Saat Utang Ditagih, Janganlah Menghilang Apalagi Galak?
Saya pernah menulis tentang keutamaan memberi piutang dibandingkan dengan memberi shodaqoh – link: https://bit.ly/3MoA1NU – dalam perkara pahala. Memberi utang itu berpahala lebih besar dari shodaqoh karena karena ia menyangkut perkara menata hati.
Ternyata saya mengalaminya sendiri saat ini…
Iya, sekira 2 bulan lalu, seorang teman yang kebetulan adalah seorang aktifis organisasi kemanusiaan Islām mengontak saya meminta diberi utangan karena anaknya harus mendaftar ulang kuliah. Maka saya tanpa pikir panjang langsung meminjamkan uang untuknya. Teman ini, sebut saja namanya Fulān, berjanji akan mengembalikan dalam sepekan.
Beberapa hari setelahnya saya tanyakan bagaimana masalah SPP anaknya itu, dan saya dikirim receipt pembayarannya, dan Fulān berjanji akan mengembalikan di akhir pekannya.
Setelah akhir pekan itu berlalu, masuk pekan baru saya tanyakan kepada Fulān, dan ia menjawab bahwa ada sedikit masalah dan minta diberi waktu sepekan lagi.
Lewat sepekan, saya tanyakan kembali, maka Fulān pun mengatakan bahwa ia minta diberi waktu menunggu gajian dan THRnya turun. Baiklah, saya pun tunggu lagi.
Ketika dekat Lebaran saya kontak lagi, Fulān agak lama membalas WA saya, alasannya ia sibuk membagikan dana zakāt, dan ia berjanji melunasi sehabis Lebaran.
Setelah Lebaran berlalu sepekan, saya kontak lagi, dan Fulān berjanji akan transfer sepekan lagi. Maka saya pun beri ia kelonggaran lagi.
Saat waktu yang dijanjikan berlalu, ternyata tiada tranfseran dari Fulān. Maka saya pun WA si Fulān ini… namun pesan saya sama sekali tak dibacanya.
Berlalu sehari, saya WA lagi, dan tetap tak dibaca. Berlalu 3 hari saya ulangi WA, tetap tak dibaca. Sepekan dua pekan berlalu, saya ulangi WA, dan tetap saja semua dari pesan saya tak dibacanya.
Oh baiklah, sepertinya Fulān menghindari saya, dan ternyata akun FBnya pun sudah dideactivated. Saat saya tanyakan karakter si Fulān ini kepada beberapa sahabat, saya dapat kabar bahwa ia juga meminjam uang kepada seorang ustādz (yang juga sahabat saya). Ustādz itu meminjamkan uang dari yayasan yang dikelolanya, sehingga jika si Fulān itu mengemplang, maka si Ustādz yang terpaksa harus membayarnya.
Saya jadi ingat perkataan Baginda Nabī ﷺ bahwa orang yang berutang itu cenderung mudah berbuat dosa karena ia suka berkata dusta dan berjanji yang ia ingkari.
📌 Kata Baginda Nabī ﷺ:
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
(arti) _“Sungguh seorang yang biasa berutang maka jika ia berbicara maka ia berdusta, dan kalau ia berjanji maka ia akan mengingkari.”_ [HR al-Bukhōrī no 832, 2397; Muslim no 589; Abū Dāwūd no 880; an-Nasā-ī no 1309; Ahmad no 23438].
Kenapa?
Karena orang yang berutang lalu ia belum bisa membayar itu hakikatnya ia telah menerror dirinya sendiri.
📌 Kata Baginda Nabī ﷺ:
لا تُخِيفوا أنفُسَكم بعْدَ أَمْنِها ؛ قالوا : وما ذاكَ يا رسولَ اللهِ ؟ ؛ قال : الدَّيْنُ !
(arti) _“"Jangan kalian menerror diri kalian sendiri padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman." ; Para Shohābat lalu bertanya: "Apa maksudnya, wahai Rosūlullōh?" ; Beliau ﷺ menjawab: "Itulah utang!"”_ [HR Ahmad no 16682; ath-Thobrōnī, al-Mu‘jam al-Kabīr I/59 ~ dinilai shohīh oleh Muhammad Nashīruddīn al-Albānī, as-Silsilah ash-Shohīhah no 2420].
❗ Sebenarnya berutang itu tak mengapa, bahkan belum bisa bayar pun juga hal biasa karena itu adalah perkara kelapangan rezeki yang Allōh ﷻ tentukan.
☠️ Namun tak membalas WA dan menghilang itu adalah kelakuan brengsek dan sama sekali tidak gentleman. Karena orang yang memberi piutang dulu meminjamkannya dengan cara yang baik, bukan?
Kita berdo'a:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
{allōhumma innī a-‘ūdzubika minal-ma’tsami wal-maghrom}
(arti) _“Wahai Allōh, saya berlindung kepada-Mu dari sebab perbuatan dosa dan lilitan utang.”_
Komentar
Posting Komentar