Perjalanannya Memang Panjang

Kita pasti bertanya-tanya, kenapa rezim yang lalim dibiarkan oleh Allōh ﷻ‎ berkuasa lama, kenapa seperti tak ada adzāb bagi mereka?

Kita tahu istilah istidroj, namun mungkin kita kurang memahami bahwa istidroj itu lama. Iya, lama! Sebab si lalim itu benar-benar Allōh ﷻ‎ buat mabuk dengan kelalimannya hingga tak lagi merasa ada yang salah dengan kelalimannya, bahkan ia akan menganggap that's the right thing to do and must do.

Perhatikan sejarah rezim Fir‘aun-nya Nabī Mūsā عليه الصلاة والسلام, berapa lama?

Nah, para ahli sejarah cenderung mengatakan bahwa Fir‘aun musuh Nabī Mūsā itu adalah Ramses II yang berkuasa lebih dari 60 tahun.

Iya, bukankah Fir‘aun itu sudah menindas Bani Isrō-īl dari semenjak sebelum Nabī Mūsā lahir? Lalu karena ia bermimpi, maka berdasarkan mimpinya itu ia membunuh-bunuhi bayi laki-laki Banī Isrō-īl sehingga Ibunda Mūsā diwahyukan untuk menghanyutkan bayi Mūsā ke sungai Nil agar selamat. Lalu Fir‘aun memungut Mūsā, Mūsā di istananya sampai jadi pemuda yang kuat dan akhirnya melarikan diri ke Madyan, tinggal di Madyan selama 10 tahun, lalu diangkat jadi Rosūl Allōh (biasanya di usia 40 tahun), lalu pulang ke Mesir dan menda‘wahi Fir‘aun sampai akhirnya membawa Bani Isrō-īl hijroh ke Filistin.

Pertanyaannya, berapa lama Nabī Mūsā menda‘wahi Fir‘aun?

Nah jawabannya tidak sebentar, menurut beberapa riwayat sekira 25-30 tahun…!!!

Jadi selama 25-30 tahun itu Nabī Mūsā dan Nabī Hārun merasakan kelaliman rezim Fir‘aun, sampai akhirnya Allōh ﷻ‎ perintahkan Beliau untuk hijroh dan Allōh ﷻ‎ tenggelamkan Fir‘aun yang mengejarnya.

Begitu juga Baginda Nabī ﷺ‎, berapa lama merasakan kelaliman kaum Kāfir Jāhiliyyah Quraisy?

13 tahun!

Berapa lama baru berhasil menaklukkan Makkah setelah hijroh?

8 tahun.

Butuh 20 tahun bersabar dan berjuang!

Makanya istidroj terhadap rezim yang lalim itu tak pernah sebentar, bertahun-tahun. Sedangkan orang-orang berīmān diuji kesabarannya selama itu pula.

Ingatlah peringatan Allōh ﷻ‎:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

(arti) _“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Syurga padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa denhan malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rosūl dan orang-orang yang berīmān yang membersamainya: "Bilakah datangnya pertolongan Allōh?". Ingatlah, sungguh-sungguh pertolongan Allōh itu amatlah dekat.”_ [QS al-Baqoroh (2) ayat 214].

Jadi memang lama, memang sampai Rosūl-Nya pun hampir-hampir down. Itulah ujian bagi orang-orang terdahulu.

Tentunya di antara masa ujian itu pasti ada syuhada’ yang gugur yang tak sempat merasakan "kemenangan" di Dunia…

Seperti Sumayyah bintu Khoyyāth رضي الله تعالى عنها. Seperti Ashabul-Ukhdud. Seperti Asiyah tukang sisir putri Fir‘aun.

Point-nya bukan mencari kemenangan di Dunia, karena pahala itu ada pada proses, bukan pada hasil.

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ العَظِيمُ الحَليمُ ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ العَرْشِ العَظِيْمِ ، لاَ إلهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ ، وَرَبُّ الأَرْضِ، وَرَبُّ العَرْشِ الكَرِيمِ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh