Days of Smoke & Mirrors

Salah satu fenomena dari periode Akhir Zaman adalah orang yang tak punya kompetensi serta tak punya sikap amanah malah diangkat sebagai pemimpin.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ ؛ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ ؛ قَالَ : الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

(arti) _“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah dianggap pendusta, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru malah dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu ar-Ruwaibidhoh berbicara.” Ada yang bertanya: "Apa yang dimaksud ar-Ruwaibidhoh?”; Jawab Nabî: “Seorang laki-laki bodoh yang sok mengurusi urusan masyarakat luas.”_ [HR Ibnu Mâjah no 4036; Ahmad no 7571].

Mungkin kebanyakan kita hanya fokus pada istilah ar-Ruwaibidhoh itu… tapi sedikit mungkin yang bertanya: "Kok sampai bisa orang bodoh diangkat jadi pemimpin?"

❗ Maka perhatikan bagian awal dari hadîts mulia tersebut di atas, di mana kata-kata kuncinya adalah:
✓ tahun-tahun penuh penipuan,
✓ pendusta dianggap sebagai orang yang jujur, sebaliknya orang yang jujur malah dianggap pendusta, dan
✓ pengkhianat dianggap orang yang amanah, sedangkan orang yang amanah malah dianggap pengkhianat.

Iya… itu semua tak lain adalah karena: "PENCITRAAN"…!

Sebab, bagaimana mungkin orang jujur dianggap pendusta dan sebaliknya pendusta malah dianggap jujur kalau bukan karena pencitraan? Bagaimana mungkin pengkhianat dianggap amanah sedangkan orang yang amanah malah dianggap pengkhianat kalau bukan karena pencitraan?

Tahun-tahun penuh penipuan… tahun-tahun penuh pencitraan… smoke and mirrors.

Tiada lagi sikap amanah… karena sikap amanah itu sudah dicabut dari hati sanubari kebanyakan manusia.

Perhatikan hadîts mulia berikut ini…

📌 Kata Shohâbat Hudzayfah رضي الله عنه:

حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَدِيثَيْنِ رَأَيْتُ أَحَدَهُمَا وَأَنَا أَنْتَظِرُ الآخَرَ ، حَدَّثَنَا ‏: أَنَّ الأَمَانَةَ نَزَلَتْ فِي جَذْرِ قُلُوبِ الرِّجَالِ ، ثُمَّ عَلِمُوا مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ عَلِمُوا مِنَ السُّنَّةِ ‏؛ وَحَدَّثَنَا عَنْ رَفْعِهَا قَالَ : يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ الأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ ، فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ أَثَرِ الْوَكْتِ ، ثُمَّ يَنَامُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ فَيَبْقَى أَثَرُهَا مِثْلَ الْمَجْلِ ، كَجَمْرٍ دَحْرَجْتَهُ عَلَى رِجْلِكَ فَنَفِطَ ، فَتَرَاهُ مُنْتَبِرًا ، وَلَيْسَ فِيهِ شَىْءٌ ، فَيُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَايَعُونَ فَلاَ يَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّي الأَمَانَةَ، فَيُقَالُ : إِنَّ فِي بَنِي فُلاَنٍ رَجُلاً أَمِينًا‏ ؛ وَيُقَالُ لِلرَّجُلِ مَا أَعْقَلَهُ وَمَا أَظْرَفَهُ وَمَا أَجْلَدَهُ‏ ؛ وَمَا فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ ، وَلَقَدْ أَتَى عَلَىَّ زَمَانٌ وَمَا أُبَالِي أَيَّكُمْ بَايَعْتُ لَئِنْ كَانَ مُسْلِمًا رَدَّهُ الإِسْلاَمُ ، وَإِنْ كَانَ نَصْرَانِيًّا رَدَّهُ عَلَىَّ سَاعِيهِ ، فَأَمَّا الْيَوْمَ فَمَا كُنْتُ أُبَايِعُ إِلاَّ فُلاَنًا وَفُلاَنًا

(arti) _“Rosûlullôh ﷺ mengabarkan kepada kami 2 perkara yang salah satunya telah saya buktikan, sedangkan yang satunya lagi masih saya tunggu kejadiannya. Pertama, Rosûlullôh ﷺ mengabarkan bahwasanya sikap amanah itu (awalnya) ditanamkan di relung hati sanubari manusia yang paling dalam. Kemudian mereka mengetahuinya melalui al-Qur-ân, dan selanjutnya mereka mempelajarinya melalui as-Sunnah (Nabî). Kedua, Rosûlullôh ﷺ juga mengabarkan bahwa sikap amanah akan dicabut saat seseorang sedang tidur. Maka pada saat itulah amanah dicabut dari hatinya hingga yang tertinggal hanyalah seperti bekas noda. Kemudian orang itu tidur lagi, dan dicabutlah amanah dari hatinya hingga tertinggal bekasnya seperti kulit kapalan, atau seperti bekas melepuh ketika kaki terinjak bara, padahal lepuhan itu tak ada apa-apa. Seperti itulah manusia nanti, banyak orang yang membai‘at, namun nyaris tiada seseorang pun yang menunaikan amanah di antara mereka. Kemudian digembar-gemborkan bahwa pada Kabilah Fulân ada seseorang yang dapat dipercaya, seseorang yang dikagumi karena kecerdasannya, kesantunannya, dan kekuatannya, padahal di hati sanubarinya tiada sedikitpun keîmânan. (Hudzayfah menambahkan) Sungguh telah datang kepada saya suatu masa di mana saya tak peduli dengan siapa di antara kalian saya bertransaksi, karena apabila ia Muslim, maka agamanya yang akan mencegahnya untuk berlaku curang, sedangkan apabila ia Nashrônî, maka penguasa Muslim yang akan mencegahnya berlaku curang. Akan tetapi hari ini, saya takkan bertransaksi kecuali dengan si Fulân dan si Fulân.”_ [HR al-Bukhôrî no 6497, 7086; Muslim no 143; at-Tirmidzî no 2179; Ibnu Mâjah no 4053; Ahmad no 22171].

Coba telaah redaksi hadîts mulia di atas baik-baik…

Ketika yang diangkat pemimpin itu adalah orang yang hanya digembar-gemborkan amanah, cerdas, santun, dan kuat…

☠ Padahal di hatinya sama sekali tak ada sedikit pun keîmânan…!!!

Tidak amanah karena tidak berîmân.

Track recordnya pun hanya track record palsu hasil pencitraan, tak ada yang riil satupun…!

Semua yang dimunculkan hanya dengan gembar-gembor, semua pencitraan -smoke and mirrors-, padahal aslinya sama tak ada apa-apanya… nihil…!

Bagaimana kalau nekad mengangkat orang yang tak punya sikap amanah lagi khianat itu?

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ ‏؛ قَالَ : كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ؛ قَالَ ‏: إِذَا أُسْنِدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ ، فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

(arti) _“Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah kedatangan as-Sâ‘ah (Qiyâmat)!”. Para Shohâbat bertanya: "Bagaimana maksudnya amanah disia-siakan, wahai Rosûlullôh?". Jawab Nabî: “Apabila urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kedatangan as-Sâ‘ah (Qiyâmat).”_ [HR al-Bukhôrî no 59, 6496].

Maka tak heran kalau dulu ada yang pernah melontarkan perkataan: "Bila *** jadi presiden, bisa hancur negara ini!"

❤ Kita berdo'a:

اللَّهُمَّ إِنِي أَعُوذُبِكَ مِنْ إِمَارَةِ الصِبْيَانْ وَالسُفَهَاء ، اللَّهُمَّ لَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لَا يَخَافُكَ فِيْنَا وَلَا يَرْحَمُنَا
{allôhumma innî a-‘ûdzubika min imârotish-shibyân was-sufahâ’, allôhumma lâ tusallith ‘alainâ bidzunûbinâ man lâ yakhôfuka fînâ wa lâ yarhamunâ}

(arti) "Wahai Allôh, sungguh kami berlindung kepada-Mu dari pemimpin yang kekanak-kanakan dan dari pemimpin yang bodoh. Wahai Allôh, janganlah Engkau kuasakan orang-orang yang tak takut kepada-Mu atas kami, dan tak pula bersikap rahmah kepada kami."

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh