Kita Akan Selalu Merugi Jika Tidak…

Al-Qur-ān itu adalah SURAT CINTA dari Allōh ﷻ‎ Robbul-‘Ālamīn kepada manusia sebagai bekal menjalani kehidupan di Alam Dunia yang penuh dengan fitnah.

Salah satunya pesan agung dari Allōh ﷻ‎ adalah agar kita berīmān dan ber‘amal-shōlih, kemudian saling wasiat-mewasiati untuk menetapi kebenaran dan menetapi kesabaran.

📌 Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

وَالْعَصْرِ ۝ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ۝ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

(arti) _“Demi Masa! Sungguh-sungguh manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang berīmān dan mengerjakan ‘amal-shōlih, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.”_ [QS al-‘Asr (103) ayat 1-3].

Imān Tauhīd itu sudah jelas, karena tanpa Imān Tauhīd, maka sebaik apapun, sebanyak apapun ‘amal shōlih tak ada artinya, layaknya pahalanya layak fatamorgana yang didekati lenyap atau debu halus yang terbang ditiup angin.

Adapun ‘amal-shōlih, maka itu adalah KONSEKWENSI dari keīmānan pada ketauhīdan Allōh ﷻ‎.

Pada surah agung di atas, ternyata berīmān dan ber‘amal-shōlih saja masih kurang, karena ada KEWAJIBAN untuk saling nasihat-menasihati (tawāshou) untuk menetapi kebenaran (yaitu: al-Qur-ān dan al-Hadīts yang dipahami secara benar), dan ini adalah pesan untuk beramar ma‘rūf nahyi munkar. Kemudian untuk nasihat-menasihati agar menetapi kesabaran.

Dua tawāshou ini jelas-jelas menunjukkan bahwa Islām itu adalah agama yang sangat sosial, bukan agama orang egois. Sebab bagaimana mungkin amar ma‘rūf nahyi munkar bersendirian? It takes two to tango!

Kemudian, agar bisa berīmān dan ber‘amal-shōlih dan beramar ma‘rūf nahyi munkar, maka ia butuh yang namanya kesabaran. Sabar itu bukan "nrimo" ya? Tapi sabar itu tetap terus berjuang dengan tidak memaksa ketentuan hasil harus sesuai keinginan kita.

Jadi ketika kita menegakkan amar ma‘rūf nahyi munkar, lalu kita ditolak, maka bukan lantas kita surut patah semangat dan berpikir ya sudahlah, toh sudah dikasih tahu. Akan tetapi kita WAJIB untuk terus dan terus lakukan amar ma‘rūf nahyi munkar itu.

Namun ada satu lagi tawāshou yang sering "terlupakan", yaitu tawāshou bil-marhamah.

📌 Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ

(arti) _“Kemudian ia (tidak pula) termasuk orang-orang yang berīmān dan saling nasihat-menasihati untuk menetapi kesabaran, dan saling nasihat-menasihati untuk berkasih sayang.”_ [QS al-Balad (90) ayat 17].

Inilah tawāshou orang-orang berīmān yang sering terlupakan, yaitu nasihat-menasihati untuk saling berkasih-sayang. Kasih sayang itu dalam bingkai persaudaraan keīmānan, persaudaraan Muslimīn. Ini sangat penting agar kita tidak menjadi manusia-manusia yang "keras hati" bahkan "berhati dingin", yang menjalankan agama dengan keras, atau bahkan menolak kebenaran dengan alasan agama pula.

Kasih sayang ini bukan hanya memperlakukan sesama Muslim dengan baik dan santun, tidak. Namun juga tidak membiarkan mereka jatuh ke dalam jurang kemaksiyatan karena ia adalah saudara kita.

⚠️ Seorang Muslim yang berīmān dengan benar itu selain wajib ber‘amal sholih, ia juga wajib untuk beramar ma‘rūf nahyi munkar, yang ia lakukan dengan penuh kesabaran, kemudian itu dilakukannya dalam bingkai kasih sayang.

Demikian lintasan pemikiran pagi ini, semoga bermanfaat.

❤ Kita berdo'a:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ
{allōhummaghfirlanā wa lilmu’minīna wal-mu’mināti wal-muslimīna wal-muslimāti wa allif bayna qulūbihim wa ashlih dzāta baynihim wan-shurhum ‘alā ‘aduwwika wa ‘aduwwihim}

(arti) "Wahai Allōh, ampunilah kami, kaum mu’minīn dan mu’mināt, muslimīn dan muslimāt, persatukanlah hati-hati mereka, perbaikilah hubungan di antara mereka, dan menangkanlah mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh