Woman To Make First Move Toward Marriage? Why Not!



Tidak bisa dipungkiri bahwa adalah fakta bahwa perempuan yang single jauh lebih banyak daripada laki-laki yang single. Ini bukan perkara jumlah laki-laki jauh lebih sedikit dibanding perempuan. Tidak, karena ini belum sampai zaman 1 laki-laki berbanding 50 perempuan itu. Menurut Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Indonesia itu pada 2021 diperkirakan 271.349.889 jiwa, di mana jumlah penduduk perempuan mencapai 134.229.988 jiwa dan penduduk laki-laki berjumlah 137.119.901 jiwa. Ada sekira 3 juta orang selisihnya.

❔ Lalu kenapa kenapa lebih banyak perempuan yang single?

Jawabannya adalah karena jumlah laki-laki "siap menikah" itu sedikit dibanding perempuan yang siap menikah. Siap menikah ini adalah dalam arti mampu menafkahi keluarganya secara mandiri sesuai dengan strata sosialnya.

Maksudnya?

Begini…

Perempuan itu ketika ia sudah baligh, maka pada dasarnya ia sudah siap untuk menikah. Apakah ada yang berani mengatakan gadis yang baru tamat SMA itu tidak layak menikah? Tentunya tidak. Sebaliknya kalau laki-laki tamat SMA, belum punya pekerjaan tetap bahkan menganggur apakah layak menikah?

Get my point?

Situasi ini diperparah lagi dengan "gengsi" atau mungkin kebiasaan di daerah tertentu yang melarang perempuan melakukan the first move mencari calon suami potensial. Semuanya harus menunggu laki-laki yang memulai first move itu. Belum lagi standar-standar soal calon pasangan yang tidak jelas. Akibatnya apa? Buang-buang umur, dan perempuan terlewati prime time-nya untuk menikah.

Sorry to say, this is really a men's world. Laki-laki umumnya mencari perempuan yang lebih muda dan statusnya sedikit di bawahnya. Berapa banyak kasus perempuan yang mengejar karir kesulitan dalam mencari pasangan, kenapa? Karena laki-laki itu umumnya punya superiority complex built-in, ia akan "minder" kalau pasangannya punya karir yang lebih moncer dan atau bergaji lebih besar darinya. Maka laki-laki biasanya mencari perempuan yang di bawahnya, yang mana tentunya itu biasanya itu lebih muda. Akhirnya perempuan yang berkarir moncer dan bergaji tinggi, tapi sudah agak berumur, akan kesulitan mencari pasangan. Pilihannya makin lama makin sempit.

Sebenarnya Syari‘at Islām memberikan solusi terhadap permasalahan ini.

Iya, di dalam Islām tidak ada masalah perempuan yang melakukan "first move" mengemukakan proposal pernikahan. Contohnya adalah kisah Nabī Mūsā عليه الصلاة و السلام pada saat Beliau lari dari Mesir setelah tak sengaja membunuh orang Mesir karena membela seorang Banī Isrō-īl keparat yang malahan mengkhianatinya dengan melaporkannya ke rezim Fir‘aun. Nabī Mūsā lari dari Mesir ke tanah Syām, dan Beliau sampai di negeri Madyan. Sesampainya di negeri Madyan, Nabī Mūsā mendapatkan ada 2 orang gadis yang sedang menggembalakan ternaknya menunggu giliran memberi minum ternak di mata air…

Ternyata 2 gadis itu harus menunggu karena para gembala laki-laki sedang meminumkan air ke ternak mereka. Lalu ketika para gembala laki-laki itu selesai dengan hajat ternak mereka, mereka dengan jahatnya malah beramai-ramat mengangkat batu besar untuk menutup mata air itu. Melihat kejadian itu Nabī Mūsā merasa iba dan langsung seorang diri mengangkat batu yang sangat berat itu. Kita tahu bahwa salah satu pemberian Allōh ﷻ kepada Nabī Mūsā عليه الصلاة و السلام adalah kekuatan fisik, dan sebagaimana juga para Nabiyullōh utama lainnya, fisik mereka sangat kuat jauh melebihi kekuatan manusia biasa (ada riwayat yang mengatakan 10x, ada yang mengatakan 40x). Kedua gadis itu keheranan melihat kekuatan fisik Nabī Mūsā yang luar biasa itu, dan setelah mereka selesai meminumkan air kepada ternaknya, mereka pun meminta Nabī Mūsā ikut ke rumahnya untuk menemui ayahanda mereka.

Maka Nabī Mūsā عليه الصلاة و السلام pun mengiyakan ajakan kedua gadis itu, sebab Beliau memang sangat lapar dan letih berjalan beratus kilometer dari Mesir ke Madyan di Syām. Maka Nabī Mūsā berjalan mengikuti kedua gadis itu menuju rumah ayah mereka. Di perjalanan, berhembus angin yang menyibak betis gadis itu. Maka Nabī Mūsā segera mengalihkan pandangannya dan berjalan mendahului keduanya. Beliau meminta keduanya untuk menunjukkan arah dengan suara saja.

Sesampainya di rumah ayah kedua gadis itu. Nabī Mūsā disuguhi makanan, namun Nabī Mūsā menolaknya dan mengatakan bahwa Beliau tidak menuntut upah atas apa yang dikerjakannya tadi, tetapi itu adalah kewajibannya. Maka ayah kedua gadis itu segera mengatakan bahwa makanan itu bukanlah upah atas perbuatannya tadi, akan tetapi adalah kebiasaan nenek moyang mereka dalam menghormati tamu. Di dalam riwayat yang dikisahkan oleh para Shohābat رضي الله تعالى عنهم, ayah dari kedua gadis itu tidak lain adalah Nabī Syu‘ayb عليه السلام yang menikahi salah seorang putri dari Nabī Lūth عليه السلام.

Maka Nabī Mūsā pun kemudian makan hidangan tersebut sambil menceritakan kisahnya. Mendengar kisah Nabī Mūsā tersebut, ayah kedua gadis itu pun menenangkan Nabī Mūsā dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zhōlim itu." [lihat: QS al-Qoshosh ayat 25], dan Beliau menawarkan Nabī Mūsā menginap di rumahnya sebagai tamu.

Setelah berlalu 3 hari bertamu, maka Nabī Mūsā pun bermaksud untuk pamit, akan tetapi salah seorang dari kedua gadis itu karena melihat keutamaan karakter Nabī Mūsā yang terlihat dari:
✓ ketinggian akhlāq dan kesantunan Nabī Mūsā,
✓ kuatnya hubungannya dengan Allōh ﷻ, dan
✓ tentunya keindahan fisiknya (semua Nabiyullōh itu pasti sangat sangat cerdas dan fisiknya indah lagi kuat),
yang membuatnya sangat tertarik dan meminta ayahnya untuk menawarkan pekerjaan kepada Nabī Mūsā.

📌 Kata Allōh ﷻ mengisahkan di dalam firman-Nya:

قَالَتْ إِحْدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسْتَـْٔجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ ٱسْتَـْٔجَرْتَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْأَمِينُ

(arti) _“Salah seorang dari kedua perempuan itu berkata: "Wahai Ayahanda, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (untuk kita), karena sungguh orang yang paling baik yang anda ambil untuk bekerja (untuk kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.".”_ [QS al-Qoshosh (28) ayat 26].

Nabī Syu‘ayb عليه السلام sebagaimana para Nabiyullōh yang lain yang sudah berumur, Beliau itu sangat wise. Beliau melihat bahwa permintaan anak gadisnya itu bukan hanya sekedar meminta mempekerjakan Nabī Mūsā saja. Tidak, Beliau melihatnya jauh lebih dari sekadar itu, sebab anak gadisnya juga bukan perempuan biasa… anak seorang Nabiyullōh, cucu seorang Nabiyullōh, dan dibesarkan dalam asuhan seorang Nabiyullōh.

Maka perhatikan ayat suci berikut ini…

📌 Kata Allōh ﷻ mengisahkan di dalam firman-Nya:

قَالَ إِنِّىٓ أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ٱبْنَتَىَّ هَٰتَيْنِ عَلَىٰٓ أَن تَأْجُرَنِى ثَمَٰنِىَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ وَمَآ أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

(arti) _“(Syu‘ayb) Berkatalah: "Sungguh saya bermaksud menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anakku ini atas dasar bahwa engkau bekerja denganku 8 tahun, dan apabila engkau cukupkan 10 tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu. Sungguh aku tak ingin memberatimu, dan engkau insyā’Allōh akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.".”_ [QS al-Qoshosh (28) ayat 27].

Maka Nabī Mūsā عليه الصلاة و السلام pun menyetujui tawaran Nabī Syu‘ayb عليه السلام untuk menikahi anak gadisnya dengan mahar ia bekerja dengan sungguh-sungguh melakukan penggembalaan ternak, berladang, dan apapun yang diperintahkan oleh Nabī Syu‘ayb.

❓ Apa faidah dari ayat suci tersebut di atas?

⚠ Seorang Nabiyullōh tidak merasa malu menawarkan putrinya kepada orang yang dipandangnya baik akhlāqnya dan baik agamanya. Bahkan maharnya pun Beliau sediakan, yaitu bekerja padanya selama 8 tahun.

Māsyā’Allōh…!

Begitulah salah satu solusi dari Syari‘at terhadap masalah perjodohan ini. Tidak perlu malu selama jelas BAIK AGAMA dan BAIK AKHLĀQnya, di mana kedua itu harus benar-benar melihat sendiri dan atau persaksian dari orang yang terpercaya, bukan pencitraan.

📌 Kata Baginda Nabī ﷺ:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ

(arti) _“Apabila seseorang laki-laki yang kalian ridhoi agama dan akhlāqnya datang kepada kalian untuk meminang perempuan kalian, maka hendaknya kalian menikahkan laki-laki tersebut dengan perempuan kalian. Sebab jika kalian tidak melakukannya, niscaya akan terjadi fitnah di Bumi dan terjadi kerusakan yang besar.”_ [HR at-Tirmidziy no 1084, 1085; Ibnu Mājah no 1967].

Demikian, semoga bermanfaat.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Penguasa Zhōlim Belum Tentu Cerminan Rakyat Yang Buruk