bagi laki-laki agar menjaga kaum perempuan baik-baik.

Seorang ayah diberikan insentif membesarkan & menjaga anak perempuannya sebagaimana sabda Baginda Nabī ﷺ‎:

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ

(arti) _“Siapa saja yang dapat mengasuh (dengan baik) dua orang anak perempuannya hingga dewasa, maka aku akan bersamanya di hari Qiyāmat kelak.”_ [HR Muslim no 2631].

Jika perempuan itu sudah dewasa, untuk menjaga ‘iffah (kehormatan yang berkaitan dengan kemaluan)nya, maka kaum laki-laki diberi insentif agar menikāhinya dengan mengatakan bahwa menikāh itu adalah separuh agama.

Kata Baginda Nabī ﷺ‎:

إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدْ كَمُلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْآخَرِ

(arti) _“Apabila seorang hamba telah menikāh, sungguh ia telah menyempurnakan setengah agamanya. Hendaknya ia bertaqwa kepada Allōh pada yang setengahnya lagi.”_ [lihat: ash-Shohīhah no 625; Shohīh al-Jāmi’ no 430].

Jika sudah menikāh, maka menjaga & mendidik istri agar menjadi perempuan sholīhah.

Kata Baginda Nabī ﷺ‎:

أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرٍ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ ، الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ إِذَا نَظرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ ، وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ ، وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ

(arti) _“Maukah saya beritakan kepadamu tentang sebaik-baik simpanan seorang laki-laki, yaitu istri shōlihah yang jika diperhatikannya akan menyenangkannya, jika diperintah akan mena'atinya, dan jika ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.”_ [HR Abū Dāwūd no 1664].

Demikian.

ٱللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ زَوَاجِنَا هَذَا

-AN-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh