Shodaqoh Jum‘at Bukan Sunnah?

Lagi-lagi ummat dihebohkan dengan fatwa ngawur si Kakek Legend pentolan gerombolan Neo Murji-ah Kokohiyyūn yang memvonis bahwa shodaqoh di hari Jum‘at tidak ada sunnahnya apalagi meminta-meminta orang untuk mengumpulkan uang untuk bershodaqoh.

❓ Benarkah begitu?

Ternyata Imām Ibnul-Qoyyim al-Jawziyyah رحمه الله تعالى menuliskan dalam kitāb Zād al-Ma‘ad (jilid 1 hal 394-395)nya tentang keutamaan hari Jum‘at di mana salah satunya adalah shodaqoh di hari itu adalah lebih afdhol dibandingkan dengan shodaqoh di hari-hari lain. Ibnul-Qoyyim mengatakan bahwa bershodaqoh di hari Jum‘at adalah kebiasaan Syaikhul-Islām Ibnu Taymiyah رحمه الله تعالى berlandaskan pada atsar percakapan Abū Huroyroh رضي الله تعالى عنه dengan Ka‘ab ibn Mālik رضي الله تعالى عنه yang kemudian ditambahi oleh Ibnu al-‘Abbās رضي الله تعالى عنهما. Ka‘ab menyebutkan bahwa salah satu keutamaan Jum‘at adalah shodaqoh di hari itu lebih besar pahalanya dibandingkan dengan hari-hari lain. [lihat: Mushonnaf Abdur-Rozzaq no 5558].

Bershodaqoh makanan pada hari Jum‘at itu sudah dikenal pada zaman para Shohābat.

📌 Diriwayatkan dari Shohābat Sahl ibn Sa‘ad ibn Mālik رضي الله تعالى عنه:

كَانَتْ فِينَا امْرَأَةٌ تَجْعَلُ عَلَى أَرْبِعَاءَ فِي مَزْرَعَةٍ لَهَا سِلْقًا ، فَكَانَتْ إِذَا كَانَ يَوْمُ جُمُعَةٍ تَنْزِعُ أُصُولَ السِّلْقِ فَتَجْعَلُهُ فِي قِدْرٍ ، ثُمَّ تَجْعَلُ عَلَيْهِ قَبْضَةً مِنْ شَعِيرٍ تَطْحَنُهَا ، فَتَكُونُ أُصُولُ السِّلْقِ عَرْقَهُ ، وَكُنَّا نَنْصَرِفُ مِنْ صَلاَةِ الْجُمُعَةِ فَنُسَلِّمُ عَلَيْهَا ، فَتُقَرِّبُ ذَلِكَ الطَّعَامَ إِلَيْنَا فَنَلْعَقُهُ ، وَكُنَّا نَتَمَنَّى يَوْمَ الْجُمُعَةِ لِطَعَامِهَا ذَلِكَ

(arti) _“Di tempat kami ada seorang perempuan yang menanam ubi di sela-sela selokan kebunnya. Apabila hari Jum‘at tiba, maka ia mencabut pohon ubinya lalu direbusnya dalam periuk yang dicampur dengan segenggam gandum. Rebusan ubi itu dijadikan sebagai makanan pengganti sepotong daging. Setelah kami selesai melaksanakan Sholāt Jum‘at, kami pun datang ke rumah perempuan itu. Kami masuk mengucapkan salām, lalu ia menyuguhkan makanan ubinya itu kepada kami, maka kami pun memakannya. Kami selalu mengharapkan kehadiran hari Jum‘at karena ada makanan yang disuguhkannya itu.”_ [HR al-Bukhōrī no 938; 6248].

Subhānallōh ternyata para Shohābat mulia pun menyenangi orang yang menyiapkan shodaqoh makanan pada hari Jum‘at…!

Tapi kan itu sukarela, tidak diminta-minta…?

Nah ini, siapa bilang shodaqoh itu tidak boleh diminta untuk dikumpulkan?

Perhatikan riwayat berikut ini…

📌 Diriwayatkan dari Shohābat Jarīr ibn ‘Abdullōh al-Bajlī رضي الله تعالى عنه:

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ ﷺ فِي صَدْرِ النَّهَارِ ، قَالَ : فَجَاءَهُ قَوْمٌ حُفَاةٌ عُرَاةٌ مُجْتَابِي النِّمَارِ أَوِ الْعَبَاءِ مُتَقَلِّدِي السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ مِنْ مُضَرَ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ لِمَا رَأَى بِهِمْ مِنَ الْفَاقَةِ فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ وَأَقَامَ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ ، فَقَالَ‏ ‏{‏ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ‏}‏ إِلَى آخِرِ الآيَةِ ‏{‏ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا‏}‏ وَالآيَةَ الَّتِي فِي الْحَشْرِ ‏{‏ اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ‏}‏ تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ - حَتَّى قَالَ - وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ ‏،‏ قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا بَلْ قَدْ عَجَزَتْ - قَالَ - ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهَبَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ‏:‏ مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

(arti) _“Pada suatu ketika, beberapa orang ‘Arab Badui dari Banī Mudhor datang menemui Rosūlullōh ﷺ dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol) kasar dan pedang mereka dikalungkan di leher. Rosūlullōh ﷺ memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya Rosūlullōh ﷺ menganjurkan para Shohābat untuk memberikan shodaqohnya kepada mereka. Namun sayangnya, para Shohābat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran Baginda Nabī tersebut, hingga kekecewaan terlihat pada wajah Beliau ﷺ. Jarīr melanjutkan kisahnya, tak lama kemudian seorang Shohābat dari kaum al-Anshōr datang memberikan bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh beberapa orang Shohābat lainnya. Setelah itu, datanglah beberapa orang Shohābat yang turut serta menyumbangkan shodaqohnya (untuk diserahkan kepada orang-orang ‘Arab Badui tersebut), hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rosūlullōh ﷺ. Kemudian Rosūlullōh ﷺ bersabda: "Siapa saja dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam Islām, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-orang yang sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya itu tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka (orang-orang yang mengikutinya itu -pent) peroleh. Sebaliknya, siapa saja yang memberikan contoh perbuatan buruk di dalam Islām, lalu perbuatan tersebut diikuti oleh orang-orang yang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya itu tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun."”_ [HR Muslim no 1017; an-Nasā-ī no 2555; Ahmad no 18387].

Jadi jelas ya betapa ngawurnya fatwa Kakek Legend itu…?!?

Ini bukan yang pertama, dulu berfatwa shodaqoh hanya boleh diberikan intern gerombolan mereka saja karena takut salah shodaqoh katanya, padahal jelas ada hadīts bahwa tidak ada yang namanya salah shodaqoh.

Yang jadi pertanyaan, oknum macam begini kok ya dianggap ber‘ilmu ya?

Apa masih mau mengambil ‘ilmu dari oknum tersebut?

Well… tentu jawabannya -as you all already knew- adalah: IQ itu given, stupid itu pilihan.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh